24.6 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Karo Jambi: Apa Salah Saya? Coba Tunjukkan…

Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti
Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Bupati Karo, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti menilai putusan Mahkamah Agung yang menerima pemakzulan dirinya sangat berlebihan. Krena itu, ia mengaku siap ‘melawan’ dengan melakukan upaya hukum bila putusan yang akan dijemput oleh DPRD Karo itu merugikan dirinya. “Saya akan lakukan langkah hukum bila MA memutuskan yang tidak benar,” tegasnya pada METRO KARO (grupJPNN), Senin (17/2) siang via ponsel.

Dalam perbincangan beberapa menit itu, awalnya Karo Jambi sempat emosi ketika dimintai tanggapannya mengenai putusan Mahkamah Agung itu. Bahkan ia sempat menuding sikap berlebihan yang ditunjukkan berbagai pihak, termasuk media massa beberapa hari belakangan ini telah berdampak pada aktifitas perekonomian rakyat di sentra perdagangan, khususnya di Berastagi.

“Datang saja ke pajak buah dan lihat, sudah sepi di sana karena pemberitaan-pemberitaan itu,” kesalnya. Kembali ke MA, Karo Jambi mengaku menghormati lembaga peradilan yang tak dapat diintervensi itu menelurkan keputusan yang benar.

Karena katanya, kalau keputusan MA bohong, institusi itu akan menemui hambatan dalam soal pertanggung jawaban kepada Presiden. “Kalau Mahkamah Agung bohong bagaimana pertanggung jawabannya kepada Presiden?” tanyanya.

Sikap ini ditunjukkan Karo Jambi karena ia yakin tak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan. Ia sendiri mengaku heran disebut-sebut telah melanggar aturan. “Saya tidak ada tanggapan atas masalah ini, karena saya tidak pernah ada lakukan kesalahan. Apa salah saya, coba tunjukkan?  Ibaratnya saya katakan kam mencuri ayam, mana buktinya. Begitu juga ini,” tandasnya.

Karo Jambi pun meminta semua pihak untuk tidak secara emosional memberikan penilaian lebih pada dirinya.  Karena saat ini ia mengaku tengah fokus untuk melakukan pembangunan di masyarakat, termasuk penanganan pengungsi. Harusnya, dengan berimbang hal ini dapat dilihat bijak.

Sebelumnya, dalam apel pagi di lingkungan Kantor Bupati Karo, Sekdakab Karo, dr Sabrina br Tarigan meminta semua PNS untuk tidak terpancing dengan isu-isu yang terjadi belakangan yang tidak jelas kebenarannya.

Sementara itu, dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, No register 1 P/KHS/2014, jenis permohonan K/KHS, Jenis Perkara TUN, Klasifikasi KHS, Tanggal Masuk 15 Januari 2014, Pemohon, Pimpinan DPRD Kabupaten Karo, Termohon Bupati Karo, Tim Yudisial C, Hakim P1, Dr. Irfan Fachruddin, SH.,CN, Hakim P2, H. Yulius, SH.,MH, Hakim P3, Imam Soebechi, H., DR., SH., MH, Panitera Pengganti, Subur MS, SH., MH, dengan Status Putus, Tanggal Putus, 13 Februari 2014, dengan Amar Putusan, Kabul Permohonan, menegaskan beberapa poin pelanggaran yang dilakukan Bupati Karo.

Di antaranya, keikutsertaan bupati dalam Yayasan Karo Jambi yang melanggar Pasal 28 butir b UU No 32 tahun 2004. Mengenai pengangkatan, penempatan dan pemindahan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di jajaran Pemkab Karo yang melanggar Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 junto Peraturan Pemerintah No 100 Tahun 2000. Membuat kesepakatan dengan pihak ketiga yang membebani rakyat tanpa persetujuan DPRD Karo, melanggar Pasal 28 huruf a UU No 32 tahun 2004.

 

PELENGSERAN BUPATI MASIH PANJANG

Seperti diketahui, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan pemakzulan Bupati Karo keluar, Kena Ukur Karo Jambi tidak otomatis lengser dan digantikan wakilnya. Masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan DPRD Karo. Langkah pertama yang harus dilakukan DPRD Karo setelah keluar putusan MA tertanggal 13 Februari adalah menggelar rapat paripurna. Tahapan ini diatur di PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah, Pasal 123 huruf d.

Bunyinya; Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah kepada Presiden.

