SUMUTPOS.CO – Setelah tiga hari tak beraktivitas, Gunung Sinabung tiba-tiba kembali erupsi pada Minggu (17/11) sekitar pukul 20.24 WIB dan pukul 21.52 WIB. Tinggi asap letusan mencapai 2.000 meter dengan luncuran awan panas sejauh 500 meter ke arah tenggara.
Erupsi ini adalah yang terkuat selama tiga hari terakhir sesuai indeks Amax yang mencapai 0,5-7 milimeter. Hingga kemarin malam, jumlah pengungsi bertambah menjadi 6.155 jiwa yang tersebar di 16 titik pengungsiann
Menurut petugas Pos Pemantau Gunung Api (PPGA) Sinabung, pada erupsi pertama, lontaran debu mencapai setinggi 2.000 meter. Material debu vulkanik kelihatan mengarah ke arah barat dan barat daya. Sedangkan pada erupsi kedua, lontaran debu hanya mencapai ketinggian 500 meter, tapi muncul lontaran pijar dengan ketinggian 50 meter.
Warga Desa Mardinding, Kecamatan Tiga Nderket, Jepri Bangun mengatakan erupsi pada Minggu (17/11) malam agak berbeda terutama warna asap yang lebih hitam dari sebelumnya. Hujan pasir juga lebih ebat. Hujan debu disertai pasir itu, menurut Kepala Desa Tiga Nderket Kesukanta Ginting, menyelimuti wilayah ibukota Kecamatan, tempat dimana 1.000 pengungsi di Posko Pengungsian Los Pekan Tiganderket.
“Sejauh ini tidak ada material lain yang keluar tetapi debu dan pasir juga sudah sangat mengganggu pengelihatan dan pernafasan,” ujar Ginting.
Pemkab Karo meminta Tim Tanggap Darurat Erupsi Sinabung melanjutkan pekerjaan hingga 23 November mendatang . Perpanjangan masa tanggap darurat ini terkait rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi melalui Pos Pemantauan yang berada di Desa Ndokum Siroga, Kecamatan Simpangempat.
Pada Minggu (17/11) pukul 09.00 WIB, Menko Kesra Agung Laksono didampingi Mentan Suswono dan Sekjen Kemensos Toto Utomo Budi Santoso , dan Ketua Tim Tanggap Darurat Letkol Prince Meyer Putong mengunjungi Posko Utama Tanggap Darurat Erupsi Gunung Api Sinabung, Kompleks DPRD Karo di Jalan Veteran, Kabanjahe.
Menurut Agung, langkah relokasi ke depan memang perlu dikaji serius dengan melibatkan lintas Kementerian dan Departemen, BNPB, Badan Geologi, Pemprovsu, dan Pemkab Karo.
“Kami melakukan langkah optimal untuk relokasi ini. Tentunya harus dilakukan pendalaman lebih dahulu. BNPB akan mengkajinya agar dikeluarkan kebijakan permanen,” ujar Agung yang sebelumnya mengunjungi kawasan sekitar Gunung Sinabung di Kecamantan Namanteran.
Kebijakan relokasi yang kini diidamkam masyarakat agar tidak selalu berulang-ulang menghadapi situasi erupsi. Pemkab Karo berperan aktif melihat potensi kawasan baru yang menjadi tujuan masyarakat.
“Kita perlu belajar seperti di Merapi. Warga di pengungsian juga diberdayakan bekerja agar tak lelah dan putus asa. Karena bagaimanapun mereka tetap juga harus mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Pemkab Karo kami minta melihat persoalan pengungsi ini secara makro,” ujar Agung.
Terkait relokasi secara teknis, Sekjen Kementerian Sosial, Toto Utomo Budi Santoso, meminta Pemkab Tanahkaro belajar dari pengalaman daerah rawan bencana yang lain. Pasalnya, relokasi bukan perkara mudah dan sederhana karena selain persoalan emosionalitas juga menyangkut hitung-hitungan ekonomi.
“Sekarang kita bisa kita bayangkan kelak. Saatnya nanti relokasi menjadi keputusan pasti ada rasa tak puas di masyarakat. Sebab biasanya di daerah yang baru nanti ada pola penyamarataan. Bagaimana ada warga yang selama ini punya lahan 5 hektare misalnya, setelah di tempat baru menjadi berkurang. Masalah-masalah seperti ini kerap muncul,” papar Toto.
Kepala Desa Bekerah, Kecamatan Naman Teran, Naik Sembiring dan Kepala Desa Sukameriah, Kecamatan Payung, Amin Sembiring sembari menitikkan air mata memohon kepada Menko Kesra, dan rombongan melakukan kebijakan relokasi bagi desa mereka.
