Kota Medan sebagai kota metropolitan semakin kehilangan ruang terbuka hijau atau ruang untuk rekreasi bagi masyarakatnya. Sarana dan prasarana yang dibuat lebih ke arah pembentukan karakter yang individu.
Hal ini disampaikan Staf Pengajar Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Drs Fadlin kepada wartawann Sumut Pos Indra Juli Hutapea, kemarin. Berikut petikan wawancaranya.
Sudah sejauh mana pencapaian Kota Medan menuju kota metropolitan dalam sudut pandang Anda?
Pembangunan pastinya membutuhkan proses untuk bisa benar-benar dinikmati masyarakat. Begitu juga untuk Kota Medan menuju kota metropolitan, pastinya belum sepenuhnya tercapai. Begitu pun kita sebagai masyarakat juga harus yakin dan mendukung untuk mewujudkannya.
Sejauh ini, bidang apa yang sudah dan belum tercapai?
Untuk modernisasi, menurut saya sudah bisa ya. Bisa kita lihat bagaimana pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, hiburan dan hotel terus berkembang. Namun semua itu justru membentuk pada satu karakter individu bagi masyarakat. Pembangunan di bidang mental untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja justru masih jauh kalau tidak bisa dibilang diacuhkan.
Apakah hal itu berhubungan dengan pasar-pasar tradisional yang kian tergerus?
Itu salah satunya. Padahal kita sama-sama tahu bagaimana peranan pasar tradisional dalam mempertahankan komunikasi dan solidaritas di antara masyarakat kita. Antara pedagang dan pembeli yang melakoni proses tawar menawar sebelum kesepakatan dibuat. Begitu juga dengan ruang rekreasi keluarga bagi masyarakat yang kian menghilang. Ini sangat memprihatinkan terlebih kepada anak sebagai generasi penerus.
Bahaya apa yang mungkin terjadi dari hilangnya ruang rekreasi tersebut?
Bagi masyarakat pada umumnya yaitu jiwa sosial, dimana di situ selain membangun komunikasi dengan anggota keluarga juga anggota masyarakat lainnya. Terlebih kepada hilangnya ruang bagi anak untuk berimajinasi yang sangat dibutuhkan untuk menentukan tujuan dan cita-cita di masa mendatang.
Dalam hal ini, siapa yang paling bertanggungjawab?
Tentunya pemerintah Kota Medan yang menangani tata ruang mulai berpikir untuk menyiapkan ruang rekreasi bagi masyarakat Kota Medan. Bagaimanapun sebagai kota metropolis masyarakat sangat membutuhkan ruang untuk bersantai di tengah rutinitas yang padat. Apalagi pembangunan pusat perbelanjaan hanya melahirkan ketidakpedulian di antara warga dan menutup ruang bagi perkembangan daya pikir juga imajinasi anak. Apa kita mau anak-anak di masa mendatang tanpa daya imajinasi dan individu?
Menurut Anda, kenapa ruang rekreasi tadi menjadi teranaktirikan?
Ya, karena manfaatnya sebagai pembangunan mental tidak ada keuntungan materi yang bisa didapat langsung. Berbeda dengan pembangunan pusat perbelanjaan yang menyiapkan komisi di depan. Tapi kalau memang itu yang dicari, ruang rekreasi tadi juga bila diolah dengan professional dapat menjadi basis ekonomi yang menjanjikan. (jul)