26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pemko Harus Kaji Ulang Perizinan KFC

MEDAN – Pemerintah Kota (Pemko) Medan diminta untuk mengkaji ulang seluruh perizinan yang dimiliki gerai KFC. Pasalnya, restoran cepat saji itu tidak memiliki kajian analisis dampak lingkungan hidup (Amdal) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal)n
Penegasan ini disampaikan anggota Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangunsong kepada Sumut Pos, Minggu (26/1). Menurutnya, sesuai Undang-Undang Republik Indonesian
Nomor 32 Tahun 2009 ayat 5 yang menyebutkan setiap usaha atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memilik Amdal.

Politisi Demokrat ini menuturkan, perizinan lain dapat diberikan kepada para pelaku usaha seperti izin gangguan (HO), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin usaha pariwisata (IUP) apabila restoran tersebut sudah memiliki kajian Amdal. “Amdal itu proses perizinan dan kajian yang mendasar, jadi perizinan yang lain seharusnya tidak bisa dikeluarkan apabila tidak memiliki Amdal,” tegasnya.

Parlaungan menyayangkan tindakan Pemko Medan yang terkesan membiarkan serta lemahnya pengawasan terhadap pelaku usaha sehingga kejadian seperti ini bisa terulang kembali.

Dia tidak memungkiri dengan hadirnya KFC secara otomatis membuat pendapatan daerah menjadi meningkat, namun menurutnya aturan adalah aturan yang harus ditegakkan. “Aturan sudah ada dan bisa dijadikan pegangan untuk mengambil langkah tegas,” tandasnya.

Pengamat Lingkungan Jaya Arjuna mengatakan, Pemko Medan harus mengambil langkah tegas terhadap bangunan atau apapun yang tidak memiliki kajian Amdal.

Menurutnya KFC memiliki aktivitas yang amat berpotensi mencemari lingkungan akibat limbah yang tidak mampu dikelola dengan baik, seperti lemak-lemak ataupun kulit daging ayam. Apabila KFC tidak memiliki IPAL maka limbahnya itu akan dibuang ke saluran drainase dan akan mencemari lingkungan sekitar, maka dari itu Pemko Medan harus mengambil langkah tegas. “Lebih baik untuk sementara waktu operasional KFC dihentikan, sembari mengurus dan membuat IPAL tersendiri,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Lembaga Lintas Peristiwa Sumatera Utara (LLPSU), Muhammad Ali Harahap memaparkan di Sumatera Utara KFC memilik 85 gerai yang tersebar diberbagai daerah, baik yang berdiri sendiri maupun menumpang dengan gedung lain.

Menurutnya, kejadian ini sudah ada sejak tahun 2008 silam. Namun karena restoran siap saji tersebut milik investor asing, dimana menimbang dapat memberikan pendapatan daerah bagi Kota Medan sekaligus menyerap tenaga kerja, persoalan ini menjadi tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Permasalahan IPAL ini sudah berlangsung lama atau tepatnya sejak 2008 lalu. Akan tetapi tidak gampang untuk menutup gerai KFC karena banyak pertimbangan seperti aspek sosial dan sosiologi,” katanya.

Ali menegaskan, yang namanya aturan haruslah ditegakkan bahwa setiap pelanggaran haruslah ditindak. Apalagi persoalan seperti ini berdampak langsung terhadap lingkungan di sekitar pemukiman masyarakat. “Saya curiga KFC tidak menjalankan aturan yang sudah dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan, dan itu yang perlu kita cari tahu kebenarannya,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, BLH Medan akan melakukan pemeriksaan mengenai dokumen lingkungan hidup terhadap seluruh gerai KFC yang ada di Kota Medan dengan menurunkan tiga tim.

“Mulai hari Senin (27/1) tim akan terjun ke lapangan, untuk mengecek kebenaran laporan LPPSU tersebut. Kalau memang benar seperti itu maka pengusahanya akan kita berikan pembinaan,” kata Kepala BLH Medan, Arif Tri Nugroho kemarin.

