Tingginya jumlah kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan rumah tinggal (backlog) di Indonesia belum terselesaikan. Ironisnya, jumlah itu akan semakin tinggi setiap tahunnya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Anton R. Santoso pun memperkirakan, tahun depan pasokan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) juga akan mengalami kekosongan. Kekosongan itu terjadi lantaran pengembang masih menunggu kepastian hukum.
Saat ini, penghentian subsidi bagi rumah tapak oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) memaksa pengembang menghentikan sementara pembelian lahan-lahan baru untuk mengembangan rumah bersubsidi. Dengan demikian, pasokan rumah hanya tersedia sampai akhir tahun ini saja.
“Pengembang hanya menghabiskan stok tanah yang mereka punya. Mereka belum mau investasi baru, membeli tanah untuk rumah bersubsidi,” kata Anton, Selasa (15/7).
Menurut Anton, para pengembang melakukan hal itu lantaran mereka merasa belum memiliki kejelasan hukum. Jika terlanjur membeli tanah untuk mengembangkan rumah bersubsidi, mereka tidak akan bisa mengembangkannya untuk hunian komersial. Padahal, lokasinya tidak memungkinkan untuk penjualan komersial.
Sejauh ini, Anton menambahkan, pembangunan rumah bersubsidi masih dilakukan. Namun, hanya pada lahan yang memang sudah dimiliki pengembang. “Pembangunan masih, kami masih punya stok tanah yang ada, tapi menghabiskan stok itu saja. Saya berpikir, tahun depan pasti ada pengurangan suplai ke pasar,” ujarnya. (bbs/ram)