PDI Perjuangan tidak terima dengan keputusan Sidang Paripurna DPR terkait pengesahan RUU Pemilihan Kepala Daerah yang memutuskan bahwa pilkada dilakukan secara tidak langsung atau melalui DPRD.
Oleh karenanya, PDIP akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. “Jalan MK akan kita tempuh.
Drama Paripurna,” kata politisi PDIP Aria Bima, Sabtu (27/9). Aria mengungkapkan PDIP akan mengajukan gugatan ke MK setelah UU Pilkada dinyatakan berlaku. “30 hari berlaku baru bisa digugat,” ujarnya.
Untuk memuluskan pengajuan gugatan ke MK Aria menyatakan PDIP akan mempersiapkan pengacara yang ahli dalam persoalan Tata Negara. Selain itu, PDIP akan mengumpulkan pendukung untuk memperkuat argumentasi mereka soal pilkada langsung.
“Mencarikan para pendukung-pendukung kita yang punya argumentasi cukup kuat untuk yakinkan MK bahwa pilkada langsung sudah tepat, meski kita sadari di situ masih banyak kekurangan yang kita sadari,” ucapnya.
Begitu disinggung apakah kekalahan usulan PDIP terkait pengesahan RUU Pilkada dalam Sidang Paripurna karena kurang lobi-lobi politik, Aria membantahnya.
“Ini kan bukan persoalan PDI Perjuangan, Gerindra, Demokrat, Golkar atau Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, tapi menurut kami subtansi berdemokrasi kita lebih ke persoalan yang di atas perlobian,” tuturnya.
Aria mengungkapkan PDIP akan menerima apapun keputusan MK nantinya terkait gugatan menyangkut UU Pilkada. “Kami hargai putusan MK,” tandasnya.
Pun begitu, Aria Bima mengatakan jika nantinya gugatan di MK dinyatakan kalah, maka pihaknya siap untuk membuat monumen. Menurutnya, monumen tersebut merupakan simbol pencabutan hak
politik masyarakat. “Monumen terhadap pencabutan hak-hak politik masyarakat,” ucapnya.
Drama Demokrat Terungkap
Sandiwara politik yang dimainkan Partai Demokrat makin sulit ditutup-tutupi. Fakta adanya skenario Demokrat yang berpura-pura mendukung opsi RUU pilkada langsung, namun sejatinya membuka jalan bagi ditetapkannya UU pilkada oleh DPRD, satu per satu dibeber.
Jika sebelumnya Jubir Demokrat Ruhut Sitompul menyebut bahwa Max
Sopacua mengaku mendapat perintah dari SBY, giliran politisi PDI Perjuangan Aria Bima membeber modus akal-akalan partai berlambang mercy itu.
Aria Bima cerita, sejatinya partainya memberikan dukungan terhadap opsi yang disodorkan Fraksi Partai Demokrat, yakni RUU pilkada langsung dengan 10 perbaikan.
Aria Bima menceritakan, malam itu, saat lobi sengit berlangsung, akhirnya partainya menyatakan mendukung keinginan Fraksi Demokrat, yang ngotot agar opsi ketiga itu bisa masuk dalam opsi yang ikut divoting.
Namun, Aria mengaku heran, karena saat itu dirinya menangkap kesan Fraksi Demokrat malah kebingungan saat mendapatkan dukungan.
“Tapi begitu didukung, malah kaget mereka,” ujar Aria.
Aria mengaku terkaget-kaget saat Fraksi Demokrat memutuskan walkout. Lantas, dirinya mendekat ke tempat duduk Ketua Fraksi Demokrat, Nurhayati Assegaf.
Sebagai sesama poltisi asal Solo, Aria mengaku memanggil Nurhayati dengan sapaan “yu”, dari kata mbakyu (kakak perempuan).
“Saya bilang, yu, ini gimana” Dia malah bilang, “saya tak bisa diintervensi partai lain. Saya hanya taat pada perintah ketua umum (Ketum PD Susilo Bambang Yudhoyono, red)”. Loh, didukung malah walkout. Yang usul malah bingung sendiri,” beber Aria.
Dia menceritakan hal tersebut, setelah Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan dalam diskusi itu mengungkapkan kekesalannya karena opsi RUU pilkada langsung dengan 10 perbaikan seperti yang diajukan partainya, tidak mendapatkan dukungan fraksi-fraksi lainnya.
Bahkan, akhirnya tidak dijadikan salah satu opsi dalam voting pengambilan keputusan di rapat paripurna DPD, Kamis hingga Jumat (26/9) dinihari.
“Voting hanya untuk dua opsi, langsung atau tidak langsung. Kita minta berkali-kali, tetap tidak ada yang mendukung,” ujar Ramadhan.
Dikatakan, sikap Koalisi Merah Putih secara mentah-mentah menolak usulan fraksinya. “Koalisi Merah (koalisi pimpinan Fraksi PDIP, red), juga tak memberikan dukungan sama sekali,” ujarnya kesal.
Menanggapi statemen Ramadhan, Aria Bima sepertinya tak mau berdebat kusir. Aria ingin mendengar langsung cerita situasi di sesi lobi-lobi, ke Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin proses lobi.
“Posisi terakhir (saat lobi, red), apakah PDIP memberikan dukungan?” tanya Aria ke Priyo, yang juga hadir di diskusi itu.
“Ya, saat lobi PDIP mendukung, cuman minta ada poin yang dihalusi,” kata Priyo.
Memperkuat kecurigaannya, Aria mengatakan, jika memang SBY menolak pilkada oleh DPRD, mestinya bisa disampaikan lewat tiga “wakilnya” yang hadir di paripurna. Yakni Mendagri, Ketua Fraksi Demokrat dan Edhie Baskoro Yudhono selaku Sekjen Demokrat dan putra SBY.
“Tiga pilarnya hadir, legislatif ketua fraksi, struktural partai oleh sekjen partai, dan pilar pemerintahan yaitu mendagri. Tapi mendagri juga tak ada komen apa-apa (yang menunjukkan penolakan pilkada oleh DPRD, red),” ujar Aria.
Karena itu, Aria mengaku heran dengan sikap SBY yang mengaku kecewa keputusan walkout Fraksi Partai Demokrat.
“Cuma yang kita enggak ngerti kan Pak SBY kecewa, marah, bahkan mau mencari siapa dalang walkout itu. Kekagetan Pak SBY ini, saya juga terkaget-kaget,” kata Aria.
“Ini Pak SBY yang enggak punya wibawa di depan pemerintah, partai, sekjennya. Atau sekjen, fraksi, dan wakil pemerintah yang tidak melakukan perintah SBY atau melawan,” tandasnya lagi.
Kecurigaan Demokrat bermain sandiwara seolah-olah mendukung pilkada langsung, juga disampaikan aktivis dari Perludem, Titi Anggraeni,yang juga hadir di diskusi itu. Dia mengatakan, statemen SBY yang menyatakan mendukung pilkada langsung, sejak awal tidak ditindaklanjuti secara konkrit.
Bahkan, kata dia, Mendagri Gamawan Fauzi, sebagai pembantu presiden, kerap menyampaikan pendapat ke publik yang memojokkan pilkada langsung. (gil/sam/jpnn)