30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Korupsi di USU Disebut Terencana

Prof Ediwarman SH MHum
Prof Ediwarman SH MHum

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi di Universitas Sumatera Utara (USU) diduga telah terencana. Pasalnya, program permohonan dan pengajuan atas pengadaan barang-barang sudah jauh dilakukan sebelumnya. Termasuk yang terjadi di Departemen Etnomusikologi (Fakultas Sastra) dan Fakultas Farmasi.

“Dalam konteks dugaan korupsi di kedua lembaga itu, di mana  merupakan organ daripada universitas. Sebab Fakultas Farmasi dan Departeman  Etnomusikologi adalah bahagian dari USU. Apalagi  sebagai pimpinan tertinggi dari kedua lembaga itu adalah rektor. Karena rektor yang memiliki kontrol dan tetap bertanggung jawab atas hal dimaksud,” kata ahli hukum pidana, Prof Ediwarman SH MHum kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (28/8).

Menurut Edi, urusan terlibat atau tidaknya rektor di situ adalah urusan lain. Akan tetapi pada saat perencanaan, pengajuan permohonan dana, pelelangan/tender sampai pencairan, benang merah dari kebijakan dan tanggung jawab tetap datangnya atas instruksi pimpinan. “Kita harus melihat ini dari aspek pertanggungjawaban pidananya. Urusan dia menggunakan atau tidak itu nomor dua. Melihat dari aspek ini, jelas pimpinan tertinggi tidak terlepas,” ucapnya.

Ia mensinyalir bahwa praktik permainan atas pengadaan barang di dua fakultas itu sudah terencana. Karena jauh sebelumnya program tersebut sudah dibuat, diusulkan kemudian disetujui oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti). “Nah sekarang persoalannya adalah persetujuan dari Dikti itu apakah sudah sesuai dengan pengajuan sebelumnya?” kata Edi.

Terlepas dari adanya kejanggalan berupa spesifikasi barang dan harga, lanjutnya, tentu yang bertanggung jawab adalah rektor sebagai penguasa penuh anggaran. “Jadi ini yang saya maksud. Berdasarkan aspek hukum pidananya. Jadi saya bukan menuduh pada konteks lainnya. Namun pertanggungjawabaan pidana tetap pada pimpinan saat peristiwa itu terjadi,” tegas dia.

Semua fakta yang ada itu, sambung Ediwarman, berangkat dari temuan BPK atas laporan hasil pemeriksaan. Di mana pada konteks dugaan di dua fakultas tersebut. Seperti pada temuan pemeriksaan itu terdapat pekerjaan tiang pancang dan urugan tanah terhadap pembangunan gedung Fakultas Farmasi tidak sesuai kontrak sebesar Rp1.339.021.854,00. Pada TA 2010, USU melalui DIPA Nomor: 0512.0/999-06.1/2009 tanggal 7 Mei 2009 memperoleh alokasi anggaran BA 999-06 sebesar Rp46.156.579.000,00 yang digunakan untuk pekerjaan pembangunan gedung Fakultas Farmasi USU dan pengadaan alat kesehatan. Pun begitu yang terjadi di Departemen Etnomusikologi. Terdapat kejanggalan atas spesifikasi barang dan harga yang mengakibatkan kerugian negara Rp14 miliar lebih.

Kendati begitu, maksud sudah terencana menurut Ediwarman ialah program pengajuan permohonan yang jauh sebelumnya sudah dilakukan. “Memang benar di mana awalnya tidak ada niat berbuat korupsi. Apalagi proyek ini kan sudah direncanakan jauh sebelumnya. Namun dari apa yang diajukan ternyata tidak sesuai dengan bestek, di situlah korupsinya,” sebutnya.

Oleh karenanya kata Edi, walaupun tidak terencana namun jauh-jauh hari proyek ini sudah direncanakan. Kemudian di pertengahan jalan terdapat kejanggalan atau permainan Dan, secara aspek hukum, sebut dia, pimpinan tertinggilah yang bertanggung jawab. “Pertanggungjawaban pidana tetap tidak terlepas. Apalagi ini bantuan proyek Dikti yang diperuntukkan ke USU. Siapa pimpinan USU saat bantuan itu ada atau saat perencanaan itu dibuat? Dialah yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Atas nama rektorat, Humas USU Bisru Hafi mengatakan, sepenuhnya pihaknya telah menyerahkan permasalahan ini kepada Kejagung. Termasuk proses pemeriksaan dan tindak lanjut atas pemeriksaan tersebut.

“Sesuai pernyataan Bapak Rektor beberapa waktu lalu, bahwa semua permasalahan ini kami serahkan kepada penegak hukum. Artinya dalam hal ini sedang proses pemeriksaan dan tindak lanjut dari Kejagung,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos tadi malam.

