JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Hingga kemarin (2/12) belum satu pun petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membeber secara gamblang keterkaitan Irham Buana Nasution dan istrinya Khalijah Lubis, serta mantan anggota DPRD Tapanuli Tengah (Tapteng) Bahktiar Ahmad Sibarani, yang sudah menjalani pemeriksaan di lembaga pimpinan Abraham Samad itu, dengan perkara Akil Mochtar.
Jubir KPK Johan Budi hanya pernah menyebutkan bahwa tidak tertutup kemungkinan pengembangan kasus dugaan suap Akil Mohtar merembet ke kasus pilkada lain, selain pemilukada Lebak dan Gunung Mas.
Namun, dari saksi-saksi yang sudah dan akan diperiksa KPK, tampaknya komisi antirasuah itu membidik kasus penanganan sengketa Pilkada Tapteng. Data terbaru yang didapat koran ini, besok (4/12), KPK akan meminta keterangan Edbin Pasaribu.
“Edbin Pasaribu mendapat panggilan KPK hari Rabu,” ujar sumber koran ini yang kenal dengan Edbin, kemarin. Hanya saja, dia enggan memberikan nomor handphone Edbin ke koran ini untuk kepentingan konfirmasi.
Dia hanya memastikan bahwa memang Edbin menerima panggilan KPK dan kemarin sedang sibuk konsultasi dengan sejumlah tokoh mengenai bagaimana dia harus memberikan keterangan ke penyidik KPK agar tidak terseret menjadi tersangka. “Dia galau, takut dijadikan tersangka,” ujar sumber lagi.
Nah, nama Edbin sendiri sudah muncul sebelumnya dari ‘nyanyian’ mantan anggota KPU Tapteng Maruli Firman Lubis kepada koran ini, 23 November 2013.
Saat itu Maruli menyebut dengan inisial EP. EP menurut Maruli, bersama Irham Buana dan Bakhtiar yang mengantar uang Rp2 miliar ke ke rumah Akil di Depok, dalam rangka mengurus kemenangan sengketa Pilkada Tapteng. Itu dilakukan sebelum putusan MK mengenai sengketa Pilkada Tapteng, 12 Juli 2011.
“Setelah dilantik, dua miliar lagi. Yang satu miliar ditransfer ke rekening perusahaan istri Akil. Yang satu miliar lagi ditransfer ke rekening Irham. Jadi total empat miliar,” beber Maruli. Dia menyebut, slip bukti transfer dari Bank Sumut Cabang Sibolga, saat ini masih di tangan EP.
Nah, mengenai jumlah uang yang diserahkan ke Akil, koran ini mendapatkan data terbaru, yang jumlahnya berbeda dari yang disebutkan di atas. Dana yang ditransfer ke rekening perusahaan istri Akil, yang slipnya masih di tangan Edbin, nilainya bukan Rp1 miliar, melainkan Rp900 juta. Sedang uang cash yang diantar ke rumah Akil bukan Rp2 miliar tapi Rp1,3 miliar.
Muhtar Akui Akil sebagai Investor
Sementara itu, Muhtar Effendi, sosok yang disebut-sebut sebagai operator pencucian uang Akil Mochtar itu kemarin diperiksa KPK. Dia dimintai klarifikasi atas 26 mobil yang disita penyidik pada Jumat (29/12) lalu. Dia mengakui kalau Akil menjadi salah satu investornya, namun menolak disebut sebagai komplotan.
Muhtar mengaku, kenal Akil Mochtar sejak 2007 silam. Saat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu maju sebagai calon gubernur Kalimantan Barat (Kalbar). Muhtar yang pengusaha atribut kampanye mendapat job besar dari Akil. Setelah itu, hubungan mereka makin akrab.
Lantas, keduanya memutuskan untuk bisnis bersama, salah satunya jual beli mobil. Dia membantah Akil memberikan uang begitu saja kepada dirinya. Uang yang diserahkan Akil selalu ada embel-embel untuk dikembangkan. Namun, dia tidak menjelaskan rinci apa saja bisnis yang mereka bangun.
