KISARAN, SUMUTPOS.CO – Hancur sudah masa depan Melati, nama samaran. Bocah perempuan berusia 5 tahun itu menjadi korban pemerkosaan. Parahnya lagi, pemerkosaan itu dilakukan secara bergilir oleh 3 murid sekolah dasar (SD) berinisial EL (11), FE (10) dan FI (8).
Kelakuan edan anak bau kencur itu berlangsung di sebuah pos sekuriti salah satu SMP di Desa Sei Apung, Kabupaten Asahan, Senin (9/6) lalu. Kejadian itu terkuak setelah Melati mengeluhkan sakit pada kemaluannya saat mandi.
Kasus itu sudah dilaporkan ke Polres Asahan dengan Nomor STBL/639/VI/2014/ASH dan Nomor LP/646/VI/2014/SU/Res Ash tanggal 17 Juni lalu yang ditanda tangani Kanit III SPKT Polres Asahan Aiptu M Situngkir.
Permasalahan itu berlanjut ke proses hukum karena tidak adanya kesepakatan perdamaian antara keluarga korban dan ketiga pelaku.
Beredar kabar, keluarga korban meminta uang perdamaian Rp15 juta. Namun keluarga pelaku hanya mampu memberikan Rp500 ribu.
NR, orangtua Melati kepada Metro Asahan (grup POSMETRO MEDAN), Kamis (3/7) mengaku kecewa karena laporan keluarganya belum ditanggapi serius oleh pihak kepolisian.
Dia mengungkapkan, sebenarnya ketiga pelaku masih memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarganya, dan masih tetangga di daerah itu.
NR menceritakan, kejadian yang menimpa putri ketujuh dari delapan anaknya itu, saat dirinya sakit dan terbaring di rumah, yang hanya berjarak sekitar lima meter dan berbatas tembok dengan pos Satpam sekolah. Saat itu, putrinya bermain di luar rumah.
Sewaktu bermain-main, putrinya ditarik ketiga murid SD itu ke pos Satpam sekolah. Saat Melati ditarik, sebenarnya ia mencoba melawan. Hanya saja, bocah itu kalah kuat. Sebab ketiga pelaku jauh lebih besar.
Di dalam pos Satpam, ketiga pelaku menyetubuhi korban layaknya orang dewasa, secara bergantian. Setelah itu, ketiganya pergi dan membiarkan Melati pulang ke rumah.
Di rumah, Melati terlihat pucat dan ketakutan. Melihat itu, NR menanyai putrinya, tapi tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, dia menyuruh putrinya mandi di belakang rumah.
Saat putrinya dimandikan oleh abangnya, Melati mengeluh kelaminnya perih karena tersiram air. Mendengar pengakuan Melati, abangnya melaporkan kondisi itu ke ibunya.
NR kembali membujuk putrinya menceritakan apa yang dialami. Setelah terus dibujuk, akhirnya Melati mengakui EL, FE, dan FI telah menyetubuhinya.
Mendengar pengakuan Melati, NR terkejut dan berusaha bangkit dari tempat tidur, lalu membawa putrinya ke RSU Tanjungbalai.
Di rumah sakit, dokter jaga menyebutkan tidak terjadi apa-apa pada kelamin Melati. Tidak puas, NR membawa putrinya ke bidan desa. Menurut bidan desa, di kelamin Melati ada luka, sehingga ia terus meringis kesakitan.
“Setelah dari rumah bidan desa, kami melapor kepada kepala desa. Pak Kades sempat mencoba menjembatani upaya perdamaian, tapi tidak ada solusi,” kata NR.
Dia menambahkan, karena tidak ada solusi, keluarganya memutuskan membawa permasalahan itu ke Polres Asahan. Selanjutnya Melati dibawa ke RSUD HAMS Kisaran untuk divisum.
“Tapi setelah melapor dan visum, tidak ada perkembangan dan para pelaku belum ditangkap. Sekarang, putriku menjadi pendiam,” sebut NR.
Terpisah, Kepala Desa SL saat dihubungi mengaku sempat mengusahakan perdamaian antara keluarga korban dan keluarga ketiga pelaku yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Tapi upayanya kandas, karena tidak ada solusi.
“Keluarga korban meminta uang perdamaian Rp15 juta, sedangkan ketiga keluarga pelaku hanya mampu Rp500 ribu. Jadi tidak ada titik temu dan solusi,” katanya.
SL mengaku, permasalahan itu sudah diserahkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asahan. Tapi Ketua KPAI Asahan Alex Margolang membantah pengakuan SL.
Alex malah menuduh Kades SL menutupi permasalahan itu. Sebab saat mereka bertemu di Pesona Wisata Kecamatan Air Batu, SL mengaku persoalan itu sudah selesai.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Asahan AKP Dian Indra Prabudi saat dihubungi, mengaku belum mengetahui persis persoalan itu dan berjanji akan mengeceknya. (ilu/smg/bd)