MEDAN-Pengamanan aset PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan menggusur dan merubuhkan sebanyak 357 bangunan di Jalan Gaharu mengundang keprihatinan, khususnya camat Medan Timur. Namun, ia mengaku tidak bisa bertindak apapun karena keputusan telah ditentukan.
“Kami juga serba sulit, masyarakat kita juga kasihan tapi mau bagaimana lagi,” ujar Camat Medan Timur Parulian Pasaribu kepada Sumut Pos, Jumat (23/5).
Ia mengaku, sebelumnya PT KAI sudah melakukan koordinasi dan pertemuan ke pihaknya. Namun, masyarakat memang masih terus bertahan di lokasi tersebut dikarenakan upah bongkar sebesar Rp200 ribu untuk bangunan nonpermanen dan Rp250 ribu untuk bangunan permanen diangkap tidak pantas.
“Kita mau membantu masyarakat pun, gimana karena kita gak punya anggaran, gak ada uang untuk itu. Rencana seperti apa yang akan kita lakukan juga belum ada kita bicarakan. Kami serba salah juga ini, bingung,” katanya.
Sementara itu, Warga lingkungan III, Kelurahan Sidodadi, Gaharu, C Simanjuntak (62) mengatakan ia sudah menempati rumah tersebut sejak tahun 1980 an dan bila pun harus digusur, ia sudah siap dengan syarat ongkos bongkar yang diberikan PT KAI harus pantas.
“Kalau maunya banyaklah, jangan Rp200 ribu, karena kitakan harus ngontrak dan pindah lagi. Itu pun belum tahu dimana mau ngontraknya,” katanya.
Lanjutnya, ia berharap pemerintah daerah dapat membantu ia dan rekan-rekannya. “Saya harap pemerintah mau bantu kita, karena kita di sini pun sudah sangat lama dan saya sendiri sudah tidak lagi bekerja. Mau dari mana uang buat ngontrak, tinggal di rumah saudara di Siantar, mereka pun kan sudah berkeluarga semua,” katanya.
Sebelumnya, Humas PT KAI Divre I Sumut, Jaka Jakarsih mengatakan, pihaknya berharap agar masyarakat yang menempati lahan tersebut dapat segera mengosongkan hingga batas waktu yang ditentukan, akhir Mei.
Lanjutnya, PT KAI akan memberikan upah bongkar sebesar Rp200 ribu untuk bangunan nonpermanen dan sebesar Rp250 ribu untuk bangunan permanen. “Tidak ada uang ganti rugi, karena warga yang bermukim di wilayah tersebut sudah dibiarkan untuk menetap hingga puluhan tahun tanpa dikenakan biaya sewa,” katanya.
Sementara, pemerintah Kota (Pemko) Medan siap menjadi meditor untuk melakukan mediasi antara warga dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan warga Jalan Gaharu.
“Ini kan persoalan persoalan perusahaan dan warga, asalkan itu tidak menyalahi aturan perusahaan persoalan penggusuran kita siap untuk melakukan mediasi,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin kepada wartawan di Balai Kota, Jumat (23/5).
Dikatakannya, Pemko Medan akan berada di antara PT KAI dan warga sehingga tidak berpihak kepada pihak manapun.
“Kita lihat bagaimana perkembangannya, persoalan ganti rugi lahan, saya berharap ini segera dapat dibicarakan secara musyawarah dan mufakat sehingga tidak terlalu berlanjut,” ungkapnya.
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan itu mengaku karena pertikaian terjadi di kawasan Medan Timur maka Camat setempat yang akan melakukan mediasi. “Nanti saya minta Camat untuk berbuat sesuatu,” tandasnya.
Ditemui terpisah, Asisten Umum Pemko Medan, Ikhwan Habibi Daulay mengatakan dirinya belum mengetahui persoalan antara warga dan PT KAI.
“Coba tanya Camat Medan Timur, mungkin dia lebih faham,” katanya di sela-sela kegiatan pameran pendidikan di Lapangan Merdeka.
Di tempat yang sama, Camat Medan Timur, Parulian Pasaribu mengatakan selama ini pihaknya sudah berupaya melakukan mediasi dengan PT KAI dan warga.
Akan tetapi usaha tersebut diakuinya tidak bejalan dengan baik karena belum menemukan titik temu. “Kita sudah berupaya melakukan mediasi hingga tiga kali, tapi memang tidak bisa mengasilkan titik temu, sebab menurut Direksi PT KAI mereka tidak bisa melakukan ganti rugi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jika dilakukan ganti rugi maka akan melanggar ketentuan perusahaan dan menjadi temuan.
PT KAI, lanjut dia, hanya bisa memberikan dana untuk membongkar bangunan, untuk bangunan permanen diberikan Rp250 ribu, sementara untuk bangunan semi permanen Rp200 ribu.
“Jadi ada sekitar 357 KK lagi yang mendiami kawasan itu, mereka tidak ada izin di sana, makanya tidak ada dasar untuk mengganti rugi, yang di sana pun yang menempati tinggal pensiunan dan anak karyawan PT KAI,” terangnya.
Disinggung kalau tidak ada upaya, maka apa yang akan dilakukan? Parulian mengatakan, kalau warga tidak menerima maka akan dilakukan penghancuran paksa. “Kalau warga tidak menerima, maka akan dihancurkan paksa,” tandasnya. (put/dik/azw)