26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mahasiswa Minta Nasionalisasi UISU

demo mahasiswa UISU
demo mahasiswa UISU

MEDAN-Konflik tak berujung antar ‘penguasa’ di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) membuat ribuan mahasiswa gerah.
Apalagi setelah keluar ‘ancaman’ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh soal pembubaran universitas tertua di Sumut ini jika dua kubu yang bertikai tak berdamai. Mahasiswa dan alumni pun berontak, permintaan nasionalisasi UISU didengungkan.
Kalimat M Nuh beberapa hari lalu terkait masa depan UISU sangat mengganggu mahasiswa. Mereka menjadi khawatir jika benar-benar UISU ditutup. “Kami sebagai mahasiswa tentunya sangat tidak sepakat hal itu, karena ini akan sangat merugikan kami yang sudah berproses di kampusn
Tidak seharusnya pemerintah melakukan hal itu, kampus ini sudah berdiri puluhan tahun. Konflik ini lebih mengarah kepada kepentingan para pemegang kekuasaan. Lebih baik, UISU diambil alih pemerintah,” kata Imam (22) mahasiswa UISU Al Munawarah semester IX, kemarin.
Mahdali (23) mahasiswa UISU Al Munawwarah juga mengatakan tidak setuju dengan sikap menteri yang mengancam tidak mengakui kedua UISU. “Konflik ini bukan keinginan mahasiswa tetapi ini kepentingan pimpinan-pimpinan kampus yang menjabat. Jika keduanya tidak menyatu, pemerintah harus mengambil alih kampus atau nasionalisasi UISU,” tegasnya.
Aswat Nst (20) mahasiswa UISU Al-Manar menyampaikan ketidaksepakatannya atas rencana Mendiknas tidak mengakui kedua UISU. “Mau di mana lagi kami kuliah, kalau harus pindah berapa banyak lagi uang yang harus kami keluarkan,” katanya. “Lebih baik diambil pemerintah, daripada seperti ini tidak jelas,” tambahnya.
Presiden Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Rahmat (22) UISU Al-Manar berpendapat masih ada kemungkinan UISU menjadi satu. “Mulai hari ini (kemarin, Red) hingga kedepannya kita membangun komunikasi terus antaramahasiswa UISU Al-Munawwarah dan Al-Manar. Jika memang tidak juga selesai, kita akan melakukan aksi menuntut penyatuan kedua kampus,” katanya.
Kemarin, mahasiswa UISU Al Munawwarah kembali beraksi. Bersama alumni, mahasiswa itu saling berorasi soal penyatuan UISU. Aksi mereka pun diwarnai dengan pembakaran ban.  “Kemelut di UISU sampai saat ini tidak juga menunjukkan titik terang untuk proses penyelesaian konflik, dikarenakan pihak-pihak pemangku jabatan dikampus tidak menunjukkan itikad baik untuk menyatu. Jadi dengan hal itu kami sebagai mahasiswa dan alumni terpaksa turun kejalan untuk mendesak UISU agar kembali menjadi satu sehingga konflik dapat terselesaikan,” ungkap pimpinan aksi, Imam Rinaldi, mahasiswa Fakultas Hukum UISU Al Munawwarah.
“Pemerintah juga harus proaktif dalam penyelesaian persoalan UISU dengan jalan menjadikan UISU satu,” tambahnya.
Pantauan Sumut Pos di lokasi, aktivitas belajar dan mengajar di kampus UISU di Jalan Sisingamangaraja tersebut tak begitu tampak. Yang terlihat beberapa orang sekuriti yang berjaga-jaga di dalam kampus. Sementara itu, di luar kampus pihak kepolisian Polsek Medan Kota juga terlihat berjaga-jaga karena mahasiswa melakukan blokade satu sisi Jalan Sisingamangaraja, sehingga arus lalu intas pun harus dialihkan.
Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan alumni UISU itu tidak menemui titik terang. Perwakilan pihak kampus tidak ada yang menemui. Rencananya, hari ini, Rabu (11/9) mahasiswa dan alumni akan kembali menggelar aksi yang lebih besar lagi, hingga konflik panjang yang terjadi di UISU menemui titik terang penyelesaian.