Kedua desa ini berada paling dekat dari Gunung Sinabung yang setiap kali beraktivitas selalu membuat mereka meninggalkan desa.
“Kami sudah takut sekali tinggal di desa kami. Kami berharap pemerintah mau memikirkan ini. Lagian punya cita-cita untuk keluarga dan anak anak. Lalu apa jadinya kalau kami terus mengungsi,” tukas Naik Sembiring terbata bata.
Relokasi penduduk di radius tiga kilometer sudah menjadi wacana sejak Gunung Sinabung pertama kalinya erupsi tahun 2010 silam. Saat itu wilayah Kecamatan Merek ditargetkan sebagai baru bagi mereka.
Sebagai catatan ada empat desa, antara lain Mardinding, Kecamatan Tiganderket, Bekerah dan Simacem Kecamatan Namanteran, dan Sukameriah Kecamatan Payung yang awalnya sesuai rekomendasi PPGA harus dikosongkan setelah status Gunung Sinabung ditingkatkan menjadi siaga.
Setelah Gunung Sinabung mengeluarkan awan panas, desa yang wajib ditinggalkan bertambah, yakni Desa Gurukinayan Kecamatan Payung, Sibintun Kecamatan Simpangempat dan Kutagugung Kecamatan Namanteran. Seluruh warga desa itu kini hidup di pengungsian bersama warga lain asal desa tetangga yang ikut memilih mengungsi karena takut efek erupsi.
“Hal menonjol adalah terjadi penambahan jumlah pengungsi, desa yang tidak direkomendasi PVMBG ikut mengungsi karena alasan takut,” ujar Sutopo.
Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, pada Minggu (17/11) malam jumlah pengungsi terus bertambah di beberapa lokasi pengungsian. Hingga saat ini pengungsi sudah mencapai 6.155 jiwa atau 1.902 KK yang tersebar di 16 titik pengungsian.
“Erupsi ini kita tidak tahu kapan berakhirnya. Intinya kita minta pada masyarakat untuk terus mewaspadai dan memantau situasi perkembangan gunung, dari waktu ke waktu,” ujar Sutopo.
Saat ini, lanjut Sutopo, masyarakat yang mengungsi sudah ditempatkan di beberapa titik lokasi diantaranya, Desa Mardinding di Los Pekan Tiga Nderket 278 Kepala Keluarga (KK) dengan 940 jiwa.
“Desa Sukameriah GBKP Payung 87 KK 303 jiwa. Di masjid Payung 36 KK 110 jiwa, Desa Bekerah dan Desa Simacem di Los N, Teran 161 Kk 500 jiwa. Sentrum 151 KK 443 jiwa GBKP Simpang VI 121 Kk 385 jiwa,” ujarnya.
Sementara itu, di gedung Serba Guna KNPI 131 KK 484 jiwa. Klasis GBKP 94 KK 274 jiwa, GBKP Kota 243 KK 807 jiwa, Paroki Jalan Irian Barat 178 K’ 573 jiwa. Masjid Agung 132 KK 509 jiwa. GPDI Indokum Siroga Simpang IV 63 K’ 155 jiwa, GBKP Simpang Katepul 86 KK 253 jiwa, GBKP Asrama Kodim 54 KK 253 jiwa, Kantor ASAP 18 Kk 54 Jiwa, dan Masjid Istiqrar Berastagi 69 KK 213 jiwa.
“Hal yang menonjol adalah terjadi penambahan jumlah pengungsi, desa yang tak direkomendasi PVMBG, ikut mengungsi dengan alasan takut. Sosialisasi sudah dilakukan,” ujarnya.
Sementara itu, dua personel Polres Tanahkaro, Minggu ( 17/11), meng alami kecelakaan sewaktu melakukan peninjauan di lokasi desa yang terkena sapuan banjir lahar dingin di Desa Guru Kinayan, Kecamatan Payung. Kedua aparat itu kini dirawat di RS Efarina Etaham.
Menurut informasi, dua orang polisi yang bertugas di Polsek Payung itu terjatuh dari atas mobil double cabin yang sempat terseret bekas lumpur dingin. Keduanya terlempar dari bak cabin. Mereka ke lokasi dalam tuga pengawalan rombongan BNPB dan Kemensos yang sebelumnya berkunjung ke posko utama Tim Tanggap Darurat Sinabung di Jalan Veteran, Kabanjahe.
Sempat dibawa ke Puskesmas Tiganderket, keduanya dilarikan ke RS Efarina Etaham, Kabanjahe. Kapolres Tanah AKBP Albert Sianipar kepada koran ini, Minggu (17/11) malam, membenarkan peristiwa tersebut. “Betul, kedua anggota kami terlempar karena guncangan di jalan saat mendampingi tim,’’ ujarnya. (rud/nng/erw/smg)