JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jangan ragu-ragu lagi untuk memberhentikan atau menonaktifkan para menterinya yang terlibat aktif sebagai tim sukses (timses) calon presiden dan wakil presiden di pemilu presiden 2014.
Soalnya kata Ida, posisi sebagai menteri, sesuai sumpah dan janji jabatan, mereka bukanlah ‘pejabat part time’ melainkan pejabat ‘full time’ untuk membantu presiden mengkoordinasikan atau memimpin lembaga kementerian yang ditugaskannya.
“Mereka semua dibayar dengan uang rakyat, sehingga sungguh tidak tahu malu, tak tahu diri, jika memakan uang rakyat tapi tidak menjalankan tugas-tugas dimandatkan padanya,” kata Laode Ida, Kamis (5/6).
Presiden SBY menurut senator asal Sulawesi Tenggara itu, jika tidak mengambil sikap tegas, akan dinilai rakyat kian mempertontonkan pengelolaan negara yang tidak profesional di akhir masa tugasnya.
“Bangsa ini hanya akan menonton pidato teguran retorik SBY untuk para pembantunya yang dianggap remeh bagai angin lalu,” ujarnya.
Untuk kedua pasangan capres/cawapres, Ida mengingatkan seharusnya sudah mengantisipasi sejak awal untuk tidak memasukan para pembantu presiden SBY itu dalam timses mereka. Karena, tindakan seperti itu sebenarnya menurut Ida, praktek tidak etis dan bahkan memulai dengan ‘penyimpangan’ dalam pengelolaan pemerintahan.
“Belum jadi presiden saja sudah secara berani melakukan pelanggaran atau penyimpangan dalam penempatan personal di timnya, apalagi jika sudah jadi presiden. Mungkin saja akan jauh lebih sewenang-wenang. Dan, jika rakyat menyadari akan hal itu, maka sebenarnya keduanya sama-sama dianggap tidak layak jadi presiden di negara besar era reformasi ini,” tegas Ida.(fas/jpnn)
JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jangan ragu-ragu lagi untuk memberhentikan atau menonaktifkan para menterinya yang terlibat aktif sebagai tim sukses (timses) calon presiden dan wakil presiden di pemilu presiden 2014.
Soalnya kata Ida, posisi sebagai menteri, sesuai sumpah dan janji jabatan, mereka bukanlah ‘pejabat part time’ melainkan pejabat ‘full time’ untuk membantu presiden mengkoordinasikan atau memimpin lembaga kementerian yang ditugaskannya.
“Mereka semua dibayar dengan uang rakyat, sehingga sungguh tidak tahu malu, tak tahu diri, jika memakan uang rakyat tapi tidak menjalankan tugas-tugas dimandatkan padanya,” kata Laode Ida, Kamis (5/6).
Presiden SBY menurut senator asal Sulawesi Tenggara itu, jika tidak mengambil sikap tegas, akan dinilai rakyat kian mempertontonkan pengelolaan negara yang tidak profesional di akhir masa tugasnya.
“Bangsa ini hanya akan menonton pidato teguran retorik SBY untuk para pembantunya yang dianggap remeh bagai angin lalu,” ujarnya.
Untuk kedua pasangan capres/cawapres, Ida mengingatkan seharusnya sudah mengantisipasi sejak awal untuk tidak memasukan para pembantu presiden SBY itu dalam timses mereka. Karena, tindakan seperti itu sebenarnya menurut Ida, praktek tidak etis dan bahkan memulai dengan ‘penyimpangan’ dalam pengelolaan pemerintahan.
“Belum jadi presiden saja sudah secara berani melakukan pelanggaran atau penyimpangan dalam penempatan personal di timnya, apalagi jika sudah jadi presiden. Mungkin saja akan jauh lebih sewenang-wenang. Dan, jika rakyat menyadari akan hal itu, maka sebenarnya keduanya sama-sama dianggap tidak layak jadi presiden di negara besar era reformasi ini,” tegas Ida.(fas/jpnn)