26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Debus Undang Decak Kagum Penonton

Peringatan 104 Tahun Gugurnya Sisingamangaraja XII

Aksi debus yang dibawakan Masyoga (35), dan para seniman asal Nanggroe Aceh Darusallam (NAD) yang tergabung dalam Seni Budaya Magic Aceh (SBMA) meramaikan Peringatan 104 Tahun Gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, Jumat (17/6). Meskipun samar, keberadaannya kian diakui.

INDRA JULI, Medan

Teriak histeris terdengar dari deretan penonton di panggung besar yang disediakan panitia. Meramaikan suara tabuhan rebana yang dimainkan mengiringi aksi Masyoga di atas panggung. Diawali dengan tarian khas untuk menghadirkan nuansa mistis di dalam pikiran pengunjung, pria berambut gondrong ini lalu membuka pakaiannya.
Selanjutnya, penonton diminta membuktikan keaslian peralatan yang akan digunakan. Dari pisau kecil, golok berukuran besar, jarum, hingga bor yang sering digunakan untuk kegiatan bertukang. Setelah mendapat pengakuan dari penonton, peralatan tadi pun dikembalikan ke atas panggung, siap digunakan dalam atraksi yang akan ditampilkan.

Masyoga memulai dengan botol berisi air. Setelah mengambiln kuda-kuda, dia memegang kedua ujung botol dengan telapak tangan. Seiring dengan getaran tangan, terlihat pula bagaimana air yang tadinya memenuhi botol perlahan menghilang. Tak setetes pun air yang jatuh saat botol itu dibalikkan.

Suara tepuk tangan untuk aksi pertama itu berubah menjadi jerit ngeri saat warga Bireun ini melanjutkan aksinya. Dengan pisau kecil yang sudah dibuktikan keasliannya, Masyoga menusuk mata kanannya. Tubuh tambun miliknya bahkan terdorong hingga ke belakang karena besar tenaga yang digunakan. Tidak berhenti di situ, pisau itu juga ditusukkan ke badan dan kakinya.

Bukan dalam posisi menginjakkan tanah, aksi itu dilakukan Masyoga sembari melompat untuk menambah kekuatan hujaman pisau pada tubuhnya. Begitu juga saat menggunakan bor yang sebelumnya digunakan melobangi kayu dengan mudah. Sekalipun begitu, tak setetes pun darah terbersit dari tubuhnya. Meskipun di akhir pertunjukan terlihat beberapa goresan menghiasi bagian depan tubuh Masyoga.

Seperti tersedot, penonton yang tadinya duduk di depan panggung mulai mendekat. Selain karena penasaran, mereka juga mengeluarkan telepon gengam untuk mengabadikan aksi-aksi dari SBMA ini.

Mengikuti irama musik tadisional NAD, seorang anggota SBMA dengan bertelanjang dada memasuki panggung sembari menari. Tarian yang sekilas terlihat tanpa pola, namun memperlihatkan kelenturan. Tanpa sungkan, si penari pria ini bergoyang nakal mengundang tawa penonton yang masih terbawa suasana di pertunjukan pertama. Berikutnya, dari penonton diundang untuk berpartisipasi dalam kegiatan dengan memegang tangan sang penari.
Tanpa ragu pula, Masyoga menggesekkan pisau panjang ke tubuh penari tadi. Pimpinan SBMA ini bahkan dengan serius membacokkan pisau ke tubuh juga kepala si penari. Begitu juga saat benda tajam lainnya diperlakukan sama ke tubuh sang penari.

Anehnya, penari yang juga seorang anggota SBMA tadi seperti tak merasakan dampaknya dan terus bergoyang layaknya orang kerasukan.

Adegan ketiga pun menjadi klimaks dari kegiatan. Seperti penari tadinya, seorang anggota yang lebih muda maju dengan kedua tangan yang dipegang di kedua sisi oleh penonton. Dengan ekspresi yang dingin dan menyeringai, penari tadi menatap hampa ke jarum di tangan Masyoga. Seolah tantangan untuk membuatnya kesakitan.

Namun ekspresi itu tetap sama meskipun Masyoga dengan tanpa perasaan menusuk jarum-jarum tadi di beberapa bagian wajahnya. Di bibir atas, menembus pipi di kedua sisi, juga di leher menembus jakun. Teriak histeris pun tak terbendung datang dari penonton bersamaan dengan menancapnya jarum-jarum tadi. Rasa takjub tadi membuat penonton enggan meninggalkan panggung meskipun panitia sudah menutup kegiatan.

