28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

PK Eks Bupati Madina Dianggap Cuma Alibi

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Bupati Mandailing Natal (Madina) non aktif, Hidayat Batubara, saat disidang dalam kasus suap proyek pembangunan RSUD Panyabungan - Madina, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumut, Rabu (22/1/2013). Majelis hakim memvonis Hidayat dengan hukuman lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 300 juta.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Bupati Mandailing Natal (Madina) non aktif, Hidayat Batubara, saat disidang dalam kasus suap proyek pembangunan RSUD Panyabungan – Madina, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumut, Rabu (22/1/2013). Majelis hakim memvonis Hidayat dengan hukuman lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 300 juta.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus eks Bupati Mandailing Natal (Madina), Hidayat Batubara, terpidana kasus gratifikasi atau suap pembangunan RSUD Panyabungan Rp 1 miliar, kembali disidangkan. Tapi sidang Senin (22/12/2014) merupakan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) melalui sidang di PN Medan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto meminta agar majelis hakim menolak materi Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana 5 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus suap Rp 1 miliar itu. “Jadi, apa yang disampaikannya pada PK ini, itu hanya alibi saja. Bukan novum atau bukti baru selain dari yang sudah disidangkan dulu,” terangnya kepada wartawan usai sidang.

Untuk itu, kata Fitroh, upaya hukum PK yang diajukan oleh Hidayat Batubara sebenarnya tidak memenuhi unsur. Sebab, dalam pengajuan PK harus ada novum yang berbeda dari yang sudah disidangkan sebelumnya. “Terus ada lagi bukti-bukti yang diajukan oleh Hidayat, yaitu bukti kwitansi. Yang intinya kwitansi itu bahwa uang Rp 1 Miliar dari Surung Panjaitan itu hanya pinjaman, bukan uang suap. Nah, kalau hanya kwitansi, kan itu bisa saja dibuat-buat. Jadi kwitansi itu bukan bukti kuat,” jelasnya.

Dengan tidak adanya bukti baru, lanjutnya mereka pun meminta agar majelis hakim nanti menolak upaya PK yang diajukan oleh Hidayat Batubara. “Tidak bisa diterima upaya PK yang diajukannya ini, karena itu bukan novum, kalau diketahui dalam mengajukan PK kan harus ada novum bukan alibi seperti ini,” ujarnya.

Sambungnya, dalam tanggapan yang mereka ajukan ke majelis hakim, intinya KPK meminta agar hakim memeriksa perkara tersebut untuk menolak seluruh materi PK yang diajukan pemohon. Sebab, menurutnya, materi PK yang diajukan Hidayat sudah pernah disampaikannya dalam sidang agenda pledoi di Pengadilan Tipikor Medan saat sidang tingkat pertama dulu.

Sementara, dalam sidang agenda pemeriksaan saksi dan tanggapan jaksa, tak langsung dibacakan di hadapan majelis hakim. Tetapi, keterangan saksi dan tanggapan jaksa hanya disampaikan secara tertulis tanpa dibacakan. Hidayat Batubara selaku Pemohon PK menghadirkan Minauli sebagai saksinya.

“Ini keterangan saksi dan juga tanggapan dari jaksa tak dibacakan lagi ya. Tinggal kesimpulan dari hakim nanti, biar hakim saja yang menyimpulkannya,” kata Zulfahmi SH, sebagai Ketua Majelis Hakim. Setelah keterangan dari saksi dan jaksa diterima hakim, majelis hakim pun kemudian menunda sidang tersebut.

Sebelumnya, pada materi PK yang diajukan Hidayat Batubara melalui penasihat hukumnya, Ali Samiarta mengatakan, ada bukti baru yang dimiliki Hidayat Batubara. Diantaranya, keterangan saksi di persidangan yang menyatakan uang Rp 1 miliar yang diterima Hidayat melalui mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Madina, Khairul Anwar Daulay tersebut merupakan pinjaman. “Bukti barunya ada keterangan saksi yang menyatakan uang itu sebagai pinjaman,” terangnya.

Ali juga menyatakan, dalam putusan hakim di Pengadilan Tipikor Medan, ada kekeliruan dan khilaf. Sebab, Hidayat sendiri tidak kenal dengan Surung Panjaitan sebagai pemberi suap.

Sekadar diketahui, Hidayat Batubara telah dijatuhi hukuman 5 tahun dan 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Agus Setiawan SH. Selain dihukum penjara, dia juga dibebani denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan.

