JAKARTA, SUMUTPOS,CO – Pesimisme atas prospek ekonomi Indonesia rupanya tergambar di benak pihak eksternal. Setelah lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings memproyeksi ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan tumbuh 5,3 persen, kali ini giliran Bank Dunia menyatakan proyeksi serupa.
Ekonom Utama dan Manajer Sektor Bank Dunia di Indonesia Jim Brumby mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksi ada di level 5,3 persen, melemah dibanding pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 5,8 persen. ‘Kecuali ekspor, kontribusi berbagai indikator ekonomi menunjukkan pelemahan,’ ujarnya dalam paparan Indonesia Economic Quarterly Report kemarin (18/3).
Dalam laporannya, Bank Dunia memproyeksi kontribusi konsumsi pada pertumbuhan ekonomi akan melemah dari 5,2 persen pada 2013 menjadi 4,8 persen. Lalu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi akan melemah dari 4,7 persen menjadi 4,5 persen. Adapun ekspor diprediksi tetap 5,3 persen. ‘Namun, kinerja ekspor ini akan tergerus oleh impor barang dan jasa yang tumbuh dari 1,2 persen menjadi 3,4 persen,’ katanya.
Menurut Brumby, konsumsi swasta yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia diproyeksi hanya akan mampu tumbuh 4,9 persen, tidak sekuat tahun lalu yang mencapai 5,3 persen. Bukankah ada potensi peningkatan konsumsi akibat belanja Pemilu” ‘Pemilu hanya memberi dorongan sementara (pada konsumsi),’ ucapnya.
Brumby menyebut, faktor utama yang melemahkan pertumbuhan konsumsi Indonesia adalah ketatnya kredit perbankan dan tingginya bunga kredit. Selain mengerem pertumbuhan konsumsi, hal itu juga berdampak pada melemahnya kegiatan investasi. ‘Pelemahan investasi juga disebabkan masih rendahnya harga komoditas di pasar internasional,’ ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Gunawan yang kemarin menjadi panelis dalam seminar Bank Dunia mengatakan, dirinya bisa memahami jika institusi internasional seperti Bank Dunia seringkali pesimistis melihat prospek ekonomi suatu negara. ‘Kebiasaannya memang seperti itu, karena itulah pemerintah ditantang untuk bisa lebih baik dari proyeksi Bank Dunia,’ katanya.
Menurut Anton, meski kontribusi ekspor akan melemah karena pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang belum pulih, namun tetap saja partner dagang utama Indonesia akan tumbuh 7 – 7,5 persen pada tahun ini. Dengan pertumbuhan itu, permintaan pada komoditas masih akan tinggi, sehingga Indonesia punya kesempatan cukup bagus untuk meningkatkan ekspor. Selain itu, harga komoditas juga akan mulai membaik. ‘Karena itu, kami proyeksi ekonomi akan tumbuh minimal 5,5 persen,’ ujarnya.
Jika dilihat, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi Bank Dunia dan Bank Danamon itu lebih rendah dari proyeksi pemerintah dalam APBN 2014 yang mematok target 6,0 persen. Angka tersebut juga lebih rendah dari proyeksi terbaru Bank Indonesia, yakni di kisaran 5,6 – 5,9 persen, dengan nilai tengah 5,7 persen. Itu merupakan revisi atas proyeksi sebelumnya yang di kisaran 5,8 – 6,2 persen.
Selain pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia juga menyorot tingginya beban subsidi BBM dalam APBN. Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, dengan harga minyak di kisaran USD 105 per barel, subsidi BBM tahun ini akan menembus angka Rp 267 triliun atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). ‘Kalau Indonesia ingin sehat, mau tidak mau haru segera mereformasi kebijakan subsidi dengan menaikkan harga BBM,’ ujarnya.
Menurut Diop, belanja subsidi BBM yang begitu besar sangat tidak produktif. Selain tidak tepat sasaran karena sebagian besar dinikmati oleh orang kaya pemilik mobil, harga BBM yang murah juga menjadi disinsentif bagi pengembangan diversifikasi energi, misalnya konversi ke gas. ‘Daripada ratusan triliun habis untuk subsidi BBM, akan jauh lebih produktif jika digunakan untuk pengembangan infrastruktur maupun pemberdayaan ekonomi rakyat,’ jelasnya.
Anton Gunawan menanggapi, idealnya harga BBM memang naik tahun ini untuk mengurangi beban APBN. Namun, dia realistis bahwa hal itu sulit dilakukan mengingat Tahun Pemilu. Selain itu, presiden baru yang nanti terpilih juga pasti tidak akan mau langsung menaikkan harga BBM. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah fokus dan serius mendorong konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), misalnya dimulai dengan seluruh angkutan umum. ‘Kalau itu bisa dilakukan, penghematan subsidinya sudah sangat besar. Sayangnya, selama ini pemerintah tidak pernah serius menjalankannya,’ katanya. (Owi)