26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bupati Tapteng Tersangka

Bonaran Situmeang, Bupati Tapteng.
Bonaran Situmeang, Bupati Tapteng.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janji untuk menjerat semua kepala daerah yang diduga menyuap Akil Mochtar. Setelah pada Juli 2014 Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitoh, gini giliran Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Raja Bonaran Situmeang ditetapkan sebagai tersangka.

Juru Bicara KPK, Johan Budi menjelaskan, penetapan Bonaran sebagai tersangka setelah KPK melakukan gelar perkara. “Setelah dilakukan gelar perkara, kemudian disimpulkan bahwa RBS selaku Bupati Tapanuli Tengah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar  Johan Budi dalam keterangan persnya di gedung KPK, Rabu (20/8).

Johan menambahkan, tim penyidik yang menangani perkara ini juga melakukan penggeledahan kantor Bupati Tapteng di Jalan Ferdinan Lumban Tobing, Tapteng dan juga rumah dinas bupati beralamat di Jalan MH Sitorus 64, Sibolga. Penggeledahan dilakukan kemarin mulai pukul 11.30 WIB dan hingga saat Johan memberikan keterangan, penggeledahan masih berlangsung.

Dijelaskan Johan, penetapan Bonaran sebagai tersangka merupakan pengembangan kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi yang menjerat Akil Mochtar.

Bonaran disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Nama Bonaran sudah muncul dalam dakwaan Akil Mochtar saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 20 Februari 2014. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Luki Dwi Nugroho, disebutkan mantan pengacara koruptor Anggodo Widjojo itu menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar.

Jaksa menyebut, meski Akil bukan anggota majelis hakim MK yang menangani sengketa pilkada Tapteng, namun uang itu diberitkan bertujuan agar MK menolak permohonan gugatan sengketa pilkada Tapteng. Diketahui, hakim yang menangani kasus Tapteng adalah Achmad Sodiki sebagai Ketua merangkap Anggota, Harjono dan H. Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai anggota.

Disebutkan dalam dakwaan untuk Akil, melalui Bakhtiar Ahmad Sibarani, Akil meminta uang pemulus kepada Bonaran sebesar Rp3 miliar. Akil meminta agar permintaannya itu dikirim ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat. Pada slip setoran, Akil meminta dituliskan  “angkutan batu bara” pada kolom.

Dibeberkan Jaksa Luki, pada pertengahan bulan Juni 2011, Bonaran Situmeang memberikan uang tunai Rp2 miliar kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk dikirim kepada Akil.

Selanjutnya Bakhtiar meminta bantuan Subur Efendi dan Hetbin Pasaribu untuk menyetorkan uang masing-masing sebanyak Rp900 ribu dengan total Rp1,8 miliar.

Saat memberikan keterangan sebagai saksi sidang Akil pada 10 April 2014, Bonaran membantah menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar. “Saya tidak pernah sama sekali. Dalam aturan kan tidak boleh kasih-kasih seperti itu,” bantah Bonaran saat menjawab pertanyaan Jaksa perihal pemberian uang itu.

Bonaran justru menyalahkan saksi lain, Hetbin Pasaribu yang mengaku telah diperintahkannya untuk mengambil uang Rp1 miliar dari bank BNI Rawamangun bersama Daniel Situmeang, ajudan Bonaran.

Bonaran menyebut Hetbin dan sejumlah orang yang mendesaknya agar memberikan uang pada Akil untuk pemenangan perkara sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di MK. Namun, ia mengklaim menolak desakan itu.

Dikonfirmasi kemarin, Bonaran yakin dirinya tidak bersalah dalam kasus tersebut. Bahkan, Bonaran mengaku tidak pernah menitipkan uang melalui seseorang kepada Akil, atau pun berutang kepada siapapun untuk kemudian uangnya diberikan kepada Akil untuk mengurus masalah sengketa Pilkada Tapteng itu. “Saya sudah pasti tidak pernah ketemu-kan. Saya juga tidak pernah kasih uang ke Akil Mochtar, atau kasih duit ke siapapun, ke siapapun, untuk mengurus perkara ini (Pilkada Tapteng) di MK. Oke, mungkin ke (melalui) orang lain. Ke orang lain pun saya tidak pernah kasih uang. Kenapa, ya karena memang saya tidak punya uang. Iya kan, sederhana saja,” papar Bonaran ketika diwawancara New Tapanuli (grup Sumut Pos) di sela kunjungannya ke Pantai Bosur Pandan, Tapteng, Rabu (20/8) petang.

“Saya tidak ada niat untuk melakukan itu. Kenapa, karena saya yakin menang di perkara itu,” tambahnya.

Bonaran juga tak gentar menghadapi proses hukum dugaan suap mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Tapteng. Bahkan, mantan pengacara Anggoro Widjojo itu menantang KPK untuk mengundang seluruh hakim panel MK yang memeriksa perkara tersebut untuk juga diperiksa. Termasuk Ketua MK saat itu Mahfud MD juga agar turut diperiksa KPK. “Kalau memang karena uang saya menang, batalkan saja (keputusan MK saat itu,Red),” tegas Bonaran.

