JUMAT (10/7) menjadi ‘Jumat Keramat’ bagi Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat. Akhirnya Anas resmi memakai baju oranye kebesaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ini bukan hanya isapan jempol. Ketua KPK Abraham Samad sudah mengeluarkan ultimatum tersebut. Selain itu, Anas akan melengkapi tak hadir di tiga kali panggilan jika hari ini pun mangkir. “Saya ingatkan kepada Anas Urbaningrum, apabila tidak datang dalam pemanggilan berikutnya saya akan perintahkan penyidik saya untuk memanggil paksa,” kata Abraham, beberapa waktu lalu.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait proyek Hambalang, Bogor, 22 Februari 2013, karir politik Anas langsung terjun bebas. Seperti apa perjalanan karir politik Anas yang dikenal semula sangat cemerlang itu?
Lahir di Blitar, 15 Juli 1969, n
Anas Urbaningrum memang cerdas sejak kecil. Ia langganan menjadi lulusan terbaik di tiap jenjang sekolah. Anas pun menyelesaikan kuliahnya di Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1992 sebagai lulusan terbaik. Tak puas menggondol titel sarjana, Anas kembali melanjutkan studi.
Tahun 2000, Anas lulus Magister Sains Ilmu Politik Universitas Indonesia. Minatnya pada ilmu politik tak pernah surut. Anas lantas mengambil program doktor ilmu politik di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Politik memang bukan sekedar ilmu bagi Anas.
Semasa kuliah, Anas mulai mempraktikkan ilmu politik yang selama ini dia pelajari dengan aktif berkiprah di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bak kilat, Anas bahkan mampu menduduki kursi tertinggi organisasi itu, Ketua Umum Pengurus Besar HMI pada tahun 1997.
Sebagai ketua umum organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia saat itu, Anas berada di tengah perubahan pusaran politik pada reformasi 1998. Titik penting dalam sejarah Indonesia.
Pada masa itu pula, Anas menjadi tim revisi Undang-Undang Politik yang merupakan salah satu tuntutan reformasi. Tahun 1999, Anas menjadi anggota tim seleksi partai politik yang bertugas memverifikasi kelayakan parpol untuk ikut Pemilu. Anas akhirnya terpilih menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2001-2005 yang bertugas mengawal Pemilu 2004.
Pada Pemilu 2004 itu, Partai Demokrat yang masih “bayi” memperoleh kemenangan telak.
Setahun kemudian, Anas memutuskan untuk bergabung dengan Demokrat. Keputusan yang akan dia syukuri di kemudian hari. Dia pun kemudian terpilih menjadi anggota DPR pada tahun 2009. Karir politik Anas melejit cepat. Tahun 2010, ia terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat dalam Kongres Demokrat mengalahkan rivalnya, Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie. Meski Cikeas memberi restu kepada Andi Mallarangeng.
Anas pun mundur dari DPR untuk berkonsentrasi mengurus partai. Sayangnya, sejak terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat itu, jalan politik Anas tak pernah mulus. Berulang kali posisinya digoyang. Paling tidak Anas mengalami percobaan kudeta politik sampai tiga kali. Namun upaya-upaya itu selalu kandas.
Anas memang didukung kuat oleh struktur dan kader Demokrat di akar rumput. Jaringan Anas di Demokrat tak bisa diremehkan. Meski secara politis kuat, posisi Anas sangat rapuh karena bergantung pada kasus korupsi Hambalang yang sedang ditangani KPK.
Akhirnya, Jumat 22 Februari 2013, KPK menetapkan status hukum Anas sebagai tersangka. Anas pun mundur dari kursi ketua umum, keesokan hari setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun ia bukannya akan tinggal diam dan pasrah saja. Anas belum menyerah. Ia ‘mengancam’ untuk membongkar banyak hal. “Ini bukan tutup buku, tapi pembukaan halaman pertama. Saya yakin halaman berikutnya akan bermakna bagi kepentingan kita bersama,” kata Anas.
‘Kandas’ di Demokrat, Anas masih tetap punya loyalis dan teman seperjuangan. Setiap hari, rumahnya di Duren Sawit Jakarta Timur tak hentinya dikunjungi para kolega, mulai kader Demokrat, kader HMI, politisi partai lain, sampai sahabat masa kecilnya. Kawan-kawan Anas itu menyatakan simpati dan mengalirkan energi kepada Anas di tengah cacian dan hujatan yang ia terima.
Politisi senior Golkar Akbar Tandjung yang sama-sama berkiprah di HMI bersama Anas. termasuk salah satu yang menyambanginya. Ketika bertandang ke rumah Anas, Akbar mengutip perkataan mendiang Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. “Dalam kehidupan, Anda dibunuh sekali, mati. Tapi dalam politik, Anda dibunuh beberapa kali, akan bisa bangkit kembali,” kata Akbar.
Anas pun kemudian mendirikan Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) dan meresmikannya pada Minggu 15 September 2013. Pendirian PPI ini sempat membuat Partai Demokrat kebakaran jenggot karena sejumlah kadernya ikut dalam acara peresmian.
Bahkan, Pasek Suardika yang kala itu menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat menjadi pengurus inti PPI. Anas masih terus memberi ‘membangkang’ hingga kemudian dipanggil sebagai tersangka. Apakah hari ini Anas juga akan membangkang dari panggilan KPK? (bbs/val)