JAKARTA,Sumutpos.co-Pemerintah Indonesia akan menyiapkan Provinsi Sumatera Utara sebagai klaster aluminium terbesar dalam negeri, sekaligus terbesar di Asia Tenggara. Hal ini diupayakan setelah PT Inalum secara resmi telah menjadi milik Indonesia setelah sebelumnya dipegang oleh Nippon Asahan Aluminium (NAA) milik Jepang.
“Ada keinginan pemerintah nantinya akan melakukan ekspansi. Pemerintah ingin menjadikan Sumatera Utara menjadi sebuah klaster aluminium dimana proses hilirisasi, downstream dari industri ini bisa berlangsung di sana,” ujar Menteri Perindustrian MS. Hidayat di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat, (1/11).
Selama ini, Inalum mengekspor aluminium dan pengolahannya dilakukan di Jepang dan negara lainnya. Namun, nantinya, pemerintah ingin pengolahan aluminium akan dilakukan di wilayah Sumut. Sehingga, Indonesia tidak perlu lagi hanya mendapat produk turunan dari Jepang, melainkan berasal dari buatan sendiri.n
“Kita ingin downstream itu dilakukan di Indonesia. Itu salah satu keuntungan kita yang tentu akan memberikan kontribusi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional,” tegas Menperin. Dalam waktu dekat, tutur Hidayat, pemerintah akan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengganti direksi Inalum. Menperin berjanji bahwa jabatan-jabatan strategis di Inalum akan diisi oleh putra dan putri bangsa yang berkualitas dan berprestasi di bidangnya masing-masing.
NAA Serahkan Aset Inalum ke Indonesia
Sebelumnya, Hidayat dan Menteri BUMN Dahlan Iskan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kompleks Istana Negara, Jakarta. Keduanya menjelaskan beralihnya kepemilihan Inalum ini ditandai dengan berakhirnya Master Agreement for the Asahan Hydroelectric and Aluminium Project antara Indonesia dengan Jepang yang diwakili oleh Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada Kamis (31/10).
“Ini berakhir pada 31 Oktober 2013 yang diikuti oleh penyerahan aset PT Inalum kepada pemerintah Indonesia dan membayar kompensasi sesuai dengan master agreement. Diberikan pada Kementerian BUMN,” kata Hidayat dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta.
Menurut Hidayat, selama proses perundingan kedua belah pihak sepakat mengubah mekanisme pengalihan dari mekanisme Aset Transfer menjadi Transfer Saham (share transfer). Sebelum penyerahan, dalam Proyek Asahan ini, NAA memiliki saham sebesar 58,87 persen. Sedangkan Indonesia memiliki 41,13 persen saham. Inilah yang dirundingkan melalui transfer saham.
Namun, pada Kamis lalu NAA, kata dia, tiba-tiba menyampaikan surat pada Indonesia bahwa akan mengajukan penyelesaian ke arbitrasee International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) seperti yang diatur dalam master agreement, tanpa menyebutkan mekanisme pengalihan.
Ini berarti Indonesia harus mengubah isi perundingan sebelumnya yang sudah menyepakati share transfer atau transfer saham. “Kita harus lakukan penyesuaian menjadi pembayaran kompensasi melalui mekanisme pengalihan aset transfer. Oleh karena itu pemerintah Indonesia akan segera melaksanakan pembayaran pengalihan aset PT Inalum secepatnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” sambung Hidayat.
PT Inalum ini akan dikelola Kementerian BUMN. Hidayat menyatakan pihaknya dan Kementerian Keuangan akan mengawasi BUMN baru tersebut. “Kementerian BUMN sekarang punya aset baru. Kemenperin dan Kemenkeu akan mendampingi Pak Dahlan untuk hal teknis, administrasi dan legalnya,” pungkas Hidayat.(flo/jpnn)