Selanjutnya pasal 123 huruf (e) bunyinya:  Presiden wajib memproses usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah tersebut, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut. Dengan demikian, begitu nantinya DPRD sudah memutuskan pemberhentian bupati Karo, hasilnya harus disampaikan ke presiden melalui Mendagri Gamawan Fauzi. Dalam kasus pelengseran Bupati Garut Aceng Fikri, Gamawan mengatakan, proses administrasi sebelum keluar Kepres yang mengesahkan pelengseran bupati, memang diatur paling lama 30 hari.

Tapi, lanjutnya, pemerintah juga ingin cepat, kurang dari 30 hari, jika memang semua prosedur sudah sesuai aturan. “Sebenarnya proses ke kemendagi 30 hari. Kalau surat DPRD sudah sampai, dalam 30 hari kita menentukan sikap. Ya mudah-mudahan bisa 10 hari kalau sudah pasti,” begitu kata Gamawan dalam kasus Aceng Fikri. Meski tidak 10 hari, dalam kasus Aceng, Kepres pelengseran bupati yang nikah siri dan dalam sekejab menceraikannya lagi itu, sudah keluar dalam waktu 20 hari. MA mengabulkan permohonan PRD Garut untuk pelengseran Aceng pada 26 Desember 2012. Selanjutnya, DPRD Garut menggelar paripurna 1 Februari 2013. Pada 4 Februari 2013, keputusan paripurna disampaikan ke presiden melalui mendagri.

Lantas, Kepres pengesahan pelengseran Aceng diteken Presiden SBY pada 20 Februari 2013. Setelah Kepres pelengseran bupati Karo nantinya keluar, apakah wakilnya otomatis menjadi bupati definitif? Rupanya belum. Merujuk kasus Aceng, setelah Kepres pelengseran keluar, mendagri mengeluarkan SK pengangkatan wakil bupati menjadi pelaksana tugas (Plt) bupati. Begitu SK Mendagri sudah keluar, maka DPRD harus menggelar rapat paripurna lagi untuk menetapkan Plt Bupati itu sebagai bupati defintif. Nah, selanjutnya, hasil paripurna disampaikan ke mendagri. Tahapan berikutnya, mendagri mengeluarkan SK pelantikan Plt bupati menjadi bupati definitif. Selanjutnya, dilakukan pelantikan. (sam/nang/deo)

Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti
Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti

KABANJAHE, SUMUTPOS.CO – Bupati Karo, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti menilai putusan Mahkamah Agung yang menerima pemakzulan dirinya sangat berlebihan. Krena itu, ia mengaku siap ‘melawan’ dengan melakukan upaya hukum bila putusan yang akan dijemput oleh DPRD Karo itu merugikan dirinya. “Saya akan lakukan langkah hukum bila MA memutuskan yang tidak benar,” tegasnya pada METRO KARO (grupJPNN), Senin (17/2) siang via ponsel.

Dalam perbincangan beberapa menit itu, awalnya Karo Jambi sempat emosi ketika dimintai tanggapannya mengenai putusan Mahkamah Agung itu. Bahkan ia sempat menuding sikap berlebihan yang ditunjukkan berbagai pihak, termasuk media massa beberapa hari belakangan ini telah berdampak pada aktifitas perekonomian rakyat di sentra perdagangan, khususnya di Berastagi.

“Datang saja ke pajak buah dan lihat, sudah sepi di sana karena pemberitaan-pemberitaan itu,” kesalnya. Kembali ke MA, Karo Jambi mengaku menghormati lembaga peradilan yang tak dapat diintervensi itu menelurkan keputusan yang benar.

Karena katanya, kalau keputusan MA bohong, institusi itu akan menemui hambatan dalam soal pertanggung jawaban kepada Presiden. “Kalau Mahkamah Agung bohong bagaimana pertanggung jawabannya kepada Presiden?” tanyanya.

Sikap ini ditunjukkan Karo Jambi karena ia yakin tak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan. Ia sendiri mengaku heran disebut-sebut telah melanggar aturan. “Saya tidak ada tanggapan atas masalah ini, karena saya tidak pernah ada lakukan kesalahan. Apa salah saya, coba tunjukkan?  Ibaratnya saya katakan kam mencuri ayam, mana buktinya. Begitu juga ini,” tandasnya.

Karo Jambi pun meminta semua pihak untuk tidak secara emosional memberikan penilaian lebih pada dirinya.  Karena saat ini ia mengaku tengah fokus untuk melakukan pembangunan di masyarakat, termasuk penanganan pengungsi. Harusnya, dengan berimbang hal ini dapat dilihat bijak.

