Sebelum Tim Kejaksaan Agung turun ke USU, sepekan lalu, penyidik KPK sempat berniat memeriksa 16 rektor yang terkait dengan proyek perusahaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam laporan keuangan grup Permai milik Nazaruddin itu pula ditemukan adanya aliran uang ke Dekan farmasi USU Prof Dr Sumadio Hadisaputra.
Hanya saja langkah Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) itu sempat mendapat penolakan dari berbagai universitas. Paling keras menolak adalah pihak Universitas Udayana, Bali. Penyidikan itu bermula dari temuan dugaan sejumlah aliran dana dari perusahaan Nazaruddin ke sejumlah petinggi universitas negeri di berbagai tempat.
Aliran dana tersebut tercatat dalam laporan keuangan group Permai milik Muhammad Nazaruddin. Dalam dokumen yang diperoleh, sejumlah rektor, dekan, dan pejabat pembuat komitmen di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tercatat menerima aliran dari PT Anak Negeri yang merupakan perusahaan di bawah payung grup Permai milik Nazaruddin.
Dokumen yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Yulianis, mantan Direktur Keuangan PT Anak Negeri, terungkap bahwa PT Anak Negeri memenangkan proyek di sejumlah universitas. Dalam dokumen itu pula muncul deretan panjang daftar pihak yang diduga menerima dana dari perusahaan milik tersangka kasus korupsi Hambalang tersebut.
Di situ ada catatan keuangan untuk Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Sumadio Hadisaputra. Dalam dokumen tertulis laporan: “Biaya support u/ Calon PPK USU via Transfer ke Rek. Mandiri a/n Prof. Dr. Sumadio tgl 3-12-08 (Pengajuan Syarifah). Uang dr Kas Yuli dengan nilai Rp10 juta’’.
Dalam dokumen yang sama disebutkan, Rektor Universitas Mataram (Unram) menerima aliran dana dari PT Anak Negeri berdasarkan laporan keuangan tanggal 16 Desember 2008 yang dicatatkan: “Pengajuan Rosa tgl 16-12-08 u/ Rektor UNRAM (dr Kas Yuli) dengan nilai transaksi Rp25 juta.’’
Saat uang dikucurkan, Unram dipimpin oleh Prof Mansur Ma’sum. Di Unram, PT Anak Negeri diduga terlibat dalam pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unram. Rektor Universitas Riau juga masuk dalam daftar keuang PT Anak Negeri. Pada laporan tanggal 23 Januari 2008 tertulis: “Ganti Uang Pak Nasir untuk Entertain Dgn Rektor UNRI Proy.UNRI dengan total transaksi Rp23 juta’’. Saat itu Unri dipimpin oleh Prof Dr Ashaluddin Jalil.
Tercacat pula aliran dana diduga kepada rektor Universitas Sriwijaya (Unsri). Pada laporan tanggal 28 September 2007 tertulis: “Terima MDR KNG NNG qq Beli Dollar USD qq u/ Rektor Proy. UNSRI @ Rp. 9.185/USD. Nilai transaksi Rp.45.925.000’’. Kala itu Unsri dipimpin oleh Prof Dr Ir Zainal Ridho Djaffar.
Nama lain yang tercatat adalah Rektor Universitas Udhayana yang pada tanggal 30 Januari 2007 terekam memperoleh transaksi: “Biaya Support u/ Rektor Udayana dengan nilai Rp20 juta’’. Saat itu, Universitas Udayana dipimpin oleh Prof I Made Bakta, Sp.PD. Di samping itu, terdapat juga transaksi Rektor Universitas Airlangga pada tanggal 27 Agustus 2007. “RTGS BNI Rektor Unair Proy. Unair qq Cek Bank Agro PT. Anak Negeri No.263782 dengan nilai Rp100 juta’’. Kala itu Rektor Unair dijabat Prof Dr Fascihul Lisan.
Selain itu Rosa juga mencatat pengeluaran untuk mengatur sejumlah pejabat pembuat komitmen (PPK) di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dalam laporan keuangan PT AN tertulis: “Pengajuan Rosa tgl 16-12-08 u/ Ketua Panitia IPB, Ketua Panitia UNJ & Pimpro UNJ (dr Kas Yuli)’’. Total nilai transaksi mencapai Rp30 juta.
Pihak Kejaksaan Agung hingga akhir pekan lalu mengaku masih terus mendalami kasus dugaan korupsi dana yang bersumber dari APBN Tahun 2010, khususnya pos anggaran pendidikan tinggi (dikti) yang terjadi di USU.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana, penyidikan perlu dilakukan dengan teliti, guna menelusuri apakah ada kemungkinan tersangka lain dalam kasus ini, di luar dua nama pejabat di lingkungan USU yang sebelumnya telah ditetapkan.