Dia mengaku sebelum ini juga pernah berbisnis rumah. Hunian yang murah dibeli untuk dijual lagi. Namun, dia menegaskan kalau investornya dari banyak kalangan. Tidak hanya Akil Mochtar meski diakui dia salah satu penyokong dana. “Ya, termasuk Pak Akil. Tapi kita nggak tahu (dari mana asal uang),” ujarnya.
Menurutnya, tidak etis untuk tanya apakah uang yang diinvestasikan pada dirinya berasal dari dana halal atau haram. Yang penting, Akil percaya pada dirinya dan bisnis dijalankan. Itulah kenapa, dia menolak disebut sebagai operator pencucian uang Akil Mochtar.
“Itu salah besar. Saya sebagai pengusaha dan orang beragama dididik orangtua tidak boleh makan uang haram. Sogok dan menyogok itu neraka tempatnya,” kata Muhtar. Dia juga belum mengerti apa kaitannya antara mobil-mobil di showroom dengan kasus Akil. Padahal, yang investasi ke dia untuk bidang otomotif cukup banyak.
Dia mengaku datang ke KPK dengan percaya diri. Siap membuktikan bahwa 26 mobil yang disita tidak ada kaitan dengan pencucian uang Akil. Malah, dia mengaku siap kalau langsung dijadikan tersangka oleh penyidik KPK. Muhtar berani bersikap seperti itu karena yakin dirinya bersih.
“Insya Allah siap. Kita warga negara yang baik. Siap (jadi tersangka) kalau bersalah. Tapi, kalau tidak salah jangan,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Muhtar juga memastikan dia tidak punya hubungan khusus dengan Akil Mochtar di luar bisnis. Dia menyebut tidak punya link ke dalam lingkungan MK. Untuk meyakinkan itu, dia membuat sayembara. Barang siapa yang bisa membuktikan dia menerima suap terkait makelar kasus, akan ada hadiah besar.
“Saya kasih Rp 1 miliar atau perusahaan saya di Cibinong, yang konveksi saya kasih semua,” tegasnya. Itu dilakukan Muhtar karena dia jengah terus disebut-sebut sebagai kaki tangan Akil untuk korupsi. Menurutnya, nama Muhtar Effendi gampang dicatut karena beberapa kepala daerah kenal dengannya.
Tuduhan dari Pilkada Empat Lawang yang menyebutnya menerima uang miliaran untuk disetor ke Akil adalah palsu. Dia menegaskan tidak mengenal dengan orang-orang yang menuduhnya menerima uang. “Demi Allah, demi Rasulullaah, kenal pun tidak,” tegasnya.
Selain Muhtar, kemarin KPK juga memeriksa kembali hakim konstitusi. Rencananya, hakim panel di Pilkada Gunung Mas dan Lebak, Banten yakni Anwar Usman dan Maria Farida diperiksa. Namun, hanya Maria yang memenuhi panggilan KPK. Anwar Usman tidak datang karena ada keperluan di MK.
Usai diperiksa, Maria tidak banyak bicara. Dia mengaku pemeriksaan itu tidak membuatnya dipertemukan langsung dengan Akil. Pemeriksaan yang dilakukan kali ini masih lanjutan dari kesaksian sebelumnya. “Masih mengenai (Pilkada) Lebak. Pak Akil tidak pernah mengarahkan apapun,” akunya.
Jubir KPK Johan Budi S.P menambahkan, soal keterlibatan Muhtar Effendi masih didalami. Dugaan KPK saat ini, dia memiliki kaitan dengan Akil. “Dia bebas mengaku apapun. Nanti akan diuji di pengadilan. Yang jelas, pemeriksaan hari ini (kemarin) untuk memvalidasi penyitaan sebelumnya,” ungkap Johan.
Terkait pemeriksaan Maria dan Anwar Usman, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan hal itu dilakukan untuk menelusuri adanya dugaan keterlibatan hakim panel lainnya dalam suap perkara pilkada yang menjerat Akil. “Kami masih telusuri keterlibatan hakim lain,” paparnya.