Sebaliknya, jika KPK bisa membuktikan dirinya ada memberikan uang kepada Akil sehubungan dengan perkara Pilkada Tapteng, Bonaran siap ditahan. “Kalau disebutkan ada dua alat bukti yang didapati KPK, apa itu alat bukti yang berhubungan dengan penyuapan yang Rp1,8 miliar itu lho. Kalau ada orang yang mengaku-ngaku saya disuruh Bonaran, berarti saya ada kasih duitnya kepada dia. Atau saya berutang kepada orang lain, ada tidak saya berutang kepada orang lain untuk membayar itu. Tunjukkan saja,” tantang Bonaran.

Bupati berkumis tebal itu bahkan menantang KPK untuk membuka jumlah dan aliran uang pada rekening tabungannya kala itu. “Saya titipkan ke KPK, buka catatan rekening saya, ada tidak transakasi uang sejumlah itu saat itu. Dari pada saya menang karena menyuap, saya lebih pilih batalkan itu putusan MK,” kilahnya.

Sementara pasca ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap mantan Ketua MK Akil Muchtar terkait sengketa Pilkada Tapteng lalu, rumah dinas (rumdis) dan ruang kerja Bonaran selaku Bupati Tapteng digeledah penyidik KPK, Rabu (20/8). Tapi, dia malah bingung atas penggeledahan itu.

“Saya kaget ketika dapat informasi saya sudah ditetapkan tersangka. Kaget juga ketika ada petugas KPK yang datang ke rumah dinas dan kantor kerja saya untuk menggeledah. Tadinya saya pikir itu terkait kasus lain. Karena kasus Akil Muchtar saya sudah tak anggap lagi itu. Tapi tetap saya persilahkan,” ujar Bonaran.

Dia bahkan belum menerima surat apapun dari KPK terkait penggeledahan itu sebelumnya. “Saya juga bingung. Apa hubungannya KPK menggeledah rumah dinas dan kantor saya setelah saya menjabat Bupati. Ini kan perkara (sengketa Pilkada Tapteng di MK) sebelum saya jadi Bupati. Saya juga bukan calon incumbent saat itu. Kalau misalnya saya incumbent saat itu, barulah mungkin saya bisa suruh sekda atau kepala dinas untuk kumpuli uang untuk saya serahkan ke hakim MK saat itu. Tapi saat itu kan saya belum jadi bupati. Halaman rumah bupati pun saya belum kenal waktu itu. Apa hubungannyalah, saya juga bingung tadi,” timpalnya.(sam/gir/ms/smg/rbb)

Bonaran Situmeang, Bupati Tapteng.
Bonaran Situmeang, Bupati Tapteng.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepati janji untuk menjerat semua kepala daerah yang diduga menyuap Akil Mochtar. Setelah pada Juli 2014 Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitoh, gini giliran Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Raja Bonaran Situmeang ditetapkan sebagai tersangka.

Juru Bicara KPK, Johan Budi menjelaskan, penetapan Bonaran sebagai tersangka setelah KPK melakukan gelar perkara. “Setelah dilakukan gelar perkara, kemudian disimpulkan bahwa RBS selaku Bupati Tapanuli Tengah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar  Johan Budi dalam keterangan persnya di gedung KPK, Rabu (20/8).

Johan menambahkan, tim penyidik yang menangani perkara ini juga melakukan penggeledahan kantor Bupati Tapteng di Jalan Ferdinan Lumban Tobing, Tapteng dan juga rumah dinas bupati beralamat di Jalan MH Sitorus 64, Sibolga. Penggeledahan dilakukan kemarin mulai pukul 11.30 WIB dan hingga saat Johan memberikan keterangan, penggeledahan masih berlangsung.

Dijelaskan Johan, penetapan Bonaran sebagai tersangka merupakan pengembangan kasus suap sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi yang menjerat Akil Mochtar.

Bonaran disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Nama Bonaran sudah muncul dalam dakwaan Akil Mochtar saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 20 Februari 2014. Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Luki Dwi Nugroho, disebutkan mantan pengacara koruptor Anggodo Widjojo itu menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar.

Jaksa menyebut, meski Akil bukan anggota majelis hakim MK yang menangani sengketa pilkada Tapteng, namun uang itu diberitkan bertujuan agar MK menolak permohonan gugatan sengketa pilkada Tapteng. Diketahui, hakim yang menangani kasus Tapteng adalah Achmad Sodiki sebagai Ketua merangkap Anggota, Harjono dan H. Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai anggota.

Disebutkan dalam dakwaan untuk Akil, melalui Bakhtiar Ahmad Sibarani, Akil meminta uang pemulus kepada Bonaran sebesar Rp3 miliar. Akil meminta agar permintaannya itu dikirim ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat. Pada slip setoran, Akil meminta dituliskan  “angkutan batu bara” pada kolom.

Dibeberkan Jaksa Luki, pada pertengahan bulan Juni 2011, Bonaran Situmeang memberikan uang tunai Rp2 miliar kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani untuk dikirim kepada Akil.

Selanjutnya Bakhtiar meminta bantuan Subur Efendi dan Hetbin Pasaribu untuk menyetorkan uang masing-masing sebanyak Rp900 ribu dengan total Rp1,8 miliar.