Sebelumnya, Forum Penyelamat UISU yang terdiri dari para alumni UISU Al Munawwarah dan Al Manar, Selasa (11/9) berniat melaporkan kedua institusi pendidikan itu ke pihak kepolisian.
Taufik Helmi Sitorus (Fak Ekonomi UISU Al Manar stambuk 2000), didampingi Agung Rivana (Fak Ekonomi UISU Al Munawwarah stambuk (2002), Syaifuddin Purba (Stambuk 2000, Bambang Germanta Siregar(2001), Rusli Effendi (1997) mengatakan bahwa terlepas siapa yang legal di antara kedua kubu, yang pasti konflik berkepanjangan telah merugikan para mahasiswa.
“Banyak di antara mereka (mahasiswa, Red) adalah harapan orangtuanya di kampung. Tapi apa yang terjadi, meski orangtua mereka telah membanting tulang, mencangkul sawah di kampung, tapi semua pengorbanan orangtua tadi menjadi tersia-sia,” bilang Taufik Helmi Sitorus.
“Dan mereka (mahasiswa, Red) pun menjadi putus asa dengan kondisi yang ada. Mereka galau karena ijazah yang mereka pegang ternyata tak berlaku di tengah-tengah masyarakat,” tambah Helmi lagi.
Selanjutnya Helmi mengungkapkan bahwa pihaknya melihat indikasi, jika kekisruhan yang terjadi sekarang ini seperti dipelihara oleh oknum-oknum tertentu dengan tujuan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
“Jadi saya pikir ini bukan cerita tentang legalitas semata. Karenanya kami meminta pihak kepolisian untuk mengusut dalang dari semua kecurangan di balik kekisruhan yang melanda UISU dalam tujuh tahun terakhir,” tambah Helmi lagi.
Selanjutnya Helmi juga mengaku heran dengan keluarnya surat pernyataan yang ditandatangani Ketua Yayasan UISU Al Munawwarah Ir H Helmi Nasution MHum tertanggal 7 September 2013, atau sehari setelah para mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU melakukan demo menuntut pihak rektorat menyelesaikan masalah ijazah alumni fakultas tersebut, yang tidak diakui oleh pihak Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Pada surat itu Helmi menyatakan bahwa dirinya bersedia melakukan islah dengan pihak UISU Al Manar. Selanjutnya pada butir kedua Helmi menyatakan bersedia melakukan apapun juga demi mendapatkan legalitas status yang diakui oleh peraturan pemerintah sebagaimana mestinya bagi alumni dan mahasiwa/i UISU Al Munawwarah.
Dalam surat itu Helmi juga menegaskan bahwa bagi mahasiswa dalam proses pendidikan (Kuliah, Co-Ass), dirinya menjamin akan melakukan segala upaya agar mahasiswa tidak mengulang pendidikannya dari awal, melainkan melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Helmi juga berjanji akan menyelesaikan proses legalitas paling lambat tujuh kali dua puluh empat jam sejak surat pernyataam itu tandatangani. “Surat pernyataan ini kan aneh. Dengan bersedianya Helmi melakukan islah, maka secara tak langsung dia mengakui keabsahan UISU Al Manar. Artinya, selama ini secara sadar dia (Helmi, Red) telah melakukan kebohongan terhadap ratusan mahasiswa dan alumni,” tandas Taufik Helmi Sitorus.
“Jadi, agar kekisruhan ini tak berkepanjangan dan mahasiswa tak menjadi korban, maka kami akan melaporkan UISU kepada pihak berwajib,” tuntas Helmi.
Dalam Selimut Konflik
Kisruh UISU memang bak tak berakhir. Masih teringat perseteruan ini telah menumpahkan darah orang-orang tidak bersalah dan tidak tahu-menahu masalah perebutan kekuasaan kampus pada 2006 lalu.