Menurut Bisru hal itu merupakan program lanjutan dari rektor sebelumnya yakni Chairuddin P Lubis (CPL). Namun lantaran sudah masuk ke ranah hukum dan telah ditangani Kejagung, pihaknya mengembalikkan segala penilaian dan tanggapan kepada lembaga tersebut. Bisru enggan menjawab saat disinggung apakah kasus ini terjadi di era kepemimpinan CPL, di mana sesuai temuan BPK RI bahwa kasus ini terjadi pada tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010, di mana CPL masih menjabat kala itu. Pun, soal komentar CPL ke Syahril belum lama ini terkait pelaksanaan terjadi di eranya, jawaban Bisru normatif.

“Secara institusi setiap pimpinanlah yang bertanggung jawab. Tetapi kan  persoalan pertangggungjawaban sedang dalam proses pemeriksaan Kejagung. Maka hal ini telah jadi tanggung jawab hukum, bukan pimpinan. Maka dari itu biarlah penegak hukum yang memprosesnya. Dan saya kira Pak Rektor kan sudah memberi jawaban atas apa yang terjadi saat ini,” jelasnya.

Terpisah, CPL mengakui bahwa semua proposal permohonan yang diajukan ke Dikti atas tanda tangannya. “Di zaman saya pastilah saya yang menandatangani. Tapi pada saat pelaksanaan tahun 2010 saya kan sudah pensiun. Tanya saja ke humas untuk lebih jelasnya,” ujarnya melalui sambungan telepon.

CPL yang mengaku sedang berada di Palembang menambahkan, juga mengetahui yang terjadi di Departemen Etnomusikologi dan Fakultas Farmasi. Tetapi anehnya, ketika ditanya perihal tiang pancang dan urugan tanah di Fakultas Farmasi dari temuan BPK itu, ia justru bilang tidak tahu dengan membuang “bola panas” kepada bawahannya. “Soal itu saya tidak ingat. Karena dulu yang melelang di bawah wewenang Pembantu Rektor (PR) V dan urusan pembayaran dibawah PR II. Kalau sekarang ini saya tidak tahu lagi apa sama atau tidak mekanismenya,” kilah pria yang menjabat selama 3 periode di USU ini. “Zaman saya tidak boleh melelangkan termasuk dengan pembayaran. Jadi hal itu dibedakan. Kalau pertanggungjawaban perihal pelelangan ataupun pembayaran bukan wewenang rektor. Tergantung fakultas masing-masing. Namun untuk pengajuan permohonan saya yang meneken karena akan dikirimkan ke Jakarta,” lanjutnya.

“Kalau semua saya urus termasuk pembuatan kurikulum, program studi atau mencari dana menyekolahkan orang, kapan lagi majunya USU itu,” tambahnya lagi. (prn/rbb)

Prof Ediwarman SH MHum
Prof Ediwarman SH MHum

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan korupsi di Universitas Sumatera Utara (USU) diduga telah terencana. Pasalnya, program permohonan dan pengajuan atas pengadaan barang-barang sudah jauh dilakukan sebelumnya. Termasuk yang terjadi di Departemen Etnomusikologi (Fakultas Sastra) dan Fakultas Farmasi.

“Dalam konteks dugaan korupsi di kedua lembaga itu, di mana  merupakan organ daripada universitas. Sebab Fakultas Farmasi dan Departeman  Etnomusikologi adalah bahagian dari USU. Apalagi  sebagai pimpinan tertinggi dari kedua lembaga itu adalah rektor. Karena rektor yang memiliki kontrol dan tetap bertanggung jawab atas hal dimaksud,” kata ahli hukum pidana, Prof Ediwarman SH MHum kepada Sumut Pos di Medan, Kamis (28/8).

Menurut Edi, urusan terlibat atau tidaknya rektor di situ adalah urusan lain. Akan tetapi pada saat perencanaan, pengajuan permohonan dana, pelelangan/tender sampai pencairan, benang merah dari kebijakan dan tanggung jawab tetap datangnya atas instruksi pimpinan. “Kita harus melihat ini dari aspek pertanggungjawaban pidananya. Urusan dia menggunakan atau tidak itu nomor dua. Melihat dari aspek ini, jelas pimpinan tertinggi tidak terlepas,” ucapnya.

Ia mensinyalir bahwa praktik permainan atas pengadaan barang di dua fakultas itu sudah terencana. Karena jauh sebelumnya program tersebut sudah dibuat, diusulkan kemudian disetujui oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti). “Nah sekarang persoalannya adalah persetujuan dari Dikti itu apakah sudah sesuai dengan pengajuan sebelumnya?” kata Edi.

Terlepas dari adanya kejanggalan berupa spesifikasi barang dan harga, lanjutnya, tentu yang bertanggung jawab adalah rektor sebagai penguasa penuh anggaran. “Jadi ini yang saya maksud. Berdasarkan aspek hukum pidananya. Jadi saya bukan menuduh pada konteks lainnya. Namun pertanggungjawabaan pidana tetap pada pimpinan saat peristiwa itu terjadi,” tegas dia.

