25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

SINGAPORE-INDONESIA-MALAYSIA-AVIATION-AIRASIA
SINGAPORE-INDONESIA-MALAYSIA-AVIATION-AIRASIA

Selepas subuh, Minggu 28 Desember 2014, ponsel Purnomo berdering. Di ujung telepon, suara salah satu temannya berpamitan pergi berlibur ke Singapura untuk merayakan pergantian tahun baru. Saat berpamitan, sang karib setengah bercanda mengucapkan, ‘’mungkin ini good bye selamanya’’.

PURNOMO merasa tidak ada yang aneh dari pamitan karibnya. Namun beberapa jam setelah itu, jelang siang, pria berkacamata ini tersentak. Ia mendengar kabar pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura, pesawat yang ditumpangi temannya, dilaporkan hilang kontak.

Kabar yang berkembang makin membuat perasaan Purnomo bercampur aduk, antara resah dan bersyukur. Resah karena dua karibnya bersama keluarga mereka, berada di pesawat raib itu dan belum jelas keberadaanya. Ia juga bersyukur, sebab sedianya dirinya ikut di dalam pesawat. Namun seminggu sebelum keberangkatan, ia terpaksa membatalkan penerbangan lantaran punya acara keluarga yang lebih penting.

“Saya mau pergi ke Singapura minggu ini, tapi saya cancel. Mudah-mudahan ini terdampar saja. Dan bukan seperti musibah Malaysia Airlines. Mudah-mudahan Gusti Allah berikan keselamatan untuk semua,” ujar Purnomo terisak-isak dan emosional menahan haru, di Bandara Juanda, Surabaya.

Pengumuman hilang kontak disampaikan Kementerian Perhubungan, Minggu (28/12) siang, dalam konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta.

Plt Dirjen Perhubungan Udara, Djoko Murjatmodjo, mengatakan pesawat AirAsia itu terbang dengan ketinggian 32 ribu kaki. Pada saat kontak dengan petugas ATC, pilot pesawat minta izin menghindari awan ke arah kiri dari rute pesawat M635 dan meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki.

“Jadi pada jam 06.16 WIB, pesawat masih terlihat di layar radar, pada jam 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B hingga saat ini pesawat lost contact dengan ATC. Pada pukul 06.18 WIB target hilang dari radar hanya tampak flight plan track saja,” terang Djoko.

Ia menambahkan terakhir pilot pesawat memberikan laporannya pada pukul 06.12 WIB. Saat itu, pilot meminta pesawat bergeser ke kiri dan  naik ke ketinggian 38 ribu kaki untuk menghindari awan. Cuaca saat itu memang tengah buruk.

Namun, lanjutnya, pesawat masih bisa dideteksi sekitar pukul 07.36 WIB di ketinggian 30 ribu kaki, dengan mengikuti jalur penerbangan M635. Tapi kondisi cuaca saat itu tengah buruk. Hingga kemudian pesawat resmi dinyatakan hilang pada pukul 07.55 WIB.

Kemenhub merilis pada pesawat itu terdapat 155 penumpang, dengan rincian 138 penumpang dewasa, 16 penumpang anak-anak, satu bayi. Sementara dari sisi kewarganegaraan, 149 adalah WNI, satu warga negara Inggris, tiga warga negara Korea Selatan, satu warga negara Malaysia, dan satu warga negara Singapura.

Sedangkan kru pesawat ada enam orang, yakni Kapten Pilot bernama Iryanto, first officer bernama Remi Emanuel Plesel, empat pramugari yakni Wanti Setiawati, Khairunisa Haidar Fauzi, Oscar Desano, Wismoyo Ari Prambudi, dan satu teknisi pesawat bernama Saiful Rakhmad. Dari tujuh kru, enam di antaranya warga negara Indonesia dan satu warga Prancis.

Sontak, kabar itu langsung makin memicu cemas keluarga dan kerabat penumpang pesawat. Mereka pun berdatangan ke Bandara Juanda guna mencari informasi kabarnya anggota keluarga maupun karib mereka. Para kerabat ini mencocokkan nama anggota keluarga dengan nama penumpang. Mereka tampak panik dan menangisi nasib anggota keluarganya.