Sebagai Universitas tertua di luar Pulau Jawa, UISU didirikan oleh lima orang pada 7 Januari 1952 adalah Bahrum Jamil, Rivai Abdul Manaf, Adnan Benawi, Sabarudin Ahmad dan Sariani AS. Sejak berdirinya, UISU merupakan kebanggaan masyarakat karena mampu menjawab kebutuhan pendidikan. Sampai pada akhir 2006, yang tersisa dari para pendiri adalah Sabarudin Ahmad (alm) dan Hj Sariani AS yang pada awalnya masih berkerja sama dengan baik. Namun entah kenapa, kekuasaan Sariani yang saat itu memegang ketua umum pengurus harian yayasan UISU berkuasa penuh dan sering mangambil kebijakan yang kontroversial. Sementara di pihak lain, Sabarudin Ahmad sebagai pendiri lainnya yang masih ada saat itu, sudah mengalami sakit-sakitan sehingga tidak mampu aktif didalam Yayasan. Kehadirannya di Yayasan UISU hanya sebagai dewan pembina.
Namun, ada aturan yang mengharuskan agar pengurus yayasan diwakili oleh kelima pendiri tersebut. Sehingga ketiga pengurus lainnya diwakili oleh anak-anak mereka. Muncullah anak-anak pendiri dari pihak Bahrum Jamil seperti Helmi Nasutian, Ikhwan Bahrum Jamil, Baihaqi, Maysarah, dan Laily W berserta anak Sabarudin Ahmad yakni Indra Gunawan yang berusaha mengambil alih kampus UISU pada 4 Desember 2006 dan membuat pihak Sariani terusir.
Awalnya, seluruh pimpinan universitas masih satu. Tak ada perbedaan rektor dan dekanat. Semenjak teragedi berdarah 9 Mei 2007, perpecahan mulai menurun sampai ke ranah akademik sehingga menimbulkan dua rektor yang saat itu adalah Dr Khairul M Mursim Sp An yang diangkat oleh Yayasan Helmi Nasution (kubu Helmi) dan Drs Usman Nst SE MSi yang diangkat oleh Yayasan Sariani AS (kubu Sariani). Kubu Helmi sampai saat ini menempati kampus Al Munawwarah dan Sariani AS membuka kampus baru di luar UISU dengan masing-masing memakai nama UISU. Keduanya merasa memiliki hak.
Pascatregedi berdarah 9 Mei 2007, konflik di antara kedua kubu yang mengaku berhak mengelola universitas itu semakin tajam. Kubu Sariani yang sempat menguasai kampus selama dua hari akhirnya harus kembali keluar karena masyarakat menganggap tindakan penyerbuan itu sangat kejam dan menimbulkan amarah di mata masyarakat dan mahasiswa.
Rektor berganti rektor dan dekan berganti dekan, namun konflik keduanya tak jua usai. Masing-masing saling membenarkan diri. Sariani yang mengaku yayasan sah terus saja menyerang, sementara kubu Helmi juga tidak kalah menyerang dengan mengalaskan penyerangan kubu Sariani sebagai tindakan kriminal. Akhirnya sempat pemerintah mengambil kebijakan mengangkat Prof Djanius Djamin sebagai rektor untuk memulihkan suasana. Namun bukannya malah mereda, kubu Sariani tetap ngotot mengaku sebagai pengurus yayasan yang sah dan akhirnya memenangkan gugatannya kepada negara perihal pengangkatan Djanius Djamin. Akhirnya setelah dua tahun berjalan, Djanius Djamin pun mundur digantikan oleh Dr Khairul Mursin Sp An. Sementara kubu Sariani terus saja mengatakan di media mereka yang benar. Perpecahan ini menyebabkan membasarnya konflik dua kubu tersebut, mulai dari mahasiswa, dosen, pegawai, dekanat dan rektorat terpecah menjadi dua hingga sekarang ini.
Yang sangat dirugikan sebenarnya adalah mahasiswa yang harus terombang-ambing akibat konflik ini. Sejak 2007 lalu, ada dua ijazah yang dikeluarkan UISU dengan rektor berbeda. Tetapi seolah pemerintah mengamini itu sampai sekarang dengan alasan konflik UISU adalah masalah Yayasan (ranah hukum). Belakangan, konflik ini mencuat seakan menuju kepada pengujung cerita. Pasalnya, Kopertis memberikan surat pelarangan kepada instansi-instansi untuk menerima lulusan dari UISU Jalan Sisingamangaraja dan mengakui UISU Jalan Karya Bakti karena terdaftar di Dirjen Dikti. Tetapi UISU Sisingamangaraja tidak tinggal diam dan kembali menggugat Kopertis. Sementara wacana penyatuan belum juga menemui titik terang. (ije/mag-2/dik)

demo mahasiswa UISU
demo mahasiswa UISU

MEDAN-Konflik tak berujung antar ‘penguasa’ di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) membuat ribuan mahasiswa gerah.