Hidayat dinyatakan terbukti menerima gratifikasi/suap sebesar Rp1 miliar terkait rencana pembangunan RSUD Panyabungan tahun 2013. Dia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(bay/trg)

Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS Bupati Mandailing Natal (Madina) non aktif, Hidayat Batubara, saat disidang dalam kasus suap proyek pembangunan RSUD Panyabungan - Madina, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumut, Rabu (22/1/2013). Majelis hakim memvonis Hidayat dengan hukuman lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 300 juta.
Foto: TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Bupati Mandailing Natal (Madina) non aktif, Hidayat Batubara, saat disidang dalam kasus suap proyek pembangunan RSUD Panyabungan – Madina, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumut, Rabu (22/1/2013). Majelis hakim memvonis Hidayat dengan hukuman lima tahun enam bulan penjara dan denda Rp 300 juta.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus eks Bupati Mandailing Natal (Madina), Hidayat Batubara, terpidana kasus gratifikasi atau suap pembangunan RSUD Panyabungan Rp 1 miliar, kembali disidangkan. Tapi sidang Senin (22/12/2014) merupakan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) melalui sidang di PN Medan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto meminta agar majelis hakim menolak materi Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana 5 tahun dan 6 bulan penjara dalam kasus suap Rp 1 miliar itu. “Jadi, apa yang disampaikannya pada PK ini, itu hanya alibi saja. Bukan novum atau bukti baru selain dari yang sudah disidangkan dulu,” terangnya kepada wartawan usai sidang.

Untuk itu, kata Fitroh, upaya hukum PK yang diajukan oleh Hidayat Batubara sebenarnya tidak memenuhi unsur. Sebab, dalam pengajuan PK harus ada novum yang berbeda dari yang sudah disidangkan sebelumnya. “Terus ada lagi bukti-bukti yang diajukan oleh Hidayat, yaitu bukti kwitansi. Yang intinya kwitansi itu bahwa uang Rp 1 Miliar dari Surung Panjaitan itu hanya pinjaman, bukan uang suap. Nah, kalau hanya kwitansi, kan itu bisa saja dibuat-buat. Jadi kwitansi itu bukan bukti kuat,” jelasnya.

Dengan tidak adanya bukti baru, lanjutnya mereka pun meminta agar majelis hakim nanti menolak upaya PK yang diajukan oleh Hidayat Batubara. “Tidak bisa diterima upaya PK yang diajukannya ini, karena itu bukan novum, kalau diketahui dalam mengajukan PK kan harus ada novum bukan alibi seperti ini,” ujarnya.

Sambungnya, dalam tanggapan yang mereka ajukan ke majelis hakim, intinya KPK meminta agar hakim memeriksa perkara tersebut untuk menolak seluruh materi PK yang diajukan pemohon. Sebab, menurutnya, materi PK yang diajukan Hidayat sudah pernah disampaikannya dalam sidang agenda pledoi di Pengadilan Tipikor Medan saat sidang tingkat pertama dulu.

Sementara, dalam sidang agenda pemeriksaan saksi dan tanggapan jaksa, tak langsung dibacakan di hadapan majelis hakim. Tetapi, keterangan saksi dan tanggapan jaksa hanya disampaikan secara tertulis tanpa dibacakan. Hidayat Batubara selaku Pemohon PK menghadirkan Minauli sebagai saksinya.

“Ini keterangan saksi dan juga tanggapan dari jaksa tak dibacakan lagi ya. Tinggal kesimpulan dari hakim nanti, biar hakim saja yang menyimpulkannya,” kata Zulfahmi SH, sebagai Ketua Majelis Hakim. Setelah keterangan dari saksi dan jaksa diterima hakim, majelis hakim pun kemudian menunda sidang tersebut.

Sebelumnya, pada materi PK yang diajukan Hidayat Batubara melalui penasihat hukumnya, Ali Samiarta mengatakan, ada bukti baru yang dimiliki Hidayat Batubara. Diantaranya, keterangan saksi di persidangan yang menyatakan uang Rp 1 miliar yang diterima Hidayat melalui mantan Kadis Pekerjaan Umum (PU) Madina, Khairul Anwar Daulay tersebut merupakan pinjaman. “Bukti barunya ada keterangan saksi yang menyatakan uang itu sebagai pinjaman,” terangnya.

Ali juga menyatakan, dalam putusan hakim di Pengadilan Tipikor Medan, ada kekeliruan dan khilaf. Sebab, Hidayat sendiri tidak kenal dengan Surung Panjaitan sebagai pemberi suap.

Sekadar diketahui, Hidayat Batubara telah dijatuhi hukuman 5 tahun dan 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan diketuai Agus Setiawan SH. Selain dihukum penjara, dia juga dibebani denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan.

Hidayat dinyatakan terbukti menerima gratifikasi/suap sebesar Rp1 miliar terkait rencana pembangunan RSUD Panyabungan tahun 2013. Dia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(bay/trg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/