26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Titik Terang Vaksin Malaria

Vaksin malaria-Ilustrasi
Vaksin malaria-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus memantau perkembangan penciptaan virus penyakit malaria. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, penelitian vaksin yang dilaksanakan di Amerika Serikat itu menggunakan media eksperimen tikus dan selanjutnya kepad kera.

Tjandra menjelaskan bila eksperimen pada kera itu berhasil seperti pada tikus, maka akan dimulai uji klinis fase 1 dalam 18 bulan mendatang. Kemudian dilanjutkan dengan fase uji klinik fase ke 2, ke 3, hingga ke 4 sebelum sampai dipasarkan.

“Penelitian ini menggunakan darah dan sample dari ratusan anak Tanzania,” katanya melalui keterangan tertulis kemarin. Seperti diketahui bahwa malaria disebabkan oleh parasit plasmodium malaria, yang disebabkan gigitan nyamuk anopheles.

Ketika nyamuk itu menggigit, maka parasit akan menyerang dan masuk ke sel darah emrah. Kemudian parasit akan merusak dan memecah keluar dari sel darah merah dan masuk ke sirkulasi di hati (hepar) si penderita. “Penyakitnya dapat semakin progresif sampai pasien mungkin meninggal dunia,” tandasnya.

Tjandra mengatakan peneliti dari National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat mengidentifikasi bahwa protein yang bernama dubbed PfSEA-1 merupakan protein yang dibutuhkan parasit malaria untuk keluar dari sel darah yang mereka serang.

Peneliti itu kemudian menemukan sejenis antibodi yang dikirim oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi tadi berfungsi sebagai perusak protein dubbed PfSEA-1. Ketika protein itu rusak dan kehilangan kemampuannya, maka penyakit malarianya akan terkunci di dalam sel darah merah dan berhenti proses merusaknya hingga ke hati.

Dia menuturkan masih perlu pembuktian lagi untuk memastikan penciptaan vaksin untuk menghambat protein dubbed PfSEA-1 itu. “Kalau ini berhasil, maka akan jadi penelitian besar dunia kedokteran dan untuk kehidupan manusia,” paparnya. Tjandra menegaskan kabar dari Amerika Serikat ini tentu menjadi terobosan dalam penangan malaria. Di Indonesia saja, malaria bahkan masih menjadi penyakit yang khas di daerah-daerah tertentu, seperti Papua dan Papua Barat. (wan)

Vaksin malaria-Ilustrasi
Vaksin malaria-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus memantau perkembangan penciptaan virus penyakit malaria. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, penelitian vaksin yang dilaksanakan di Amerika Serikat itu menggunakan media eksperimen tikus dan selanjutnya kepad kera.

Tjandra menjelaskan bila eksperimen pada kera itu berhasil seperti pada tikus, maka akan dimulai uji klinis fase 1 dalam 18 bulan mendatang. Kemudian dilanjutkan dengan fase uji klinik fase ke 2, ke 3, hingga ke 4 sebelum sampai dipasarkan.

“Penelitian ini menggunakan darah dan sample dari ratusan anak Tanzania,” katanya melalui keterangan tertulis kemarin. Seperti diketahui bahwa malaria disebabkan oleh parasit plasmodium malaria, yang disebabkan gigitan nyamuk anopheles.

Ketika nyamuk itu menggigit, maka parasit akan menyerang dan masuk ke sel darah emrah. Kemudian parasit akan merusak dan memecah keluar dari sel darah merah dan masuk ke sirkulasi di hati (hepar) si penderita. “Penyakitnya dapat semakin progresif sampai pasien mungkin meninggal dunia,” tandasnya.

Tjandra mengatakan peneliti dari National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat mengidentifikasi bahwa protein yang bernama dubbed PfSEA-1 merupakan protein yang dibutuhkan parasit malaria untuk keluar dari sel darah yang mereka serang.

Peneliti itu kemudian menemukan sejenis antibodi yang dikirim oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi tadi berfungsi sebagai perusak protein dubbed PfSEA-1. Ketika protein itu rusak dan kehilangan kemampuannya, maka penyakit malarianya akan terkunci di dalam sel darah merah dan berhenti proses merusaknya hingga ke hati.

Dia menuturkan masih perlu pembuktian lagi untuk memastikan penciptaan vaksin untuk menghambat protein dubbed PfSEA-1 itu. “Kalau ini berhasil, maka akan jadi penelitian besar dunia kedokteran dan untuk kehidupan manusia,” paparnya. Tjandra menegaskan kabar dari Amerika Serikat ini tentu menjadi terobosan dalam penangan malaria. Di Indonesia saja, malaria bahkan masih menjadi penyakit yang khas di daerah-daerah tertentu, seperti Papua dan Papua Barat. (wan)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/