“Semua dari amalan 30 juz dalam Al-Quran. Jadi semua harus seizin Allah,” ucap Masyoga kepada Sumut Pos mengenai asal usul kekuatan gaib yang digunakan selama kegiatan.

Seperti yang dituturkan Masyoga, ke-30 juz Al-Quran tadi dirangkai dengan pengobatan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pengobatan yang diyakini dan sudah dibuktikan dapat mengatasi penyakit seperti tumor, kanker, hingga serangan ilmu hitam atau santet. Masyoga sendiri mengawali aksinya di usia 19 tahun. Sejak itu dirinya mengembangkan variasi hingga 195 adegan debus.

Tidak seperti yang digelar kelompok debus kebanyakan, SBMA kerap melibatkan penonton dalam aksinya. Hal itu untuk membuktikan bahwa pertunjukan tidak menggunakan rekayasa. Terlebih untuk aksi ekstrim seperti memenggal kepala durasi lima menit dan menggabung dua nyawa ke dalam satu jasad di daerah Rantauprapat 2002 silam.

Sebagai penerus kebudayaan tradisional, Masyoga lalu mendirikan SBMA untuk melanjutkan kesenian tersebut. Hingga saat ini sudah 362 anggota yang dilatih dengan keahlian debus tadi. Selain itu mereka kerap menggelar pertunjukkan di beberapa daerah di tanah air. Salah satunya Wisata Magic yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu.

Untuk menarik perhatian pengunjung, dirinya pun melakukan terobosan dengan memasukkan musik tradisional maupun musik modern dalam mengiringi pertunjukan. Yang tentunya disesuaikan dengan warna kegiatan maupun karakter dari daerah tempat kegiatan digelar. “Yang pasti dari seni debus ini kita mencoba menggali sejarah yang pernah ada masa perang dulu. Bagaimana para pejuang pernah membuat penjajah ketakutan dengan kemampuan debus. Alangkah baiknya bila generasi sekarang juga mengetahui itu dan turut melestarikan untuk kebangkitan bangsa Indonesia di masa yang akan datang,” pungkasnya. (*)

Peringatan 104 Tahun Gugurnya Sisingamangaraja XII

Aksi debus yang dibawakan Masyoga (35), dan para seniman asal Nanggroe Aceh Darusallam (NAD) yang tergabung dalam Seni Budaya Magic Aceh (SBMA) meramaikan Peringatan 104 Tahun Gugurnya Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, Jumat (17/6). Meskipun samar, keberadaannya kian diakui.

INDRA JULI, Medan

Teriak histeris terdengar dari deretan penonton di panggung besar yang disediakan panitia. Meramaikan suara tabuhan rebana yang dimainkan mengiringi aksi Masyoga di atas panggung. Diawali dengan tarian khas untuk menghadirkan nuansa mistis di dalam pikiran pengunjung, pria berambut gondrong ini lalu membuka pakaiannya.
Selanjutnya, penonton diminta membuktikan keaslian peralatan yang akan digunakan. Dari pisau kecil, golok berukuran besar, jarum, hingga bor yang sering digunakan untuk kegiatan bertukang. Setelah mendapat pengakuan dari penonton, peralatan tadi pun dikembalikan ke atas panggung, siap digunakan dalam atraksi yang akan ditampilkan.

Masyoga memulai dengan botol berisi air. Setelah mengambiln kuda-kuda, dia memegang kedua ujung botol dengan telapak tangan. Seiring dengan getaran tangan, terlihat pula bagaimana air yang tadinya memenuhi botol perlahan menghilang. Tak setetes pun air yang jatuh saat botol itu dibalikkan.

Suara tepuk tangan untuk aksi pertama itu berubah menjadi jerit ngeri saat warga Bireun ini melanjutkan aksinya. Dengan pisau kecil yang sudah dibuktikan keasliannya, Masyoga menusuk mata kanannya. Tubuh tambun miliknya bahkan terdorong hingga ke belakang karena besar tenaga yang digunakan. Tidak berhenti di situ, pisau itu juga ditusukkan ke badan dan kakinya.

