32 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Warga Aras Kabu Menunggu Giliran

Foto: Wiwin/PM Warga Jalan Timah membakar ban, untuk menahan laju eskavator yang menghancurkan rumah dan kios mereka, Selasa (25/11/2014)..
Foto: Wiwin/PM
Warga Jalan Timah membakar ban, untuk menahan laju eskavator yang menghancurkan rumah dan kios mereka, Selasa (25/11/2014)..

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program pembangunan rel ganda oleh PT KAI terus mendapat perlawanan, khususnya dari masyarakat yang tinggal di pinggiran rel lintasan ke bandara Kualanamu.

Pun begitu, pihak PT. KAI sama sekali tidak terpengaruh. Terbukti, Selasa (25/11), penggusuran tetap dilakukan di kawasan Pasar Timah meski sempat mendapat perlawanan dari warga.

Akankah perlawanan serupa akan diterima saat penggusuran di kawasan Aras Kabu, Kec. Beringin, Kab. Deliserdang? Kemungkinan itu cukup terbuka. Mengingat, meski prosesnya masih tahap pengukuran, perlawanan terlihat dengan aksi mendirikan tenda darurat.

Dan demi memperjuangkan nasib mereka, kemarin (25/11), tiga perwakilan warga Desa Aras Kabu mendatangi DPRD Deliserdang. Di hadapan anggota dewan, seorang perwakilan warga bernama Juminten Saragih (57) mengungkapkan, kedatangan mereka untuk mengadukan nasib terkait batas lahan yang akan digunakan untuk pembangunan rel jalur ganda.

Karenanya, DPRD Deliserdang diharapkan mendampingi warga pada Kamis (267/11) pagi mendatang. Dimana, pada hari itu, PT KAI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deliserdang akan melakukan pengukuran batas lahan. Diungkap Juminten, puluhan warga masih bertahan di tenda darurat untuk menghadang proyek.

“Panjang proyek rel ganda direncanakan 3 kilometer dari stasiun Aras kabu sampai Jembatan Serdang, dikerjakan di atas lahan yang telah puluhan tahun dikelola masyarakat,” ujarnya.

“Luas lahan yang telah dikelola warga sekitar 60 rante. Warga minta ganti rugi Rp150 ribu per meter, tapi PT. KAI hanya memberikan Rp 1.350.000 sebagai bentuk kemanusiaan,” sesalnya.

Lanjut Juminten, warga yang lahannya digunakan untuk proyek rel ganda sepakat melawan, bahkan mempertaruhkan nyawa. “Gara-gara proyek itu, kami sudah dua kali gagal panen. PT KAI pernah berjanji akan menyelesaikan permasalah ini, tapi ternyata hanya janji manis, makanya kami mengadu ke dewan,” imbuhnya.

Menjawab harapan warga Aras Kabu, Apoan Simanungkalit (anggota dewan) yang menerima kehadiran Jaminten Cs, menegaskan akan mendampingi warga. ”Dimana ada rakyat susah, disitu ada saya. Tidak perlu pintar-pintar jadi anggota DPRD DS, asalkan mau bekerja untuk rakyat,” tegasnya.

Terpisah, ketika dikonfirmasi, Humas PT KAI Divre I Sumut, Jaka Jakarsih menyebutkan, berdasarkan UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretapian, tidak semua tanah milik PT KAI di sepanjang rel 12 meter dari kanan dan kiri as rel.

“Di titik tertentu, ukurannya bisa mencapai 50 meter. Untuk persilangan, 50 meter dari kiri dan kanan as rel yang merupakan lahan khusus dan ada sertifikatnya,” ungkapnya.

Sedangkan untuk yang 12 meter merupakan jalur bebas yang tidak boleh ada bangunan atau pohon. Untuk yang 6 meter lagi merupakan lahan PT KAI yang bisa disewa.