Pakar Hukum Tata Negara Rafli Harun sebelumnya memang menyatakan KPK harus memeriksa sejumlah hakim yang pernah menyidangkan perkara sengketa pilkada bersama Akil. Meskipun tidak terlibat menerima uang, setidaknya ada upaya pembiaran Akil “bermain” dalam keputusannya.
Sementara itu, dari Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengatakan bahwa alasan absen Anwar Usman ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adanya sidang putusan perkara Pilkada di MK yang tidak mungkin ditinggalkan Anwar.
Tanpa kehadiran Anwar dan Maria, lanjut Patrialis, putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak dapat memenuhi jumlah minimal kuorum hakim konstitusi, yaitu 7 orang.”Kami sudah kirim surat baik-baik ke KPK agar pemeriksaan Anwar ditangguhkan karena ada sidang putusan hari ini (kemarin),” kata Patrialis kemarin (2/12).
Selain memohon penangguhan pemeriksaan terhadap Anwar, Patrialis menjelaskan bahwa MK juga meminta penjadwalan ulang terhadap Anwar di KPK. “Soal waktunya itu terserah KPK. Nanti mereka akan menghubungi MK,” ujar Patrialis.
Untuk diketahui bahwa hakim konstitusi kemarin telah mengagendakan pembacaan putusan sidang Perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada pada tiga kabupaten. Kabupaten tersebut adalah Deli Serdang, Langkat, dan Kolaka.(sam/dim/gun/dod/jpnn)
Butuh 3 Ribu Penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‘curhat’ masalah sumber daya penyidik pada mitra kerjanya di Senayan, Komisi III DPR. Lembaga antirasuah itu siap berkerja optimal jika kebutuhan penyidik terpenuhi. Jumlah ideal yang diungkapkan pimpinan KPK ialah 3 ribu penyidik.
Ketua KPK Abraham Samad mengakui dalam hal menjalankan fungsi supervise terhadap kasus-kasus yang ditangani instansi lain di daerah lain masih lemah. Hal tersebut terjadi karena kurangnya sumber daya penyidik di KPK yang saat ini hanya berjumlah 60 orang.
Pria asal Makassar itu pun lantas membandingkan kondisi lembaga anti korupsi di Indonesia dan Hongkong. Menurutnya di Lembaga anti korupsi di Hongkong saja (tidak termasuk Tiongkok), jumlah penyidiknya mencapai 2 ribu orang.
“Saya rasa untuk bekerja di wilayah seperti Indonesia yang jauh lebih luas dari Hongkong, saya rasa idealnya kebutuhan penyidik antara 2 ribu “ 3 ribu orang. Oleh karena itu kami berharap teman-teman di DPR ini menyetujui peningkatan jumlah penyidik tersebut,” terang Abraham dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR kemarin.
Dia berharap agar DPR menyetujui anggaran untuk penambahan penyidik. Selain itu diharapkan dukungan lain dari DPR juga terkait infrastuktur. Terkait hal ini, DPR tidak memberikan jawaban yang pasti. Dalam rapat dengar pendapat kemarin memang KPK banyak dikritisi perihal belum optimalnya fungsi pengawasan dan pencegahan korupsi.
Kebutuhan KPK soal penyidik memang persoalan klasik yang belum terpecahkan. Baru-baru ini KPK hanya bisa merekrut staf sebanyak 183 orang. Persoalan penyidik ini sempat ramai ketika Polri menarik sejumlah personelnya yang ditugaskan sebagai penyidik.
Salah satu yang anggota dewan yang mengkritis KPK ialah Fahri Hamzah. Dia mengatakan KPK lebih senang dengan pola pemberantasan korupsi dari sisi penindakan, seperti tindakan Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Kalau tidak lelah melakukan itu ya silakan. Tapi saya menyarankan fungsi pencegahan harus dibuat seoptimal mungkin. Termasuk juga mensupervisi sistem di instansi pemerintahan yang rentan terjadi korupsi,” ujar politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.(gun)