26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Menang di MA, Ini Kisah Sopir yang Kalahkan Kedubes AS di Jakarta

hari-sabarnoJakarta, – Dipecat dari pekerjaan bukan hal yang diinginkan oleh siapa pun, apalagi jika dipecat tanpa diberikan hak-haknya sebagai pekerja. Hal ini terjadi pada Indra Taufiq, supir yang dipecat dari Konsulat Amerika Serikat (AS) di Medan, Sumatera Utara.

Indra yang telah mengabdi selama 11 tahun di-PHK pada 26 Juli 2011. Sayangnya pemecatan ini tidak disertai dengan pemberian hak-hak Indra sebagai karyawan. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan terhadap Konsulat AS di Medan dan Kedubas AS di Jakarta ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan. Sempat tidak diterima gugatannya, Indra lalu dimenangkan MA. Namun, tiga kali didatangi Indra, pihak Konsulat AS belum juga mematuhi putusan MA itu.

“Saya tunggu saja. Mungkin belum diberi jalan oleh Allah,” ujar Indra ketika dihubungi pada Sabtu (11/1/2014).

Pria berusia 41 tahun ini mengaku alasan konsulat AS memecatnya adalah adanya tuduhan penyalahgunaan data oleh dirinya. Sayangnya, tuduhan itu hanya sepihak.

“Tapi mereka tidak memberikan bukti otentik penyalahgunaan data apa, di mana dan kapan. Tidak jelas jadinya,” ujarnya.

Pemecatan ayah 4 anak itu diiringi dengan musibah lainnya. Sesaat sebelum dipecat, istri keduanya Susi Triana baru saja habis operasi kanker usus. Hal itu terjadi seminggu menjelang bulan ramadhan. Adapun istri pertamanya meninggal pada 2008 karena kanker payudara.

“Saya pusing dan kelimpungan karena banyaknya biaya yang harus ditanggung. Akhirnya saya mengadu ke Disnaker Medan,” kata pria kelahiran 29 Maret. Tak berapa lama setelah operasi, istrinya meninggal dunia.

Pengaduan itu langsung ditanggapi dengan cepat oleh Disnaker. Pihak Disnaker langsung melayangkan surat ke Konsulat AS di Medan. Namun surat yang berisi peringatan tersebut tidak pernah ditanggapi. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan.

PHI Medan menyatakan gugatan Indra tidak dapat diterima pada 26 April 2012. Atas putusan tersebut, Indra lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan. Dalam pertimbangannya, MA memutuskan pendapat PHI Medan yang menyatakan PHI Medan tidak berwenang untuk mengadili adalah tidak dapat dibenarkan. Sebab kasus yang diadili adalah kasus ketenagakerjaan antara pimpinan Konsulat AS di Medan dengan Indra.

MA lalu menghukum pihak Konsulat AS untuk membayar hak-hak Indra yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai Pasal 156 UU Ketenagakeraan. Namun sayang, meski Indra menang sejak 2 April 2013, tetapi hingga hari ini Indra belum mendapatkan hak-haknya sesuai putusan MA.

“Jujur saja Mas, kondisi ekonomi saya sekarang masih tidak stabil,” ceritanya.

Selepas dipecat, ia harus memutar otak supaya dapur keluarganya tetap berasap. Indra lalu menjadi sopir cabutan ikut bersama temannya. Sayangnya pekerjaan baru itu tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup untuk ia dan keempat anaknya. Dengan berat hati, Indra pun harus menitipkan dua anaknya kepada keluarga lain.

“Saya di rumah bersama anak pertama saya Cut Tasya dan anak ketiga Jasmine Az Zahra. Anak kedua saya Akbar Maulana ikut dengan oomnya di dekat Kuala Namu. Yang kecil Aisyah Almeer ikut dengan neneknya,” papar Indra.

Cut Tasya, Akbar Maulana dan Jasmine Az Zahra adalah anak dari pernikahan pertamanya dengan Syafridah. Pada tahun 2009, Indra yang kala itu masih bekerja di Konsulat AS menikahi Susi Triana dan dikaruniai seorang putri yang diberi nama Aisyah Almeer. Namun sayang, Aisyah harus ditinggal oleh ibunya pada tahun 2011 karena kanker usus.

Berbagai jalan sudah ditempuh Indra untuk memperoleh hak-haknya. Ia bahkan mengaku sudah meminta bantuan dari UNHCR. Kuasa hukum Indra, Parlindungan HC Tamba mengatakan bahwa Konsulat AS di Medan selalu mengelak ketika ditemui.

