JAKARTA -Setelah mengalami bencana letusan Gunung Sinabung sejak tahun 2010, akhirnya pemerintah Kabupaten Karo, Sumatera Utara membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho berharap, meski terlambat pembentukannya, BPBD Kabupaten Karo dapat bekerja maksimal menangani para korban bencana letusan Gunung Sinabung.
“Baru tiga hari lalu dibentuk dengan SK Gubernur.
Semoga bisa bekerja maksimal karena selama ini belum ada BPBD dan masih dikerjakan pemerintah daerah dan bimbingan pemerintah pusat,” ujar Sutopo usai jumpa pers di Jakarta, Sabtu, (18/1).
Sutopo berharap Pemkab Karo memanfaatkan sebaik-baiknya keberadaan BPBD. Badan baru ini juga diminta bekerja dengan melibatkan BPK dan BPKP dalam menggunakan dana penggunaan bencana.
Hal ini agar dapat dilaporkan secara transparan dan akuntabel pertanggungjawaban penggunaan dananya.
“Ini kan juga terkait politik. Terkadang baru dipilih personilnya, tahu-tahu dimutasi. Susah lagi, kita sudah latih untuk jadi personil BPBD yang profesional ternyata baru beberapa bulan diganti. Kami harapkan tidak ada mutasi-mutasi seperti itu,” ujar Sutopo.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah pusat beberapa kali mengeluhkan lambannya pemerintah Kabupaten Karo yang tidak juga membentuk BPBD. Akibatnya, koordinasi penanganan pengungsi menjadi tidak terkoordinir dengan baik.
Pantauan terakhir, Sabtu (18/1), aktivitas gunung api Sinabung yang masih tinggi sampai, membuat perpanjangan tanggap darurat terus dilakukan. Sejak erupsi pada Nopember tahun lalu, hingga saat ini telah terjadi enam kali penambahan rentang waktu perpanjangan hingga yang terakhir, yaitu hingga 25 Februari 2014.
Data yang diperoleh, masa tanggap darurat diberlakukan sejak 3 hingga 9 November 2013. Perpanjangan pertama, diberlakukan mulai tanggal 10 hingga 26 November 2013, kedua tanggal 17 sampai 23 November 2013, ketiga tanggal 24 November sampai 7 Desember 2013, keempat tanggal 8 hingga 21 Desember 2013, kelima tanggal 5 Januari sampai 18 Januari 2014, dan keenam tanggal 19 sampai 25 Januari 2014.
Kondisi gunung sehubungan aktivitasnya hingga Sabtu pukul 20.00 WIB, sesuai keterangan petugas Pos Pemantau Gunung Api (PPGA) Sinabung, Ahmad Nabawi, melalui telepon selularnya, masih tinggi. “Sampai malam ini, belum ada erupsi. Namun gempa vulkanik dan gempa guguran masih tinggi. Status masih berada di Level IV (Status Awas),” papar Ahmad.
Data yang diperoleh dari Media Center Posko Tanggap Darurat Penaggulangan Bencana Erupsi Sinabung. Jumlah pengungsi mencapai 27.671 jiwa terdiri dari 8.647 kepala keluarga (KK). Ditempatkan di 41 camp penampungan terpisah. Sebanyak 40 lokasi penampungan di Kabupaten Karo, dan satu berada Desa Telaga, Kabupaten Langkat.
“Saat ini perpanjangan tanggap darurat erupsi gunung api Sinabung diberlakukan satu pekan. Kita harapkan aktivitas gunung segera turun. Status yang ditetapkan pihak PPMBG masih berada di Level IV. Oleh karenannya diminta tidak ada aktivitas di zona berbahaya, radius 5 kilometer puncak kawah,” papar Koordinator Humas Media Center, Jhonson Tarigan.
Melihat kondisi itu, anggota Komisi 1 DPR RI yang juga caleg DPR dapil Sumut 1, Meutya Hafid, meminta pemerintah untuk segera menetapkan erupsi Gunung Sinabung sebagai bencana nasional.
“Kerugian material dialami warga, termasuk diantaranya lahan pertanian dan perkebunan yang rusak akibat debu vulkanik dan juga ternak yang tidak terawat karena pemiliknya harus mengungsi. Sedangkan kerugian moril yaitu belum adanya kepastian kapan pengungsi akan kembali ke rumah, dikhawatirkan membuat para pengungsi korban erupsi Sinabung mengalami depresi, “ ujarnya.
Meutya juga menekankan soal penanganan pengungsi yang harus maksimal. Pasalnya, jumlah pengungsi makin lama makin bertambah seiring makin banyaknya desa yang terkena dampak Sinabung.
“Jangan sampai para pengungsi terbengkalai,” sebut pimpinan Fraksi Partai Golkar ini.
Menurut dia, lokasi pengungsian kini telah penuh. Data terakhir, jumlah pengungsi sudah melebihi 25 ribu jiwa yang tersebar dalam 38 posko pengungsian. Dengan kondisi demikian, kesehatan para pengungsi bisa menurun.
“Bahkan saya mendengar beberapa korban Sinabung yang meninggal akibat buruknya pelayanan kesehatan di posko pengungsian. Saya meminta pemerintah agar lebih memperhatikan fasilitas kesehatan di posko pengungsian. Terutama memperhatikan kesehatan ibu, anak-anak dan orang tua,” sebutnya.
Selain itu, mantan wartawati yang pernah disandera di Iraq ini mengingatkan dampak psikologis yang dialami para pengungsi Sinabung.
“Ketika mereka pergi ke tempat pengungsian, mereka dalam keadaan panik, beberapa bahkan belum berani pulang ke rumah karena masih trauma dengan meletusnya Gunung Sinabung. Saya mengharapkan pemerintah juga melakukan pendampingan dengan menghadirkan psikolog untuk membantu mengurangi dampak psikologis tersebut,” ujarnya.
Terakhir, Meutya juga meminta pemerintah segera mengganti kerugian korban Sinabung. “November 2013 lalu, BNPB memberikan jaminan ganti rugi kepada korban Sinabung. Namun hingga saat ini, pemerintah baru akan memberikan jika Gunung Sinabung kembali normal. Saya meminta pemerintah untuk segera memberikan ganti rugi kepada para korban Sinabung,” katanya.
Pada Sabtu (18/1) pagi, Pangdam I/ Bukit Barisan Mayjen TNI Istu Hari S beserta rombongan meninjau sejumlah titik pengungsian menjelang kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 23-24 Januari. Dalam kunjungan itu Pangdam memberikan sejumlah bantuan kepada pengungsi.
Di lain pihak, kehadiran Presiden SBY dapat membawa angin segar dan kepastian nasib pengungsi ke depan.
“Harus ada sikap dan program tegas SBY pada soal dampak erupsi Sinabung. Ini penting dari hanya sekedar seremonial kunjungan yang terkadang contra produktif bagi masayarakat yang terkena imbas erupsi,” ujar Darma Lubis dari Source of Indonesia (SoI), Sabtu (18/1).
Kebijakan yang diiinginkan penduduk, sebut Darma, bagaimana pemerintah dapat meletakkan program padat karya yang terarah dan berkelanjutan. Karena jika acuan erupsi Sinabung diprediksi masih memakan waktu lebih lama, tentu agenda ini sangat urgen dilangsungkan.
“Memang sudah ada yang berlangsung, tetapi tidak berlanjut. Ini sangat penting agar roda ekonomi keluarga bisa tetap ada, yang dapat juga mempengaruhi mental penduduk yang sedang turun ini,” ujar Darma. (flo/jpnn/rbb/nng/adz/val)