JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan kasus polisi tembak polisi atau kasus polisi menembak atasannya bukanlah hal baru di Indonesia.
Tapi, kata dia, peristiwa penembakan terhadap AKBP Pamudji hingga tewas yang diduga dilakukan oleh seorang Brigadir di Polda Metro Jaya merupakan pukulan bagi korps kepolisian, khususnya Polda Metro.
“Sebab kasus penembakan itu terjadi saat Kapolda Metro Jaya dan jajarannya sedang melakukan acara pisah sambut antara Kapolda lama dengan Kapolda baru di Auditorium PTIK,” kata Neta dalam keterangan persnya, Rabu (19/3).
Selain itu, Neta menambahkan, kasus penembakan ini mencoreng atau mencederai situasi keamanan Jakarta yang sangat kondusif setelah tiga hari masa kampanye pemilu 2014.
Yang membuat tragis lagi, kata Neta, jika di tahun-tahun sebelumnya muncul tren aksi penembakan misterius terhadap polisi, kini yang terjadi adalah polisi menembak polisi.
“Kasus ini harus dituntaskan dengan cepat. Jika tidak dikhawatirkan akan menjadi tren, yakni anak buah yang emosional akan dengan gampang menembak atasannya,” papar Neta.
Menurutnya, belajar dari kasus ini Polri tampaknya harus kembali mengevaluasi penggunaan senjata api di jajaran bawahnya. Artinya, lanjut dia, tes psikologi secara reguler terhadap polisi pemegang senjata api harus dilakukan dengan serius.
“Tujuannya agar kasus polisi tembak atasanya tidak terulang, apalagi di Jakarta sebagai barometer kamtibmas di Indonesia,” ungkapnya.
Ia menambahkan, bagaimana pun kasus polisi tembak polisi ini menjadi pukulan psikologis bagi Kapolda baru.
Neta juga menyampaikan, para pimpinan Polri harus menyadari bahwa belakangan ini cukup banyak polisi yang terkena stres.
Menurutnya, tekanan tugas yang tinggi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta kerap membuat polisi tidak punya waktu luang, sementara penghasilan mereka sangat terbatas kerap memunculkan problem di rumah tangga.
Dia mengatakan, stres akibat tekanan psikologi yang berat itu kerap menimbulkan dua hal. Pertama, polisi gampang bunuh diri (trennya meningkat dari tahun ke tahun).
Kedua, polisi gampang kalap dan emosional serta gampang melepaskan tembakan, termasuk kepada rekannya atau atasannya.
“Kondisi ini perlu dicermati agar kasus polisi tembakan polisi atau polisi tembak atasan tidak terus berulang,” pungkasnya. (boy/jpnn)