‘’Sampai saat ini tim masih terus melakukan pendalaman. Kita berharap dalam waktu dekat ada informasi terbaru. Kalau memang ada keterlibatan pihak lain tentu Kejagung tetap menanganinya sesuai prosedur yang berlaku,’’ ujarnya. Tony menyatakan ada dua nama yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni PPK di Rektorat USU, yakni Abdul Hadi dan diduga Dekan Farmasi Prof Dr Sumadio Hadisaputra.
Kemarin, ketika dikonfirmasi ulang, Tony menyebutkan tim penyidik Kejagung masih di Medan. “Jangan-jangan tim masih berada di Medan. Karena sampai saat ini saya belum dapat informasi terbaru terkait perkembangan kasusnya,” ujar Tony saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta.
Saat coba kembali didesak agar Tony dapat memberi sedikit pernyataan, apakah ada tersangka lain selain dua nama yang ia kemukakan sebelumnya, lagi-lagi pria yang baru menjabat Kapuspenkum Kejagung, menggantikan Untung Setia Arimuladi ini, mengaku belum dapat berbicara banyak.
“Benar, saya belum dapat informasi terbaru. Jadi bagaimana saya bisa memberi keterangan terbaru. Kalau memang ada informasi, pasti secepatnya saya kabari,” katanya.
Tidak puas dengan jawaban Tony, Sumut Pos pun mencoba menghubungi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Widyo Pramono lewat telepon genggamnya. Langkah ini ditempuh karena diperkirakan tim yang turun ke Medan, merupakan penyidik yang berada di bawah Divisi Tindak Pidana Umum. “Maaf, saya sedang rapat,” katanya menjawab singkat.
Mendapati jawaban tersebut, Sumut Pos mengirimkan pertanyaan lewat SMS. Namun tidak ada jawaban. Demikian juga saat dihubungi kembali sesuai berbuka puasa, tetap tidak ada tanggapan.
Dugaan korupsi anggaran proyek Dikti 2010 di Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Farmasi USU ini menambah panjang deretan kasus korupsi di universitas negeri bergengsi tersebut. Dari informasi yang dihimpun Sumut Pos, ada dugaan korupsi dana hibah PT Pertamina ke USU senilai Rp4 miliar, dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) senilai Rp38 miliar lebih tahun 2010 yang disinyalir melibatkan para petinggi universitas.
Selain itu dugaan korupsi pembangunan hospital mini di Fakultas Keperawatan USU dari Rp1 miliar hanya terealisasi Rp800 juta, sisanya Rp200 juta digunakan biaya konsultan. Juga dugaan korupsi pengalihan aset negara berupa tanah dan rumah di kampus USU yang merugikan negara Rp25 miliar lebih.
Pihak Kejatisu sudah pernah menyelidiki dugaan korupsi Alkes Fakultas Kedokteran USU itu, namun hingga kini tak jelas ujungnya. Sementara kasus dugaan korupsi dana hibah dari PT Pertamina ke USU Rp4 miliar belum jelas tindak lanjutnya. Informasi terakhir, penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reskrimsus Poldasu mengaku segera memintai keterangan saksi ahli Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP. (bbs/gir/val/rbb)
‘Aliran’ Perusahaan Nazaruddin ke Petinggi Universitas
- Dekan Fakultas Farmasi USU Prof Dr Sumadio Hadisaputra
“Biaya support u/ Calon PPK USU via Transfer ke Rek. Mandiri a/n Prof. Dr. Sumadio tgl 3-12-08 (Pengajuan Syarifah). Uang dr Kas Yuli dengan nilai Rp10 juta”. - Rektor Unram Prof Mansur Ma’sum
“Pengajuan Rosa tgl 16-12-08 u/ Rektor UNRAM (dr Kas Yuli) dengan nilai transaksi Rp25 juta.” - Rektor Unri Prof Dr Ashaluddin Jalil
“Ganti Uang Pak Nasir untuk Entertain Dgn Rektor UNRI Proy.UNRI dengan total transaksi Rp23 juta”. - Rektor Unsri Prof Dr Ir Zainal Ridho Djaffar
“Terima MDR KNG NNG qq Beli Dollar USD qq u/ Rektor Proy. UNSRI @ Rp. 9.185/USD. Nilai transaksi Rp.45.925.000”. - Rektor Universitas Udhayana Prof I Made Bakta, Sp.PD
“Biaya Support u/ Rektor Udayana dengan nilai Rp20 juta”. - Rektor Unair Prof Dr Fascihul Lisan
“RTGS BNI Rektor Unair Proy. Unair qq Cek Bank Agro PT. Anak Negeri No.263782 dengan nilai Rp100 juta”.
Kasus Korupsi di USU yang Mengendap di Kejatisu & Poldasu
- Dana hibah PT Pertamina ke USU senilai Rp4 miliar
- Dugaan korupsi pengadaan alkes senilai Rp38 miliar lebih tahun 2010
- Dugaan korupsi pembangunan hospital mini di Fakultas Keperawatan
- Dugaan korupsi pengalihan aset negara berupa tanah dan rumah yang merugikan negara Rp25 miliar lebih.