Semua fakta yang ada itu, sambung Ediwarman, berangkat dari temuan BPK atas laporan hasil pemeriksaan. Di mana pada konteks dugaan di dua fakultas tersebut. Seperti pada temuan pemeriksaan itu terdapat pekerjaan tiang pancang dan urugan tanah terhadap pembangunan gedung Fakultas Farmasi tidak sesuai kontrak sebesar Rp1.339.021.854,00. Pada TA 2010, USU melalui DIPA Nomor: 0512.0/999-06.1/2009 tanggal 7 Mei 2009 memperoleh alokasi anggaran BA 999-06 sebesar Rp46.156.579.000,00 yang digunakan untuk pekerjaan pembangunan gedung Fakultas Farmasi USU dan pengadaan alat kesehatan. Pun begitu yang terjadi di Departemen Etnomusikologi. Terdapat kejanggalan atas spesifikasi barang dan harga yang mengakibatkan kerugian negara Rp14 miliar lebih.

Kendati begitu, maksud sudah terencana menurut Ediwarman ialah program pengajuan permohonan yang jauh sebelumnya sudah dilakukan. “Memang benar di mana awalnya tidak ada niat berbuat korupsi. Apalagi proyek ini kan sudah direncanakan jauh sebelumnya. Namun dari apa yang diajukan ternyata tidak sesuai dengan bestek, di situlah korupsinya,” sebutnya.

Oleh karenanya kata Edi, walaupun tidak terencana namun jauh-jauh hari proyek ini sudah direncanakan. Kemudian di pertengahan jalan terdapat kejanggalan atau permainan Dan, secara aspek hukum, sebut dia, pimpinan tertinggilah yang bertanggung jawab. “Pertanggungjawaban pidana tetap tidak terlepas. Apalagi ini bantuan proyek Dikti yang diperuntukkan ke USU. Siapa pimpinan USU saat bantuan itu ada atau saat perencanaan itu dibuat? Dialah yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Atas nama rektorat, Humas USU Bisru Hafi mengatakan, sepenuhnya pihaknya telah menyerahkan permasalahan ini kepada Kejagung. Termasuk proses pemeriksaan dan tindak lanjut atas pemeriksaan tersebut.

“Sesuai pernyataan Bapak Rektor beberapa waktu lalu, bahwa semua permasalahan ini kami serahkan kepada penegak hukum. Artinya dalam hal ini sedang proses pemeriksaan dan tindak lanjut dari Kejagung,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos tadi malam.

Menurut Bisru hal itu merupakan program lanjutan dari rektor sebelumnya yakni Chairuddin P Lubis (CPL). Namun lantaran sudah masuk ke ranah hukum dan telah ditangani Kejagung, pihaknya mengembalikkan segala penilaian dan tanggapan kepada lembaga tersebut. Bisru enggan menjawab saat disinggung apakah kasus ini terjadi di era kepemimpinan CPL, di mana sesuai temuan BPK RI bahwa kasus ini terjadi pada tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010, di mana CPL masih menjabat kala itu. Pun, soal komentar CPL ke Syahril belum lama ini terkait pelaksanaan terjadi di eranya, jawaban Bisru normatif.

“Secara institusi setiap pimpinanlah yang bertanggung jawab. Tetapi kan  persoalan pertangggungjawaban sedang dalam proses pemeriksaan Kejagung. Maka hal ini telah jadi tanggung jawab hukum, bukan pimpinan. Maka dari itu biarlah penegak hukum yang memprosesnya. Dan saya kira Pak Rektor kan sudah memberi jawaban atas apa yang terjadi saat ini,” jelasnya.

Terpisah, CPL mengakui bahwa semua proposal permohonan yang diajukan ke Dikti atas tanda tangannya. “Di zaman saya pastilah saya yang menandatangani. Tapi pada saat pelaksanaan tahun 2010 saya kan sudah pensiun. Tanya saja ke humas untuk lebih jelasnya,” ujarnya melalui sambungan telepon.

CPL yang mengaku sedang berada di Palembang menambahkan, juga mengetahui yang terjadi di Departemen Etnomusikologi dan Fakultas Farmasi. Tetapi anehnya, ketika ditanya perihal tiang pancang dan urugan tanah di Fakultas Farmasi dari temuan BPK itu, ia justru bilang tidak tahu dengan membuang “bola panas” kepada bawahannya. “Soal itu saya tidak ingat. Karena dulu yang melelang di bawah wewenang Pembantu Rektor (PR) V dan urusan pembayaran dibawah PR II. Kalau sekarang ini saya tidak tahu lagi apa sama atau tidak mekanismenya,” kilah pria yang menjabat selama 3 periode di USU ini. “Zaman saya tidak boleh melelangkan termasuk dengan pembayaran. Jadi hal itu dibedakan. Kalau pertanggungjawaban perihal pelelangan ataupun pembayaran bukan wewenang rektor. Tergantung fakultas masing-masing. Namun untuk pengajuan permohonan saya yang meneken karena akan dikirimkan ke Jakarta,” lanjutnya.

“Kalau semua saya urus termasuk pembuatan kurikulum, program studi atau mencari dana menyekolahkan orang, kapan lagi majunya USU itu,” tambahnya lagi. (prn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/