MEDAN- Menindaklanjuti Undang-Undang (UU) No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia (BI) akhirnya mengedarkan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai 17 Agustus 2014 mendatang. Uang yang beredar saat ini pun akan ditarik perlahan hingga waktu belum ditentukan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IX Sumut-Aceh, Difi A Johansyah kepada wartawan, Jumat (14/3) mengatakan Indonesia akan menggunakan uang baru yang disebut NKRI.
Uang yang akan diedarkan ini memiliki perbedaan utama pada tanda tangan. Tanda tangan Gubernur dan Deputi Gubernur BI yang selama ini berada di mata uang akan diubah dan ditandatangani pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) dan Gubernur BI.
“Tidak ada perbedaan lain kecuali tandatangan saja. Perubahan ini berdasarkan Undang-Undang (UU) No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Pada Bab III pasal 5 poin D disebutkan tandatangan harus terdiri dari pihak pemerintah dan BI. Mengenai ketentuan peralihan terdapat pada Bab XI pasal 42 disebutkan mulai berlaku, dikeluarkan dan diedarkan pada 17 Agustus 2014,” katanya.
Sejalan dengan diedarkannya uang NKRI tersebut, lanjut dia, uang lama akan ditarik secara perlahan hingga akhirnya tidak beredar dan tidak berlaku lagi. Mengenai waktu penarikan hingga kapan, belum ditentukan BI Pusat. “Uang lama masih akan tetap berlaku hingga waktu belum ditentukan atau sampai jumlah uang NKRI sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat nantinya. Jadi masyarakat silahkan tetap menggunakan uang lama sebagai alat transaksi pembayaran,” jelasnya.
Ketika ditanyakan jumlah uang NKRI yang akan dicetak dan diedarkan pada 17 Agustus mendatang, Difi tidak mengetahui persis. Sebab sejauh ini tidak ada informasi persis dari BI Pusat terkait hal tersebut. “Saya tidak tahu persis. Yang pasti menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saja,” ucapnya.
Selain menerapkan UU Mata Uang, penerbitan uang NKRI ini juga diharapkan bisa mengurangi peredaran uang palsu (upal). Meski sekarang peredaran upal masih dalam level rendah termasuk di Sumut. “Biasanya kalau ada perubahan pada mata uang, tingkat upal juga menurun. Kami harap bisa begitu juga pada uang NKRI ini,” ujarnya.
Tidak hanya tandatangan, pada uang NKRI akan ada juga gambar tertentu yang menjadi penanda uang tersebut palsu atau asli. Selebihnya masih sama dengan uang sekarang. Jadi masyarakat masih bisa melihat perbedaan palsu atau asli dengan prinsip 3 D (diraba, dilihat, diterawang).
“Ada gambar yang hanya diketahui oleh Gubernur BI sebagai penanda uang itu asli. Tapi selain itu, desain uang NKRI sama dengan sebelumnya jadi masyarakat tetap bisa menerapkan prinsip 3 D,” terangnya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Medan (Unimed), M Ishak menilai percetakan uang NKRI ini bagus untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat yang terus menurun. Penurunan itu dapat dilihat dari kebanggaan ketika memiliki dollar.
“Begitu pegang dollar, orang akan sangat bangga dan memperlakukannya dengan baik. Sedangkan rupiah, seringkali dibuat hingga lusuh. Dengan pencantuman NKRI diperkirakan akan menimbulkan kembali rasa nasionalisme,” katanya.
Sementara mengenai tandatangan Menkeu yang dinilai sangat politis dan suatu saat bisa berganti, menurutnya tidak akan berdampak besar karena BI bersifat independen. Bahkan mencetak uang NKRI diperkirakan menguatkan nilai tukar rupiah kembali. “Kalau masyarakat bangga memiliki dan menggunakan rupiah maka nilai tukar rupiah akan menguat lagi. Hal seperti ini yang dilakukan negara-negara lain dengan membuat simbol negara dan berhasil mempertahankan rasa nasionalisme,” bebernya. (put/far)