Apalagi setelah keluar ‘ancaman’ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh soal pembubaran universitas tertua di Sumut ini jika dua kubu yang bertikai tak berdamai. Mahasiswa dan alumni pun berontak, permintaan nasionalisasi UISU didengungkan.
Kalimat M Nuh beberapa hari lalu terkait masa depan UISU sangat mengganggu mahasiswa. Mereka menjadi khawatir jika benar-benar UISU ditutup. “Kami sebagai mahasiswa tentunya sangat tidak sepakat hal itu, karena ini akan sangat merugikan kami yang sudah berproses di kampusn
Tidak seharusnya pemerintah melakukan hal itu, kampus ini sudah berdiri puluhan tahun. Konflik ini lebih mengarah kepada kepentingan para pemegang kekuasaan. Lebih baik, UISU diambil alih pemerintah,” kata Imam (22) mahasiswa UISU Al Munawarah semester IX, kemarin.
Mahdali (23) mahasiswa UISU Al Munawwarah juga mengatakan tidak setuju dengan sikap menteri yang mengancam tidak mengakui kedua UISU. “Konflik ini bukan keinginan mahasiswa tetapi ini kepentingan pimpinan-pimpinan kampus yang menjabat. Jika keduanya tidak menyatu, pemerintah harus mengambil alih kampus atau nasionalisasi UISU,” tegasnya.
Aswat Nst (20) mahasiswa UISU Al-Manar menyampaikan ketidaksepakatannya atas rencana Mendiknas tidak mengakui kedua UISU. “Mau di mana lagi kami kuliah, kalau harus pindah berapa banyak lagi uang yang harus kami keluarkan,” katanya. “Lebih baik diambil pemerintah, daripada seperti ini tidak jelas,” tambahnya.
Presiden Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Rahmat (22) UISU Al-Manar berpendapat masih ada kemungkinan UISU menjadi satu. “Mulai hari ini (kemarin, Red) hingga kedepannya kita membangun komunikasi terus antaramahasiswa UISU Al-Munawwarah dan Al-Manar. Jika memang tidak juga selesai, kita akan melakukan aksi menuntut penyatuan kedua kampus,” katanya.
Kemarin, mahasiswa UISU Al Munawwarah kembali beraksi. Bersama alumni, mahasiswa itu saling berorasi soal penyatuan UISU. Aksi mereka pun diwarnai dengan pembakaran ban.  “Kemelut di UISU sampai saat ini tidak juga menunjukkan titik terang untuk proses penyelesaian konflik, dikarenakan pihak-pihak pemangku jabatan dikampus tidak menunjukkan itikad baik untuk menyatu. Jadi dengan hal itu kami sebagai mahasiswa dan alumni terpaksa turun kejalan untuk mendesak UISU agar kembali menjadi satu sehingga konflik dapat terselesaikan,” ungkap pimpinan aksi, Imam Rinaldi, mahasiswa Fakultas Hukum UISU Al Munawwarah.
“Pemerintah juga harus proaktif dalam penyelesaian persoalan UISU dengan jalan menjadikan UISU satu,” tambahnya.
Pantauan Sumut Pos di lokasi, aktivitas belajar dan mengajar di kampus UISU di Jalan Sisingamangaraja tersebut tak begitu tampak. Yang terlihat beberapa orang sekuriti yang berjaga-jaga di dalam kampus. Sementara itu, di luar kampus pihak kepolisian Polsek Medan Kota juga terlihat berjaga-jaga karena mahasiswa melakukan blokade satu sisi Jalan Sisingamangaraja, sehingga arus lalu intas pun harus dialihkan.
Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan alumni UISU itu tidak menemui titik terang. Perwakilan pihak kampus tidak ada yang menemui. Rencananya, hari ini, Rabu (11/9) mahasiswa dan alumni akan kembali menggelar aksi yang lebih besar lagi, hingga konflik panjang yang terjadi di UISU menemui titik terang penyelesaian.
Sebelumnya, Forum Penyelamat UISU yang terdiri dari para alumni UISU Al Munawwarah dan Al Manar, Selasa (11/9) berniat melaporkan kedua institusi pendidikan itu ke pihak kepolisian.
