26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Premi Berbasis Risiko Untungkan Bank Besar

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menerapkan sistem premi diferensial (SPD) mulai 2015 mendapat respons positif dari kalangan perbankan. Bahkan, sistem pengenaan premi yang didasarkan pada kondisi setiap bank itu dinilai menguntungkan bank-bank dengan modal jumbo.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan, bank yang memiliki tingkat risiko yang kecil tentu saja dapat membayar premi LPS lebih murah. “Kami yakin kalau untuk perseroan kami (kebijakan SPD) bisa lebih positif,” ujarnya setelah acara pemberian donasi dan hasil penjualan sukuk ritel kepada UNICEF untuk mendukung program Pendidikan Ramah Anak kemarin (17/2).

Sebagaimana diketahui, dalam SPD itu, bank akan dikelompokkan menjadi lima kelompok. Besaran premi yang dibayarkan adalah mulai 0,15 persen per tahun untuk bank dengan skor terbaik hingga 0,35 persen per tahun untuk untuk kelompok bank dengan skor terendah. “Kami optimistis premi perseroan bisa turun ke 0,1 persen. Dan, memang seharusnya lebih bagus jika premi berjenjang,” tuturnya.

LPS membagi kriteria pengenaan premi menjadi dua, yakni kuantitatif dan kualitatif. Kriteria kuantitatif berupa rasio keuangan pokok bank yang mewakili aspek permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas. Kriteria kualitatif adalah tingkat kesehatan bank dan penilaian ketaatan.

Untuk rasio kecukupan modal (CAR), misalnya. Kelompok 1 adalah bank-bank dengan CAR lebih dari 17 persen. Kelompok 2 adalah dengan CAR 14″17 persen, kelompok 3 dengan 11″14 persen, kelompok 4 dengan CAR 8″11 persen, dan kelompok 5 merupakan bank-bank dengan rasio kecukupan modal yang kurang dari ambang toleransi 8 persen.

Berdasar biaya operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO), yang masuk kelompok 1 adalah bank-bank dengan BOPO kurang dari 65 persen. Lalu, kelompok 2 dengan BOPO 65″75 persen, kelompok 3 dengan 75″85 persen, dan kelompok 4 dengan 85″95 persen. Kelompok 5 adalah bank yang paling tidak efisien, yakni dengan BOPO lebih dari 95 persen.

Direktur Eksekutif Penjaminan dan Manajemen Risiko LPS Suharno Eliandy sebelumnya menuturkan, dengan adanya kebijakan tersebut, pihaknya mendorong perbankan untuk semakin sehat. “Jika semakin sehat, maka juga semakin sedikit membayar premi. Begitu pula sebaliknya,” paparnya. (gal/c18/sof)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menerapkan sistem premi diferensial (SPD) mulai 2015 mendapat respons positif dari kalangan perbankan. Bahkan, sistem pengenaan premi yang didasarkan pada kondisi setiap bank itu dinilai menguntungkan bank-bank dengan modal jumbo.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan, bank yang memiliki tingkat risiko yang kecil tentu saja dapat membayar premi LPS lebih murah. “Kami yakin kalau untuk perseroan kami (kebijakan SPD) bisa lebih positif,” ujarnya setelah acara pemberian donasi dan hasil penjualan sukuk ritel kepada UNICEF untuk mendukung program Pendidikan Ramah Anak kemarin (17/2).

Sebagaimana diketahui, dalam SPD itu, bank akan dikelompokkan menjadi lima kelompok. Besaran premi yang dibayarkan adalah mulai 0,15 persen per tahun untuk bank dengan skor terbaik hingga 0,35 persen per tahun untuk untuk kelompok bank dengan skor terendah. “Kami optimistis premi perseroan bisa turun ke 0,1 persen. Dan, memang seharusnya lebih bagus jika premi berjenjang,” tuturnya.

LPS membagi kriteria pengenaan premi menjadi dua, yakni kuantitatif dan kualitatif. Kriteria kuantitatif berupa rasio keuangan pokok bank yang mewakili aspek permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas. Kriteria kualitatif adalah tingkat kesehatan bank dan penilaian ketaatan.

Untuk rasio kecukupan modal (CAR), misalnya. Kelompok 1 adalah bank-bank dengan CAR lebih dari 17 persen. Kelompok 2 adalah dengan CAR 14″17 persen, kelompok 3 dengan 11″14 persen, kelompok 4 dengan CAR 8″11 persen, dan kelompok 5 merupakan bank-bank dengan rasio kecukupan modal yang kurang dari ambang toleransi 8 persen.

Berdasar biaya operasional berbanding pendapatan operasional (BOPO), yang masuk kelompok 1 adalah bank-bank dengan BOPO kurang dari 65 persen. Lalu, kelompok 2 dengan BOPO 65″75 persen, kelompok 3 dengan 75″85 persen, dan kelompok 4 dengan 85″95 persen. Kelompok 5 adalah bank yang paling tidak efisien, yakni dengan BOPO lebih dari 95 persen.

Direktur Eksekutif Penjaminan dan Manajemen Risiko LPS Suharno Eliandy sebelumnya menuturkan, dengan adanya kebijakan tersebut, pihaknya mendorong perbankan untuk semakin sehat. “Jika semakin sehat, maka juga semakin sedikit membayar premi. Begitu pula sebaliknya,” paparnya. (gal/c18/sof)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/