Klub Bontang FC dan pemainnya telah diberi sanksi oleh Komisi Disiplin PSSI karena dinilai terlibat match fixing di laga playaoff IPL. Namun, satu nama, Bayu Anggara, yang belum diputuskan hukumannya.
Telepon seluler pemain asal Medan ini terus berdering. Sudah puluhan kali telepon masuk, namun dia enggan menjawabnya. Bukan hanya karena nomor yang menelponnya tak dikenal, tapi juga karena khawatir akan ancaman dari sang penelepon.
Ya, setelah Komdis PSSI memutuskan bahwa sanksi untuknya masih dipertimbangkan karena akan dipanggil lagi, teman-temannya yang memperkuat di Bontang FC muntab. Sebab, mereka mendengar kabar bahwa Bayu sejatinya masih dipertimbangkan sanksinya karena dinilai kooperatif kepada Komdis. “Saya senang sanksinya belum, tapi, saya juga bingung karena ternyata cuma saya yang tidak kena sanksi katanya. Teman-teman semua disanksi,” ujarnya, kemarin.
Komdis menjatuhkan sanksi larangan aktif di lingkungan sepak bola kepada pemain Bontang FC yang terbukti terlibat matchfixing saat mereka menang 4-3 dari PSLS Lhokseumawe di playaoff IPL lalu. 17 pemain resmi tak boleh aktif selama 24 bulan.
Mereka adalah Tirta Bayu, Usman, Sudirman, Ridwansyah, Basri BS, Achmad Setiawan, Arbadin, Deden Ridwan, Jimmy Kidega, Yossi Aditya P, Hendri Satriadi,, M. Alamin S, R. Ajend, Firman Usman, Gantarkan, Achmad Ramadhan, dan Nur Cholis Hamdi.
Pemain kelahiran 5 Februari 1991 itu mengakui dirinya seperti tak memiliki teman sekarang. Akibat diperlakukan berbeda Komdis, dia pun dihujat oleh teman-temannya. Dia juga mene-rima telepon gelap yang mengancam akan membunuhnya. “Padahal saya cerita apa adanya. Kok bisa saya seperti ini. saya tidak cerita aneh-aneh. Tapi kok hukuman saya berbeda saya juga tidak tahu,” kata pemain bertinggi 185 cm itu.
Sebagai penjaga gawang, Bayu menyebut timnya memang tampil lebih semangat, meski persiapan kurang. Itu kemungkinan karena setelah lima bulan tak digaji, menjelang pertandingan mereka ternyata diberi gaji oleh manajemen meski hanya setengah bulan.
“Kami menang karena permainan kami bagus. Selain itu pemain juga semangat ,” tandasnya.
Dia sendiri sempat bingung kenapa rekan-rekannya langsung bersikap berbeda dan marah-marah kepadanya. “Jangan marah ke saya dulu. Teman-teman melihat berita katanya saya mence-ritakan. Mereka negatif thinking dulu, tidak tanya jelasnya seperti apa,” terang pemain 22 tahun tersebut.
Dia pun akhirnya lebih banyak berada di rumah karena ancaman itu. Bukan karena malas keluar, tapi karena benar-benar khawatir dengan keamanannya setelah ancaman via telepon dan SMS itu setiap hari masuk. “Saya jarang keluar kalau tidak penting. Saya juga terus hati-hati kalau keluar. Was-was saja dengan ancaman itu,” papar mahasiswa semester I Fakultas ekonomi manajemen universitas Cut Nyak Dien Medan tersebut.
Selain itu karirnya di sepak bola pun menjadi tidak jelas. Terkait kasus ini, k lub-klub ISL yang berniat mengontraknya pun mengurungkan niat. “Klub-klub langsung membatalkan tawarannya bang. Padahal saya sudah dites,” ujarnya dengan mimik wajah sedih.
Saat ini, pemain kelahiran Deli Serdang tersebut berharap Komdis segera mengumumkan apa sanksi yang harus diterimanya. Ia memang bakal dimintai keterangan lagi terkait laga kontra Pro Duta yang berakhir kekalahan 0-6. “Saya akan ceritakan apa adanya. Secara permainan dan kualitas tim kami memang kalah,” terang pemain yang dibesarkan oleh PS Palembang itu.(*)