Taufik Helmi Sitorus (Fak Ekonomi UISU Al Manar stambuk 2000), didampingi Agung Rivana (Fak Ekonomi UISU Al Munawwarah stambuk (2002), Syaifuddin Purba (Stambuk 2000, Bambang Germanta Siregar(2001), Rusli Effendi (1997) mengatakan bahwa terlepas siapa yang legal di antara kedua kubu, yang pasti konflik berkepanjangan telah merugikan para mahasiswa.
“Banyak di antara mereka (mahasiswa, Red) adalah harapan orangtuanya di kampung. Tapi apa yang terjadi, meski orangtua mereka telah membanting tulang, mencangkul sawah di kampung, tapi semua pengorbanan orangtua tadi menjadi tersia-sia,” bilang Taufik Helmi Sitorus.
“Dan mereka (mahasiswa, Red) pun menjadi putus asa dengan kondisi yang ada. Mereka galau karena ijazah yang mereka pegang ternyata tak berlaku di tengah-tengah masyarakat,” tambah Helmi lagi.
Selanjutnya Helmi mengungkapkan bahwa pihaknya melihat indikasi, jika kekisruhan yang terjadi sekarang ini seperti dipelihara oleh oknum-oknum tertentu dengan tujuan mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya.
“Jadi saya pikir ini bukan cerita tentang legalitas semata. Karenanya kami meminta pihak kepolisian untuk mengusut dalang dari semua kecurangan di balik kekisruhan yang melanda UISU dalam tujuh tahun terakhir,” tambah Helmi lagi.
Selanjutnya Helmi juga mengaku heran dengan keluarnya surat pernyataan yang ditandatangani Ketua Yayasan UISU Al Munawwarah Ir H Helmi Nasution MHum tertanggal 7 September 2013, atau sehari setelah para mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU melakukan demo menuntut pihak rektorat menyelesaikan masalah ijazah alumni fakultas tersebut, yang tidak diakui oleh pihak Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis).
Pada surat itu Helmi menyatakan bahwa dirinya bersedia melakukan islah dengan pihak UISU Al Manar. Selanjutnya pada butir kedua Helmi menyatakan bersedia melakukan apapun juga demi mendapatkan legalitas status yang diakui oleh peraturan pemerintah sebagaimana mestinya bagi alumni dan mahasiwa/i UISU Al Munawwarah.
Dalam surat itu Helmi juga menegaskan bahwa bagi mahasiswa dalam proses pendidikan (Kuliah, Co-Ass), dirinya menjamin akan melakukan segala upaya agar mahasiswa tidak mengulang pendidikannya dari awal, melainkan melanjutkannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Helmi juga berjanji akan menyelesaikan proses legalitas paling lambat tujuh kali dua puluh empat jam sejak surat pernyataam itu tandatangani. “Surat pernyataan ini kan aneh. Dengan bersedianya Helmi melakukan islah, maka secara tak langsung dia mengakui keabsahan UISU Al Manar. Artinya, selama ini secara sadar dia (Helmi, Red) telah melakukan kebohongan terhadap ratusan mahasiswa dan alumni,” tandas Taufik Helmi Sitorus.
“Jadi, agar kekisruhan ini tak berkepanjangan dan mahasiswa tak menjadi korban, maka kami akan melaporkan UISU kepada pihak berwajib,” tuntas Helmi.
Dalam Selimut Konflik
Kisruh UISU memang bak tak berakhir. Masih teringat perseteruan ini telah menumpahkan darah orang-orang tidak bersalah dan tidak tahu-menahu masalah perebutan kekuasaan kampus pada 2006 lalu.
Sebagai Universitas tertua di luar Pulau Jawa, UISU didirikan oleh lima orang pada 7 Januari 1952 adalah Bahrum Jamil, Rivai Abdul Manaf, Adnan Benawi, Sabarudin Ahmad dan Sariani AS. Sejak berdirinya, UISU merupakan kebanggaan masyarakat karena mampu menjawab kebutuhan pendidikan. Sampai pada akhir 2006, yang tersisa dari para pendiri adalah Sabarudin Ahmad (alm) dan Hj Sariani AS yang pada awalnya masih berkerja sama dengan baik. Namun entah kenapa, kekuasaan Sariani yang saat itu memegang ketua umum pengurus harian yayasan UISU berkuasa penuh dan sering mangambil kebijakan yang kontroversial. Sementara di pihak lain, Sabarudin Ahmad sebagai pendiri lainnya yang masih ada saat itu, sudah mengalami sakit-sakitan sehingga tidak mampu aktif didalam Yayasan. Kehadirannya di Yayasan UISU hanya sebagai dewan pembina.
