BERASTAGI, SUMUTPOS.CO – DPRD Karo melakukan kesilapan saat menyampaikan berkas hasil paripurna untuk pemberhentian Kena Ukur Karo Jambi Surbakti dari jabatannya sebagai bupati Karo. Harusnya, berkas itu diserahkan terlebih dahulu ke gubernur Sumatera Utara (Gubsu) dan tidak langsung ke menteri dalam negeri (mendagri).
Menyadari itu, Ketua DPRD Karo berencana mengantarkan laporan tersebut ke Gubsu pada hari ini, Selasa (18/3). Sementara , keputusan yang sama telah diserahkan Tim DPRD Karo yang telah berangkat ke Kemendagri sebelumnya.
“Seharusnya memang demikian, prosedur mengutamakan berkas terlebih dahulu masuk ke gubsu. Mungkin DPRD Karo terlalu bersemangat dalam menyelesaikan tugas-tugasnya hingga melewati Medan langsung tembak Jakarta,” ujar Medi Juna Sembiring, aktivis Lentera Karo.
Medi pun memaklumi sikap DPRD Karo yang terkesan terlalu percaya diri. Psaalnya, pemakzulan ini baru pertama kali dilangsungkan di jagad politik Karo. “ Ini bukanlah terlalu esensial, hanya soal mana yang pertama harus menerima berkas saja. Namun, tentu ini tidak mengurangi makna dari isi tuntutan,” tambah Medi.
Molek br Ginting Laporkan Ketua DPRD Karo
Di sisi lain, Ketua DPRD Effendi Sinukaban SE sepertinya enggan berkomentar terkait dirinya dilaporkan Molek br Ginting ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) di Medan. Molek membuat laporan karena tidak senang namanya disebut-sebut dalam berkas pemakzulan Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi Surbakti.
Sinukaban mengakui hingga kemarin belum diperiksa Poldasu terkait laporan tersebut. “Sejauh ini belum,” singkatnya melalui SMS, Senin (17/3).
Sinukaban juga mengaku tidak tahu bahwa dia sudah dilaporkan terkait tindak pidana dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, baik secara tertulis maupun lisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 subs 315 dari KUH Pidana. “Saya belum menerima pemberitahuan tentang itu, jadi saya belum tahu,” tambahnya.
Terkait itu, kuasa hukum Molek br Ginting, M Yasir Silitonga mengatakan bahwa apa yang dilakukan oknum Ketua DPRD Karo tersebut merupakan fitnah. Secara psikologis seluruh keluarga merasa tertekan karena apa yang dituduhkan sama sekali tidak benar. “Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Jadi kita sangat mengharapkan agar pihak penyidik Poldasu segera menindaklanjuti laporan pengaduan klien kita itu,” jelas M Yasir Silitonga.
“Klien saya dituduh ada ‘main’ dengan Bupati Karo, sementara hubungan klien saya dengan Bupati Karo hanya sebatas pekerjaan dan dipercaya mengelola gudang,” tambahnya.
Sebagai informasi, karena tidak senang namanya disebut-sebut dalam pemakzulan Bupati Karo baru-baru ini, Molek br Ginting melaporkan ketua DPRD Karo Effendi Sinukaban ke Mapoldasu. Laporan pengaduan tersebut tertuang dalam STPL/323/III/2014 SPKT III tertanggal 13 Maret 2014.
Hindari Ribut, Tatib Pilwabup Karo Harus Matang
Sementar itu, selagi masih ada waktu, DPRD Karo diingatkan untuk merancang tata tertib (tatib) pemilihan wakil bupati Karo sejak sekarang. Meski dalam forum informal pilwabup belum jelas kapan akan dilakukan, persiapan penyusunan tatib dianggap sangat penting.
Pesan tersebut disampaikan Koordinator Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti. Menurut aktivis asal Mandiling Natal (Madina) yang lama berkiprah di Jakarta itu, tatib menjadi sangat penting lantaran aturan teknis pemilihan wakil kepala daerah yang dilakukan DPRD tidak diatur secara detil diatur di UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemda dan PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah.
Di aturan itu hanya disebutkan, apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan, maka kursi itu harus diisi.
Mekanisme pengisiannya, kepala daerah mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan.
“Undang-undang dan PP tidak mengatur secara detil. Maka DPRD Karo harus menyusun tatib secara matang. Tatib itu yang nantinya menjadi acuan agar tidak terjadi keributan,” ujar Ray kepada koran ini di Jakarta, kemarin (17/3).
Ray mengatakan hal tersebut berdasar kasus pemilihan wakil walikota Surabaya, November 2013. Proses terpilihnya Wisnu Sakti Buana sebagai wakil wali kota Surabaya itu, bahkan sempat menjadi sorotan nasional karena Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga sempat menyampaikan protes dan menjadi isu politik yang hangat.
Menurut Ray, kisruh seperti di Surabaya itu lantaran anggota DPRD setempat tidak membuat tatib yang jelas. Dijelaskan Ray, UU dan PP tidak mengatur teknis pemilihan karena pembuat UU dan penyusun PP ingin memberikan kewenangan penuh kepada DPRD untuk melakukan pemilihan. “Jika sudah ada yang terpilih satu nama dari dua nama yang diajukan partai pengusung, gak usah ribut-ribut soal sepele yang sifatnya administratif, misal kok ada yang belum tanda tangan, kok tanda tangannya menyusul, dan lain-lain. Itu tidak penting. Yang penting yang terpilih sosok yang bagus dan terpilih dengan prinsip one man one vote di DPRD,” ujar Ray. (nng/mar/smg/sam/rbb)