Mengenai pengukuran yang dijadwal pada Kamis (27/11) mendatang, Jaka menyebutkan kalau hal tersebut merupakan permintaan warga. “Saat ini PT KAI masih fokus untuk penertiban 60 rumah yang ada di Pasar Timah,” tandasnya. (cr-1/ras)

Foto: Wiwin/PM Warga Jalan Timah membakar ban, untuk menahan laju eskavator yang menghancurkan rumah dan kios mereka, Selasa (25/11/2014)..
Foto: Wiwin/PM
Warga Jalan Timah membakar ban, untuk menahan laju eskavator yang menghancurkan rumah dan kios mereka, Selasa (25/11/2014)..

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Program pembangunan rel ganda oleh PT KAI terus mendapat perlawanan, khususnya dari masyarakat yang tinggal di pinggiran rel lintasan ke bandara Kualanamu.

Pun begitu, pihak PT. KAI sama sekali tidak terpengaruh. Terbukti, Selasa (25/11), penggusuran tetap dilakukan di kawasan Pasar Timah meski sempat mendapat perlawanan dari warga.

Akankah perlawanan serupa akan diterima saat penggusuran di kawasan Aras Kabu, Kec. Beringin, Kab. Deliserdang? Kemungkinan itu cukup terbuka. Mengingat, meski prosesnya masih tahap pengukuran, perlawanan terlihat dengan aksi mendirikan tenda darurat.

Dan demi memperjuangkan nasib mereka, kemarin (25/11), tiga perwakilan warga Desa Aras Kabu mendatangi DPRD Deliserdang. Di hadapan anggota dewan, seorang perwakilan warga bernama Juminten Saragih (57) mengungkapkan, kedatangan mereka untuk mengadukan nasib terkait batas lahan yang akan digunakan untuk pembangunan rel jalur ganda.

Karenanya, DPRD Deliserdang diharapkan mendampingi warga pada Kamis (267/11) pagi mendatang. Dimana, pada hari itu, PT KAI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deliserdang akan melakukan pengukuran batas lahan. Diungkap Juminten, puluhan warga masih bertahan di tenda darurat untuk menghadang proyek.

“Panjang proyek rel ganda direncanakan 3 kilometer dari stasiun Aras kabu sampai Jembatan Serdang, dikerjakan di atas lahan yang telah puluhan tahun dikelola masyarakat,” ujarnya.

“Luas lahan yang telah dikelola warga sekitar 60 rante. Warga minta ganti rugi Rp150 ribu per meter, tapi PT. KAI hanya memberikan Rp 1.350.000 sebagai bentuk kemanusiaan,” sesalnya.

Lanjut Juminten, warga yang lahannya digunakan untuk proyek rel ganda sepakat melawan, bahkan mempertaruhkan nyawa. “Gara-gara proyek itu, kami sudah dua kali gagal panen. PT KAI pernah berjanji akan menyelesaikan permasalah ini, tapi ternyata hanya janji manis, makanya kami mengadu ke dewan,” imbuhnya.

Menjawab harapan warga Aras Kabu, Apoan Simanungkalit (anggota dewan) yang menerima kehadiran Jaminten Cs, menegaskan akan mendampingi warga. ”Dimana ada rakyat susah, disitu ada saya. Tidak perlu pintar-pintar jadi anggota DPRD DS, asalkan mau bekerja untuk rakyat,” tegasnya.

Terpisah, ketika dikonfirmasi, Humas PT KAI Divre I Sumut, Jaka Jakarsih menyebutkan, berdasarkan UU No 23 tahun 2007 tentang perkeretapian, tidak semua tanah milik PT KAI di sepanjang rel 12 meter dari kanan dan kiri as rel.

“Di titik tertentu, ukurannya bisa mencapai 50 meter. Untuk persilangan, 50 meter dari kiri dan kanan as rel yang merupakan lahan khusus dan ada sertifikatnya,” ungkapnya.

Sedangkan untuk yang 12 meter merupakan jalur bebas yang tidak boleh ada bangunan atau pohon. Untuk yang 6 meter lagi merupakan lahan PT KAI yang bisa disewa.

Mengenai pengukuran yang dijadwal pada Kamis (27/11) mendatang, Jaka menyebutkan kalau hal tersebut merupakan permintaan warga. “Saat ini PT KAI masih fokus untuk penertiban 60 rumah yang ada di Pasar Timah,” tandasnya. (cr-1/ras)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/