BOGOR- Pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di Indonesia banyak mengalami perubahan besar. Mulai pengaturan demokrasi, partisipasi rakyat, pengakuan hak-hak rakyat dalam sistem demokrasi, hingga pelaksanaan demokrasi.
Demikian diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva dalam acara pembukaan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Bimtek PHPU) Legislatif 2014 untuk Partai Demokrat.
“Pasca reformasi 1998 terjadi perubahan-perubahan besar mengenai penyelenggaraan sistem pemerintahan di Indonesia yang dimulai dengan perubahan UUD 1945. Sejak itu Indonesia dianggap sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia,” ungkapnya di Gedung Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Senin (16/12) lalu.
Demokrasi, kata Hamdan, memiliki arti sangat luas, baik sebagai akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, transparansi dan pelibatan rakyat dalam pengambilan putusan, dan sebagainya. ’’Inti dari demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Karena itu, posisi rakyat menjadi sangat menentukan jalannya pemerintahan,’’ ujarnya.
Namun, ia juga mengakui masih terdapat kekurangan dalam proses demokrasi yang sudah berjalan selama dua tahun periode atau dua kali Pemilu. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki, baik dalam penyelenggaraan pemilu maupun dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.
’’Karena itulah Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengawal demokrasi berdasarkan Konstitusi, sebagai salah satu hal terpenting yang diberikan UUD pasca reformasi,” kata mantan Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Dalam kaitan mengawal demokrasi itu, ada dua hal yang dilakukan MK. Pertama, mengawal norma-norma penyelenggaraan demokrasi dalam kaitan dengan pembentukan undang-undang, dengan melakukan uji UU terhadap UUD. Karena itu banyak UU yang dibatalkan MK karena kewenangannya ini.
Kedua, dalam aspek hilir, khususnya dalam kaitan sengketa pelaksanaan pemilihan umum. Sebagaimana kita ketahui, pemilu adalah salah satu bagian penting dari demokrasi. Karena itu konstitusi memberikan wewenang kepada MK untuk memutuskan konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu, khususnya hasil pemilu,” urainya.
Dijelaskan Hamdan lagi, kalau melihat teori dari seorang pakar bernama Samuel Huntington, seharusnya sebuah negara yang memulai demokrasi dan proses demokrasi, maka konsolidasi demokrasi itu sudah harus selesai pada pemilu ketiga dan keempat.
’’Kalau kita flash back, melihat kembali perjalanan demokrasi kita dan khususnya penyelenggaraan pemilu, sesungguhnya kita sudah memasuki periode pemilu ketiga pasca reformasi, mulai pemilu 2004, 2009 dan 2014. Kalau dalam pemilu ketiga dan keempat, ternyata konsolidasi demokrasi kita, penyelenggaraan pemilu kita belum juga bagus, itu adalah pertanda bahwa kita harus bekerja keras bahkan bisa terancam gagal ” tegasnya. (ris/jpnn/ndi)