“Ada tiga kali kita berkunjung ke konsulat di Medan tapi mereka selalu bilang langsung diurus ke Jakarta saja (Kedubes AS),” kata Tamba. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kedubes AS belum bisa dimintai konfirmasi.(INT)

hari-sabarnoJakarta, – Dipecat dari pekerjaan bukan hal yang diinginkan oleh siapa pun, apalagi jika dipecat tanpa diberikan hak-haknya sebagai pekerja. Hal ini terjadi pada Indra Taufiq, supir yang dipecat dari Konsulat Amerika Serikat (AS) di Medan, Sumatera Utara.

Indra yang telah mengabdi selama 11 tahun di-PHK pada 26 Juli 2011. Sayangnya pemecatan ini tidak disertai dengan pemberian hak-hak Indra sebagai karyawan. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan terhadap Konsulat AS di Medan dan Kedubas AS di Jakarta ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan. Sempat tidak diterima gugatannya, Indra lalu dimenangkan MA. Namun, tiga kali didatangi Indra, pihak Konsulat AS belum juga mematuhi putusan MA itu.

“Saya tunggu saja. Mungkin belum diberi jalan oleh Allah,” ujar Indra ketika dihubungi pada Sabtu (11/1/2014).

Pria berusia 41 tahun ini mengaku alasan konsulat AS memecatnya adalah adanya tuduhan penyalahgunaan data oleh dirinya. Sayangnya, tuduhan itu hanya sepihak.

“Tapi mereka tidak memberikan bukti otentik penyalahgunaan data apa, di mana dan kapan. Tidak jelas jadinya,” ujarnya.

Pemecatan ayah 4 anak itu diiringi dengan musibah lainnya. Sesaat sebelum dipecat, istri keduanya Susi Triana baru saja habis operasi kanker usus. Hal itu terjadi seminggu menjelang bulan ramadhan. Adapun istri pertamanya meninggal pada 2008 karena kanker payudara.

“Saya pusing dan kelimpungan karena banyaknya biaya yang harus ditanggung. Akhirnya saya mengadu ke Disnaker Medan,” kata pria kelahiran 29 Maret. Tak berapa lama setelah operasi, istrinya meninggal dunia.

Pengaduan itu langsung ditanggapi dengan cepat oleh Disnaker. Pihak Disnaker langsung melayangkan surat ke Konsulat AS di Medan. Namun surat yang berisi peringatan tersebut tidak pernah ditanggapi. Atas hal itu, Indra lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Medan.

PHI Medan menyatakan gugatan Indra tidak dapat diterima pada 26 April 2012. Atas putusan tersebut, Indra lalu mengajukan kasasi dan dikabulkan. Dalam pertimbangannya, MA memutuskan pendapat PHI Medan yang menyatakan PHI Medan tidak berwenang untuk mengadili adalah tidak dapat dibenarkan. Sebab kasus yang diadili adalah kasus ketenagakerjaan antara pimpinan Konsulat AS di Medan dengan Indra.

MA lalu menghukum pihak Konsulat AS untuk membayar hak-hak Indra yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai Pasal 156 UU Ketenagakeraan. Namun sayang, meski Indra menang sejak 2 April 2013, tetapi hingga hari ini Indra belum mendapatkan hak-haknya sesuai putusan MA.

“Jujur saja Mas, kondisi ekonomi saya sekarang masih tidak stabil,” ceritanya.

Selepas dipecat, ia harus memutar otak supaya dapur keluarganya tetap berasap. Indra lalu menjadi sopir cabutan ikut bersama temannya. Sayangnya pekerjaan baru itu tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup untuk ia dan keempat anaknya. Dengan berat hati, Indra pun harus menitipkan dua anaknya kepada keluarga lain.

“Saya di rumah bersama anak pertama saya Cut Tasya dan anak ketiga Jasmine Az Zahra. Anak kedua saya Akbar Maulana ikut dengan oomnya di dekat Kuala Namu. Yang kecil Aisyah Almeer ikut dengan neneknya,” papar Indra.

Cut Tasya, Akbar Maulana dan Jasmine Az Zahra adalah anak dari pernikahan pertamanya dengan Syafridah. Pada tahun 2009, Indra yang kala itu masih bekerja di Konsulat AS menikahi Susi Triana dan dikaruniai seorang putri yang diberi nama Aisyah Almeer. Namun sayang, Aisyah harus ditinggal oleh ibunya pada tahun 2011 karena kanker usus.

Berbagai jalan sudah ditempuh Indra untuk memperoleh hak-haknya. Ia bahkan mengaku sudah meminta bantuan dari UNHCR. Kuasa hukum Indra, Parlindungan HC Tamba mengatakan bahwa Konsulat AS di Medan selalu mengelak ketika ditemui.

“Ada tiga kali kita berkunjung ke konsulat di Medan tapi mereka selalu bilang langsung diurus ke Jakarta saja (Kedubes AS),” kata Tamba. Hingga berita ini diturunkan, pihak Kedubes AS belum bisa dimintai konfirmasi.(INT)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/