SUMUTPOS.CO – Lembaga intelijen Australia dikabarkan telah menyadap pembicaraan telepon antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan lingkaran dekatnya. Hal itu terungkap dari bocoran dokumen Edward Snowden, bekas kontraktor Badan Keamanan Amerika Serikat (NSA) seperti diberitakan sejumlah media Australia, kemarin (18/11).
Harian The Age misalnya, mewartakan telik sandi di negeri Kanguru itu berupaya mendengarkan percakapan pribadi melalui telepon antara SBY dengan istri, penasihat terdekat dan para menterinya. Berdasarkan dokumen yang dibuat November 2009, lembaga intelijen Australia yang menyadap pembicaraan SBY dengan orang-orang dekatnya adalah Defense Signals Directorat (DSD) dan Departemen Pertahanan. Target penyadapan di antaranya Wakil Presiden Boediono yang belum lama ini mengunjungi Australia, serta Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah pejabat lainnya.
Selain itu, penyadapan juga meliputi pembicaraan SBY dengan Dino Patti Djalal yang kala itu masih menjadi Juru Bicara Kepresidenen untuk urusan luar negeri. Hatta Rajasa pun juga masuk dalam sadapan Australia itu.
Dalam dokumen berklasifikasi Top Secret itu, DSD menulis laporan bertitel IA Leadership Targets + Handsets yang berisi nomor-nomor telepon SBY dan lingkaran dekatnya yang musti disadap. Salah satu detail pembicaraan yang diungkap misalnya dalam laporan bertitel Indonesia Presiden Voice Events selama 15 hari pada November 2009, lengkap dengan grafis panggilan telepon Nokia yang digunakan Presiden SBY.
Merujuk pada pemberitaan Guardian, secara rinci DSD menulis daftar nama pejabat Indonesia yang disadap mulai semester kedua 2007, lengkap dengan merek handphone yang disadap. Misalnya, dari sejumlah nama pejabat tinggi, diketahui baru Boediono dan Dino Patti Djalal yang sudah menggunakan BlackBerry. Lainnya masih menggunakan Nokia yang kala itu begitu popular (lihat grafis).
Menariknya, dari dokumen itu juga disebut tentang upaya mendekati operator seluler di Indonesia yang telah menyediakan kanal 3G. Tujuannya, seperti dilaporkan Guardian, demi mendapatkan pasokan data dari perusahaan telekomunikasi, baik secara sukarela maupun di bawah tekanan.
Karenanya dari dokumen yang dibocorkan itu diketahui pula bahwa Australia tidak hanya menyadap pembicaraan SBY, tetapi juga memiliki catatan rinci atau call data record (CDR). Misalnya, grafik pembicaraan SBY selama 15 hari pada Agustus 2009. Dalam CDR yang diperoleh Australia itu terungkap tentang waktu panggilan, durasi pembicaraan, hingga nomor-nomor telepon yang dihubungi atau menghubungi SBY, termasuk berkirim SMS.
Namun, tak semua penyadapan itu bisa memenuhi tujuan DSD. Sebab ada pembicaraan Presiden SBY yang hanya berdurasi kurang dari satu menit. Yang pasti, seluruh nomor yang ditelepon DSD itu berasal dari gadget yang menyediakan fasilitas 3G. Karenanya beberapa operator di Indonesia pun disebut dalam laporan itu, yakni Excelcomindo, Telkomsel, Indosat dan Hutchison 3G. Dalam pemberitaan Guardian itu juga disebutkan perlunya mendapat pasokan data dari perusahaan telekomunikasi baik secara sukarela maupun di bawah tekanan.
Namun, Perdana Menteri Australia, Tony Abbot menolak berkomentar tentang laporan itu. “Pemerintah tidak pernah berkomentar khusus tentang masalah-masalah intelijen. Sudah menjadi tradisi panjang politik persuasi kedua negara dan saya tak ingin mengubahnya,” ucapnya.
Terkait itu, Indonesia dipastikan akan menarik Duta Besar Indonesia di Australia, Nadjib Riphat Kesoema.
“Kami memutuskan untuk memanggil pulang Dubes Indonesia di Canberra. Karena mustahil Dubes bisa melakukan tugasnya di tengah suasana saat ini,” ujar Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa saat konferensi pers di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri, Senin (18/11).
Marty berharap dalam waktu dekat ini Nadjib dapat segera kembali ke tanah air untuk berkonsultasi mengenai kasus ini. “Pak Najib kami harap untuk kembali ke Jakarta segera mungkin untuk konsultasi dengan kami. Agar selanjutnya mengambil keputusan,” lanjutnya.
Marty tegaskan bila pihaknya tidak akan menyepelekan masalah ini. Dan dalam waktu dekat ini Marty katakan bahwa Indonesia akan menentukan sikap dengan tegas. Namun akan menunggu hasil konsolidasi dan penyelidikan terlebih dahulu. “Saya gunakan istilah untuk konsultasi dengan pemerintah. Demi memperoleh informasi, sambil kita evaluasi. Tidak sopan jika saya bilang berapa hari dubes pulang ke Indonesia. Tapi saran saya pada kepada pak dubes, jangan hanya bawa cabin bag,” ujarnya sambil tersenyum.
Pihak DPR RI pun langsung berkomentar keras terkait penyadapan itu. Anggota Komisi 1 DPR RI Meutya Hafid menegaskan, pemerintah harus mengambil sikap tegas terhadap Australia. “Sesegera mungkin PM Tony Abbott memberikan penjelasan atau klarifikasi mengenai isu penyadapan Australia terhadap para pejabat tinggi Indonesia kepada seluruh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Mantan wartawati yang pernah disandera di Iraq ini menambahkan, “Jika benar Australia melakukan penyadapan, Pemerintah Indonesia harus bertindak tegas. Opsi pengusiran diplomat Australia bisa dilakukan untuk menunjukkan kewibawaan pemerintah.”
Terkait dengan itu, Meutya menambhakan, dalam waktu dekat ini Komisi 1 DPR RI akan meminta keterangan dari mitra kerja Komisi 1 seperti Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara, Kementerian Pertahanan, dan Lembaga Sandi Negara. “Dan jika perlu Komisi 1 akan meminta keterangan dari Kedutaan Besar Australia dan Amerika Serikat di Indonesia,” pungkas Meutya. (ara/rus/jpnn)