MEDAN, SUMUTPOS.CO-Dikabulkannya kasasi Jaksa oleh hakim Mahkamah Agung (MA) atas perkara dugaan korupsi penyaluran dana TPAPD Tapsel 2005 sebesar Rp1,59 miliar yang menjerat Rahudman Harahap sewaktu menjabat Sekda Tapsel, menuai polemik. Pasalnya Hakim MA yang dikomandoi Artidjo Alkostar, membatalkan amar putusan Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang sebelumnya membebaskan Rahudman.
Bahkan, hakim MA memberatkan hukuman wali kota nonaktif itu menjadi lima tahun penjara, denda Rp200 juta dan subsider enam bulan kurungan. Rahudman juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp480,495 juta.
Mengenai putusan kasasi hakim MA tersebut, salah seorang hakim anggota Pengadilan Tipikor Medan yang menyidangkan perkara dugaan korupsi Rahudman Harahap buka suara. Hakim yang enggan namanya dikorankan ini mengaku dari fakta persidangan tidak ditemukan adanya keterlibatan Rahudman dalam perkara itu. Dia pun mempertanyakan apa pertimbangan hakim MA menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap Rahudman.
“Kalau kami dari fakta yang terungkap selama persidangan nggak nemui. Silahkanlah divonis sama MA bersalah, kalau memag ada dasarnya. Tapi apa pertimbangannya? Kita perlu tahu juga itu,” katanya.
Menurut hakim tersebut, selama persidangan di Pengadilan Tipikor Medan, tak satupun saksi yang dihadirkan jaksa memberatkan Rahudman. Bahkan dia mempertanyakan dasar pertimbangan hakim Artidjo Alkostar menjatuhkan hukuman tersebut. Menurutnya, hakim MA tidak mengetahui fakta persidangan, karena hanya memeriksa berkas saja.
“Ah sidangkan faktanya yang ada dari sekian banyak saksi yang diperiksa nggak ada yang ‘menghukum’ dia. Artijo nggak ikut sidang. Lha iyalah, kan dia gak ikut sidang tingkat pertama. Harus ada pertimbangan majelisnya yang menghukum itu dari mana? Saya nggak menyalahkan hakim MA, tapi ibarat baca komik, cuma baca akhirnya, nggak asyikkan. Yang asyik itu baca komik dari halaman depan dan seterusnya,” ucapnya.
Dia membantah bila disebut membela koruptor. Menurutnya, Pengadilan Tipikor tak harus menjatuhkan hukuman bersalah bila tidak ditemukan bukti-bukti keterlibatan terdakwa. “Kalau semua Pengadilan Tipikor menghukum tidak sesuai fakta yang ada, buat apa lagi? Mendingan dibubarkan saja Pengadilan Tipikor itu. Kalau di MA dia (RH) dihukum, ya nggak masalah. Itukan kewenangan dia. Tapi kan yang tahu fakta persidangan, dan menyidangkan perkaranya dari awal kan kami (Tipikor Medan). Kalian pun ikut melihat dan mengikuti sidangkan. Jadi bagaimana kita mau memvonis dia bersalah? Orang mata hati kita yang memutus perkaranya,” urainya.
Menurut dia, meskipun hakim MA menyatakan Rahudman bersalah, namun hal itu tidaklah menjadi evaluasi Pengadilan Tipikor Medan. Sebab, katanya, majelis hakim pengadilan tingkat pertama, sudah benar memberikan pertimbangan hukum dan menyatakan Rahudman bebas.
“Faktanya dari awal, sidang di PN Medan itu memang tidak ada ditemukan. Makanya diputus bebas. Jadi mentang-mentang Artidjo kenapa? Apa dia dewa maut? Makanya setiap putusannya dianggap benar? Dari sudut mana pertimbangan dia menjatuhkan vonis seperti itu? Saya bukannya membela ya, tapi putusan yang kami jatuhkan saat itu sudah benar. Kalau semua orang divonis bersalah, nggak perlu lagi Pengadilan lah. Memang dakwaan jaksa dan fakta persidangan tidak ditemukan keterlibatan dia (Rahudman),” bebernya.
Sebelumnya, ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Artidjo mengungkapkan alasan memberikan hukuman pada Rahudman. Dia menjelaskan dalam menangani perkara kasasi, hakim agung tidak mengacu kepada tuntutan, melainkan dakwaan. Nah, putusan kasasi menyatakan Rahudman terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dakwaan primair JPU, yakni melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 99 sebagaimana diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001 Jo. 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. “Pasal 2 ayat 1 UU tindak pidana korupsi, terbukti,” kata Artidjo. (far/rbb/val)