Saat memberikan keterangan sebagai saksi sidang Akil pada 10 April 2014, Bonaran membantah menyuap Akil sebesar Rp1,8 miliar. “Saya tidak pernah sama sekali. Dalam aturan kan tidak boleh kasih-kasih seperti itu,” bantah Bonaran saat menjawab pertanyaan Jaksa perihal pemberian uang itu.

Bonaran justru menyalahkan saksi lain, Hetbin Pasaribu yang mengaku telah diperintahkannya untuk mengambil uang Rp1 miliar dari bank BNI Rawamangun bersama Daniel Situmeang, ajudan Bonaran.

Bonaran menyebut Hetbin dan sejumlah orang yang mendesaknya agar memberikan uang pada Akil untuk pemenangan perkara sengketa Pilkada Tapanuli Tengah di MK. Namun, ia mengklaim menolak desakan itu.

Dikonfirmasi kemarin, Bonaran yakin dirinya tidak bersalah dalam kasus tersebut. Bahkan, Bonaran mengaku tidak pernah menitipkan uang melalui seseorang kepada Akil, atau pun berutang kepada siapapun untuk kemudian uangnya diberikan kepada Akil untuk mengurus masalah sengketa Pilkada Tapteng itu. “Saya sudah pasti tidak pernah ketemu-kan. Saya juga tidak pernah kasih uang ke Akil Mochtar, atau kasih duit ke siapapun, ke siapapun, untuk mengurus perkara ini (Pilkada Tapteng) di MK. Oke, mungkin ke (melalui) orang lain. Ke orang lain pun saya tidak pernah kasih uang. Kenapa, ya karena memang saya tidak punya uang. Iya kan, sederhana saja,” papar Bonaran ketika diwawancara New Tapanuli (grup Sumut Pos) di sela kunjungannya ke Pantai Bosur Pandan, Tapteng, Rabu (20/8) petang.

“Saya tidak ada niat untuk melakukan itu. Kenapa, karena saya yakin menang di perkara itu,” tambahnya.

Bonaran juga tak gentar menghadapi proses hukum dugaan suap mantan Ketua MK Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Tapteng. Bahkan, mantan pengacara Anggoro Widjojo itu menantang KPK untuk mengundang seluruh hakim panel MK yang memeriksa perkara tersebut untuk juga diperiksa. Termasuk Ketua MK saat itu Mahfud MD juga agar turut diperiksa KPK. “Kalau memang karena uang saya menang, batalkan saja (keputusan MK saat itu,Red),” tegas Bonaran.

Sebaliknya, jika KPK bisa membuktikan dirinya ada memberikan uang kepada Akil sehubungan dengan perkara Pilkada Tapteng, Bonaran siap ditahan. “Kalau disebutkan ada dua alat bukti yang didapati KPK, apa itu alat bukti yang berhubungan dengan penyuapan yang Rp1,8 miliar itu lho. Kalau ada orang yang mengaku-ngaku saya disuruh Bonaran, berarti saya ada kasih duitnya kepada dia. Atau saya berutang kepada orang lain, ada tidak saya berutang kepada orang lain untuk membayar itu. Tunjukkan saja,” tantang Bonaran.

Bupati berkumis tebal itu bahkan menantang KPK untuk membuka jumlah dan aliran uang pada rekening tabungannya kala itu. “Saya titipkan ke KPK, buka catatan rekening saya, ada tidak transakasi uang sejumlah itu saat itu. Dari pada saya menang karena menyuap, saya lebih pilih batalkan itu putusan MK,” kilahnya.

Sementara pasca ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap mantan Ketua MK Akil Muchtar terkait sengketa Pilkada Tapteng lalu, rumah dinas (rumdis) dan ruang kerja Bonaran selaku Bupati Tapteng digeledah penyidik KPK, Rabu (20/8). Tapi, dia malah bingung atas penggeledahan itu.

“Saya kaget ketika dapat informasi saya sudah ditetapkan tersangka. Kaget juga ketika ada petugas KPK yang datang ke rumah dinas dan kantor kerja saya untuk menggeledah. Tadinya saya pikir itu terkait kasus lain. Karena kasus Akil Muchtar saya sudah tak anggap lagi itu. Tapi tetap saya persilahkan,” ujar Bonaran.

Dia bahkan belum menerima surat apapun dari KPK terkait penggeledahan itu sebelumnya. “Saya juga bingung. Apa hubungannya KPK menggeledah rumah dinas dan kantor saya setelah saya menjabat Bupati. Ini kan perkara (sengketa Pilkada Tapteng di MK) sebelum saya jadi Bupati. Saya juga bukan calon incumbent saat itu. Kalau misalnya saya incumbent saat itu, barulah mungkin saya bisa suruh sekda atau kepala dinas untuk kumpuli uang untuk saya serahkan ke hakim MK saat itu. Tapi saat itu kan saya belum jadi bupati. Halaman rumah bupati pun saya belum kenal waktu itu. Apa hubungannyalah, saya juga bingung tadi,” timpalnya.(sam/gir/ms/smg/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/