Namun, ada aturan yang mengharuskan agar pengurus yayasan diwakili oleh kelima pendiri tersebut. Sehingga ketiga pengurus lainnya diwakili oleh anak-anak mereka. Muncullah anak-anak pendiri dari pihak Bahrum Jamil seperti Helmi Nasutian, Ikhwan Bahrum Jamil, Baihaqi, Maysarah, dan Laily W berserta anak Sabarudin Ahmad yakni Indra Gunawan yang berusaha mengambil alih kampus UISU pada 4 Desember 2006 dan membuat pihak Sariani terusir.
Awalnya, seluruh pimpinan universitas masih satu. Tak ada perbedaan rektor dan dekanat. Semenjak teragedi berdarah 9 Mei 2007, perpecahan mulai menurun sampai ke ranah akademik sehingga menimbulkan dua rektor yang saat itu adalah Dr Khairul M Mursim Sp An yang diangkat oleh Yayasan Helmi Nasution (kubu Helmi) dan Drs Usman Nst SE MSi yang diangkat oleh Yayasan Sariani AS (kubu Sariani). Kubu Helmi sampai saat ini menempati kampus Al Munawwarah dan Sariani AS membuka kampus baru di luar UISU dengan masing-masing memakai nama UISU. Keduanya merasa memiliki hak.
Pascatregedi berdarah 9 Mei 2007, konflik di antara kedua kubu yang mengaku berhak mengelola universitas itu semakin tajam. Kubu Sariani yang sempat menguasai kampus selama dua hari akhirnya harus kembali keluar karena masyarakat menganggap tindakan penyerbuan itu sangat kejam dan menimbulkan amarah di mata masyarakat dan mahasiswa.
Rektor berganti rektor dan dekan berganti dekan, namun konflik keduanya tak jua usai. Masing-masing saling membenarkan diri. Sariani yang mengaku yayasan sah terus saja menyerang, sementara kubu Helmi juga tidak kalah menyerang dengan mengalaskan penyerangan kubu Sariani sebagai tindakan kriminal. Akhirnya sempat pemerintah mengambil kebijakan mengangkat Prof Djanius Djamin sebagai rektor untuk memulihkan suasana. Namun bukannya malah mereda, kubu Sariani tetap ngotot mengaku sebagai pengurus yayasan yang sah dan akhirnya memenangkan gugatannya kepada negara perihal pengangkatan Djanius Djamin. Akhirnya setelah dua tahun berjalan, Djanius Djamin pun mundur digantikan oleh Dr Khairul Mursin Sp An. Sementara kubu Sariani terus saja mengatakan di media mereka yang benar. Perpecahan ini menyebabkan membasarnya konflik dua kubu tersebut, mulai dari mahasiswa, dosen, pegawai, dekanat dan rektorat terpecah menjadi dua hingga sekarang ini.
Yang sangat dirugikan sebenarnya adalah mahasiswa yang harus terombang-ambing akibat konflik ini. Sejak 2007 lalu, ada dua ijazah yang dikeluarkan UISU dengan rektor berbeda. Tetapi seolah pemerintah mengamini itu sampai sekarang dengan alasan konflik UISU adalah masalah Yayasan (ranah hukum). Belakangan, konflik ini mencuat seakan menuju kepada pengujung cerita. Pasalnya, Kopertis memberikan surat pelarangan kepada instansi-instansi untuk menerima lulusan dari UISU Jalan Sisingamangaraja dan mengakui UISU Jalan Karya Bakti karena terdaftar di Dirjen Dikti. Tetapi UISU Sisingamangaraja tidak tinggal diam dan kembali menggugat Kopertis. Sementara wacana penyatuan belum juga menemui titik terang. (ije/mag-2/dik)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/