Sebelumnya, dalam apel pagi di lingkungan Kantor Bupati Karo, Sekdakab Karo, dr Sabrina br Tarigan meminta semua PNS untuk tidak terpancing dengan isu-isu yang terjadi belakangan yang tidak jelas kebenarannya.

Sementara itu, dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, No register 1 P/KHS/2014, jenis permohonan K/KHS, Jenis Perkara TUN, Klasifikasi KHS, Tanggal Masuk 15 Januari 2014, Pemohon, Pimpinan DPRD Kabupaten Karo, Termohon Bupati Karo, Tim Yudisial C, Hakim P1, Dr. Irfan Fachruddin, SH.,CN, Hakim P2, H. Yulius, SH.,MH, Hakim P3, Imam Soebechi, H., DR., SH., MH, Panitera Pengganti, Subur MS, SH., MH, dengan Status Putus, Tanggal Putus, 13 Februari 2014, dengan Amar Putusan, Kabul Permohonan, menegaskan beberapa poin pelanggaran yang dilakukan Bupati Karo.

Di antaranya, keikutsertaan bupati dalam Yayasan Karo Jambi yang melanggar Pasal 28 butir b UU No 32 tahun 2004. Mengenai pengangkatan, penempatan dan pemindahan PNS (Pegawai Negeri Sipil) di jajaran Pemkab Karo yang melanggar Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 junto Peraturan Pemerintah No 100 Tahun 2000. Membuat kesepakatan dengan pihak ketiga yang membebani rakyat tanpa persetujuan DPRD Karo, melanggar Pasal 28 huruf a UU No 32 tahun 2004.

 

PELENGSERAN BUPATI MASIH PANJANG

Seperti diketahui, pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan pemakzulan Bupati Karo keluar, Kena Ukur Karo Jambi tidak otomatis lengser dan digantikan wakilnya. Masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan DPRD Karo. Langkah pertama yang harus dilakukan DPRD Karo setelah keluar putusan MA tertanggal 13 Februari adalah menggelar rapat paripurna. Tahapan ini diatur di PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah, Pasal 123 huruf d.

Bunyinya; Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau tidak melaksanakan kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk memutuskan usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah kepada Presiden.

Selanjutnya pasal 123 huruf (e) bunyinya:  Presiden wajib memproses usul pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah tersebut, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD menyampaikan usul tersebut. Dengan demikian, begitu nantinya DPRD sudah memutuskan pemberhentian bupati Karo, hasilnya harus disampaikan ke presiden melalui Mendagri Gamawan Fauzi. Dalam kasus pelengseran Bupati Garut Aceng Fikri, Gamawan mengatakan, proses administrasi sebelum keluar Kepres yang mengesahkan pelengseran bupati, memang diatur paling lama 30 hari.

Tapi, lanjutnya, pemerintah juga ingin cepat, kurang dari 30 hari, jika memang semua prosedur sudah sesuai aturan. “Sebenarnya proses ke kemendagi 30 hari. Kalau surat DPRD sudah sampai, dalam 30 hari kita menentukan sikap. Ya mudah-mudahan bisa 10 hari kalau sudah pasti,” begitu kata Gamawan dalam kasus Aceng Fikri. Meski tidak 10 hari, dalam kasus Aceng, Kepres pelengseran bupati yang nikah siri dan dalam sekejab menceraikannya lagi itu, sudah keluar dalam waktu 20 hari. MA mengabulkan permohonan PRD Garut untuk pelengseran Aceng pada 26 Desember 2012. Selanjutnya, DPRD Garut menggelar paripurna 1 Februari 2013. Pada 4 Februari 2013, keputusan paripurna disampaikan ke presiden melalui mendagri.

Lantas, Kepres pengesahan pelengseran Aceng diteken Presiden SBY pada 20 Februari 2013. Setelah Kepres pelengseran bupati Karo nantinya keluar, apakah wakilnya otomatis menjadi bupati definitif? Rupanya belum. Merujuk kasus Aceng, setelah Kepres pelengseran keluar, mendagri mengeluarkan SK pengangkatan wakil bupati menjadi pelaksana tugas (Plt) bupati. Begitu SK Mendagri sudah keluar, maka DPRD harus menggelar rapat paripurna lagi untuk menetapkan Plt Bupati itu sebagai bupati defintif. Nah, selanjutnya, hasil paripurna disampaikan ke mendagri. Tahapan berikutnya, mendagri mengeluarkan SK pelantikan Plt bupati menjadi bupati definitif. Selanjutnya, dilakukan pelantikan. (sam/nang/deo)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/