Bukan dalam posisi menginjakkan tanah, aksi itu dilakukan Masyoga sembari melompat untuk menambah kekuatan hujaman pisau pada tubuhnya. Begitu juga saat menggunakan bor yang sebelumnya digunakan melobangi kayu dengan mudah. Sekalipun begitu, tak setetes pun darah terbersit dari tubuhnya. Meskipun di akhir pertunjukan terlihat beberapa goresan menghiasi bagian depan tubuh Masyoga.

Seperti tersedot, penonton yang tadinya duduk di depan panggung mulai mendekat. Selain karena penasaran, mereka juga mengeluarkan telepon gengam untuk mengabadikan aksi-aksi dari SBMA ini.

Mengikuti irama musik tadisional NAD, seorang anggota SBMA dengan bertelanjang dada memasuki panggung sembari menari. Tarian yang sekilas terlihat tanpa pola, namun memperlihatkan kelenturan. Tanpa sungkan, si penari pria ini bergoyang nakal mengundang tawa penonton yang masih terbawa suasana di pertunjukan pertama. Berikutnya, dari penonton diundang untuk berpartisipasi dalam kegiatan dengan memegang tangan sang penari.
Tanpa ragu pula, Masyoga menggesekkan pisau panjang ke tubuh penari tadi. Pimpinan SBMA ini bahkan dengan serius membacokkan pisau ke tubuh juga kepala si penari. Begitu juga saat benda tajam lainnya diperlakukan sama ke tubuh sang penari.

Anehnya, penari yang juga seorang anggota SBMA tadi seperti tak merasakan dampaknya dan terus bergoyang layaknya orang kerasukan.

Adegan ketiga pun menjadi klimaks dari kegiatan. Seperti penari tadinya, seorang anggota yang lebih muda maju dengan kedua tangan yang dipegang di kedua sisi oleh penonton. Dengan ekspresi yang dingin dan menyeringai, penari tadi menatap hampa ke jarum di tangan Masyoga. Seolah tantangan untuk membuatnya kesakitan.

Namun ekspresi itu tetap sama meskipun Masyoga dengan tanpa perasaan menusuk jarum-jarum tadi di beberapa bagian wajahnya. Di bibir atas, menembus pipi di kedua sisi, juga di leher menembus jakun. Teriak histeris pun tak terbendung datang dari penonton bersamaan dengan menancapnya jarum-jarum tadi. Rasa takjub tadi membuat penonton enggan meninggalkan panggung meskipun panitia sudah menutup kegiatan.

“Semua dari amalan 30 juz dalam Al-Quran. Jadi semua harus seizin Allah,” ucap Masyoga kepada Sumut Pos mengenai asal usul kekuatan gaib yang digunakan selama kegiatan.

Seperti yang dituturkan Masyoga, ke-30 juz Al-Quran tadi dirangkai dengan pengobatan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. Pengobatan yang diyakini dan sudah dibuktikan dapat mengatasi penyakit seperti tumor, kanker, hingga serangan ilmu hitam atau santet. Masyoga sendiri mengawali aksinya di usia 19 tahun. Sejak itu dirinya mengembangkan variasi hingga 195 adegan debus.

Tidak seperti yang digelar kelompok debus kebanyakan, SBMA kerap melibatkan penonton dalam aksinya. Hal itu untuk membuktikan bahwa pertunjukan tidak menggunakan rekayasa. Terlebih untuk aksi ekstrim seperti memenggal kepala durasi lima menit dan menggabung dua nyawa ke dalam satu jasad di daerah Rantauprapat 2002 silam.

Sebagai penerus kebudayaan tradisional, Masyoga lalu mendirikan SBMA untuk melanjutkan kesenian tersebut. Hingga saat ini sudah 362 anggota yang dilatih dengan keahlian debus tadi. Selain itu mereka kerap menggelar pertunjukkan di beberapa daerah di tanah air. Salah satunya Wisata Magic yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu.

Untuk menarik perhatian pengunjung, dirinya pun melakukan terobosan dengan memasukkan musik tradisional maupun musik modern dalam mengiringi pertunjukan. Yang tentunya disesuaikan dengan warna kegiatan maupun karakter dari daerah tempat kegiatan digelar. “Yang pasti dari seni debus ini kita mencoba menggali sejarah yang pernah ada masa perang dulu. Bagaimana para pejuang pernah membuat penjajah ketakutan dengan kemampuan debus. Alangkah baiknya bila generasi sekarang juga mengetahui itu dan turut melestarikan untuk kebangkitan bangsa Indonesia di masa yang akan datang,” pungkasnya. (*)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/