Tepisah, General Affair PT. Fast Food Indonesia Tbk, Richad yang dihubungi via seluler enggan memberikan penjelasan ketika ditanya mengenai dokumen lingkungan hidup dari gerai KFC. “ Saya lagi cuti, nanti saja hari senin kita bicarakan, saya ada urusan keluarga,” katanya. (dik/ila)

MEDAN – Pemerintah Kota (Pemko) Medan diminta untuk mengkaji ulang seluruh perizinan yang dimiliki gerai KFC. Pasalnya, restoran cepat saji itu tidak memiliki kajian analisis dampak lingkungan hidup (Amdal) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal)n
Penegasan ini disampaikan anggota Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangunsong kepada Sumut Pos, Minggu (26/1). Menurutnya, sesuai Undang-Undang Republik Indonesian
Nomor 32 Tahun 2009 ayat 5 yang menyebutkan setiap usaha atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memilik Amdal.

Politisi Demokrat ini menuturkan, perizinan lain dapat diberikan kepada para pelaku usaha seperti izin gangguan (HO), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin usaha pariwisata (IUP) apabila restoran tersebut sudah memiliki kajian Amdal. “Amdal itu proses perizinan dan kajian yang mendasar, jadi perizinan yang lain seharusnya tidak bisa dikeluarkan apabila tidak memiliki Amdal,” tegasnya.

Parlaungan menyayangkan tindakan Pemko Medan yang terkesan membiarkan serta lemahnya pengawasan terhadap pelaku usaha sehingga kejadian seperti ini bisa terulang kembali.

Dia tidak memungkiri dengan hadirnya KFC secara otomatis membuat pendapatan daerah menjadi meningkat, namun menurutnya aturan adalah aturan yang harus ditegakkan. “Aturan sudah ada dan bisa dijadikan pegangan untuk mengambil langkah tegas,” tandasnya.

Pengamat Lingkungan Jaya Arjuna mengatakan, Pemko Medan harus mengambil langkah tegas terhadap bangunan atau apapun yang tidak memiliki kajian Amdal.

Menurutnya KFC memiliki aktivitas yang amat berpotensi mencemari lingkungan akibat limbah yang tidak mampu dikelola dengan baik, seperti lemak-lemak ataupun kulit daging ayam. Apabila KFC tidak memiliki IPAL maka limbahnya itu akan dibuang ke saluran drainase dan akan mencemari lingkungan sekitar, maka dari itu Pemko Medan harus mengambil langkah tegas. “Lebih baik untuk sementara waktu operasional KFC dihentikan, sembari mengurus dan membuat IPAL tersendiri,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Lembaga Lintas Peristiwa Sumatera Utara (LLPSU), Muhammad Ali Harahap memaparkan di Sumatera Utara KFC memilik 85 gerai yang tersebar diberbagai daerah, baik yang berdiri sendiri maupun menumpang dengan gedung lain.

Menurutnya, kejadian ini sudah ada sejak tahun 2008 silam. Namun karena restoran siap saji tersebut milik investor asing, dimana menimbang dapat memberikan pendapatan daerah bagi Kota Medan sekaligus menyerap tenaga kerja, persoalan ini menjadi tidak semudah membalikkan telapak tangan.

“Permasalahan IPAL ini sudah berlangsung lama atau tepatnya sejak 2008 lalu. Akan tetapi tidak gampang untuk menutup gerai KFC karena banyak pertimbangan seperti aspek sosial dan sosiologi,” katanya.

Ali menegaskan, yang namanya aturan haruslah ditegakkan bahwa setiap pelanggaran haruslah ditindak. Apalagi persoalan seperti ini berdampak langsung terhadap lingkungan di sekitar pemukiman masyarakat. “Saya curiga KFC tidak menjalankan aturan yang sudah dimiliki oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan, dan itu yang perlu kita cari tahu kebenarannya,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, BLH Medan akan melakukan pemeriksaan mengenai dokumen lingkungan hidup terhadap seluruh gerai KFC yang ada di Kota Medan dengan menurunkan tiga tim.

“Mulai hari Senin (27/1) tim akan terjun ke lapangan, untuk mengecek kebenaran laporan LPPSU tersebut. Kalau memang benar seperti itu maka pengusahanya akan kita berikan pembinaan,” kata Kepala BLH Medan, Arif Tri Nugroho kemarin.

Tepisah, General Affair PT. Fast Food Indonesia Tbk, Richad yang dihubungi via seluler enggan memberikan penjelasan ketika ditanya mengenai dokumen lingkungan hidup dari gerai KFC. “ Saya lagi cuti, nanti saja hari senin kita bicarakan, saya ada urusan keluarga,” katanya. (dik/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/