Kabar pun makin berkembang, termasuk spekulasi titik hilang pesawat itu. Menurut Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud Supadio, Pontianak, Mayor Sus Dwi Indro, hilang kontak pesawat diperkirakan di antara Tanjung Pandan dan Pontianak, Kalimantan Selatan.

Pencarian pun dikerahkan berbagai institusi. Tim SAR kota Palembang, Sumatera Selatan menurunkan satu Kapal jenis RB-219. Sedangkan dari titik tenggara, tim SAR Pontianak, memberangkatkan tim ke Teluk Kumai, yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Mabes TNI pun bergerak. Kelima pesawat TNI dikerahkan yakni, tiga dari TNI AU, satu pesawat Boeing 737 surveilance yang diberangkatkan dari Lanud Halim Perdanakusumah, satu pesawat diberangkatkan dari Makassar, dan satu pesawat Helly dari Pontianak. Sedangkan dua pesawat lainnya yaitu pesawat patroli dari TNI AL.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman turut sibuk dalam pencarian
Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo, mengatakan ia telah memerintahkan tim guna memberangkatkan Kapal Baruna Jaya IV. Kapal canggih yang mampu membaca sinyal pada dua jenis black box pesawat, yaitu voice data record (VDR) dan flight data record (FDR).

“Kapal ini berpengalaman empat kali temukan berbagai hal di laut. Kapal ini dilengkapi dengan multi detector. Artinya, siap lacak kapal atau benda yang tenggelam,” kata Indroyono menegaskan kapal dikirim Senin (29/12) pagi.

Selain itu, tiga kapal perang (KRI) menuju lokasi. Sementara KBRI Singapura sigap dengan membuka posko di Bandara Changi. Sementara maskapai AirAsia langsung menyatakan duka cita. Logo AirAsia di medai sosial diganti menjadi warna abu-abu.

Negara tetangga turut prihatin dengan raibnya pesawat ini. Malaysia, Singapura dan Australia langsung menawarkan bantuan pencarian.

“Besok, kita terima bantuan tiga kapal dan pesawat dari Malaysia, Singapura kirim satu pesawat, Australia juga,” terang Soelistyo dalam keterangan pers di Kantor Basarnas, Jakarta, Minggu (28/12).

Namun otoritas Indonesia, tetap akan mengutamakan sumber daya yang ada dari dalam negeri.

Merespons berbagai kemungkinan teknis raibnya pesawat, AirAsia menegaskan pesawat dalam kondisi yang layak untuk terbang. Buktinya AirAsia QZ8501 telah mengantongi 23 Ribu jam penerbangan. Maskapai juga memastikan sang pilot telah memiliki jam terbang tinggi.

“Kapten yang memimpin telah memiliki total 20.537 jam terbang dan 6.053 jam terbang dengan AirAsia Indonesia. Sedangkan first office (co-pilot) memilki 2.247 jam terbang,” terang AirAsia dalam keterangan resminya.

Bos AirAsia pun, Tony Fernandes, tergerak untuk berkomentar prihatin melalui akun Twitter-nya. Pengusaha Malaysia itu meminta keluarga penumpang agar tetap tegar.

“We will be putting out another statement soon. Thank you for all your thoughts and prays. We must stay strong,” tulisnya yang kemudian berjanji akan terbang ke Surabaya.

Ia pun memutuskan terbang langsung ke Bandara Juanda, Surabaya untuk bertemu langsung dengan keluarga penumpang. Petang kemarin, akhirnya Tony datang dan berdiskusi dengan keluarga penumpang.

Dalam keterangannya, Tony meminta keluarga korban tetap tegar dan tenang serta menyerahkan pencarian kepada otoritas Indonesia. Perusahaan, kata dia berkomitmen untuk kooperatif untuk membantu pencarian.

Sayangnya, pencarian hari pertama tak menunjukkan hasil. Sampai Minggu (28/12) petang, Basarnas belum mampu mendeteksi Emergency locater Transmitter (ELT) pesawat QZ8501. ELT merupakan alat kunci yang memancarkan sinyal darurat untuk memberi tahu keberadaan sebuah pesawat jika mengalami suatu musibah.

Upaya penelusuran tim SAR terhadap jalur Penerbangan AirAsia di sekitar Pulau Bangka Belitung, nihil. Tak ditemukan tanda pesawat.

Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya FHB.Soelistyo, Minggu (28/12) menjelaskan pencarian bisa tersendat dengan adanya kendala.

“Pertama, tantangan cuaca. Kalau cuaca kurang mendukung sulit bagi kami,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Basarnas, Jakarta.

Tantangan selanjutnya, jika pesawat yang membawa 155 penumpang itu jatuh berada di bawah permukaan laut. “Kalau ini, maka alat yang kita punya marine detector, yang spesifikasinya hanya mampu melebihi 200 meter saja,” terang Soelistyo.

Tantangan pencarian terakhir yaitu ketidakpastian lokasi pesawat. Namun, terhadap tantangan terakhir ini, ia yakin bisa diantisipasi dengan perhitungan dari hasil evaluasi lapangan.

Insiden hilang kontak pesawat AirAsia itu pun ditanggapi anggota DPR Komisi I, Syaifullah Tamliha. Ia menilai, sistem radar penerbangan Indonesia perlu diperbaiki.

“Sistem radar untuk memantau penerbangan dan pertahanan. Kalau sampai ada peristiwa hilangnya pesawat seperti ini dan radar sulit mendeteksi, berarti tidak ada perawatan. Harusnya radar bisa mendeteksi,” kata Syaifullah saat bertandang ke Terminal 2 Bandara Juanda, Minggu 28 Desember 2014.

Kata dia, sistem radar harus rutin dirawat. Sehingga, tidak kesulitan menentukan posisi hilangnya pesawat. TNI , lanjutnya, juga harus bisa mengawasi wilayah termasuk wilayah perairan.  “Itu juga bisa dilakukan menggunakan kapal patroli,” lanjutnya.

Hampir senada, Menko Kemaritiman, Indroyono menilai perlunya integrasi data radar dari lintas instansi di wilayah Indonesia untuk memudahkan dalam kasus darurat seperti hilangnya pesawat.

Riwayat Pesawat Hilang
Riwayat pesawat hilang masih segar dalam ingatan kita pada awal tahun ini. Pesawat Malaysia Airlines MH370 berpenumpang sebanyak 239, yang sebagian besar adalah warga Tiongkok, menghilang pada 8 Maret 2014 lalu. Pesawat menghilang, setelah satu jam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing. Hilangnya pesawat tersebut, masih menjadi misteri hingga saat ini.

Lebih dari 24 negara terlibat dalam pencarian pesawat tersebut, baik dari udara, laut, dan di bawah air. Tetapi, pesawat Boeing 777 itu tidak ditemukan jejaknya. Bahkan, setelah mempersempit daerah pencarian ke Samudera Hindia, tak juga ditemukan.

Satelit terus mencari puing-puing dan menganalisis segala bukti, tetapi semuanya belum menunjukkan hasil.

Tujuh tahun silam, kasus pesawat hilang misterius di wilayah Indonesia melanda pesawat Adam Air nomor penerbangan 574 rute Jakarta-Manado yang transit di Surabaya.

Awalnya, pesawat 574 lepas landas pada pukul 12.55 WIB dari Bandara Juanda, Surabaya, pada 1 Januari 2007. Seharusnya pesawat tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado pukul 16.14 WITA. Tapi pesawat putus kontak dengan Pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin Makasar setelah kontak terakhir pada 14.53 WITA. Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar pada ketinggian 35.000 kaki.

Pesawat ini membawa 96 orang penumpang. yang terdiri dari 85 dewasa, 7 anak-anak dan 4 bayi. Dipiloti oleh Kapten Refri Agustian Widodo dan co-pilot Yoga Susanto dan disertai pramugari Verawati Chatarina, Dina Oktarina, Nining Iriyani dan Ratih Sekar Sari. Pesawat tersebut juga membawa 3 warga Amerika Serikat. Sampai kini pesawat itu masih misterius.

Di tengah upaya keras pencarian. Semua keluarga penumpang berharap segara ada kepastian.

Seperti terwakili dari harapan Hendro Kusumo Broto, sepupu Kapten AirAsia QZ8501. Ia berharap segera ada kepastian mengenai nasib keluarganya, serta berharap doa dari masyarakat agar semua penumpang selamat.”Semoga cepat ditemukan dan selamat,” harap dia. (bbs/val)

SINGAPORE-INDONESIA-MALAYSIA-AVIATION-AIRASIA
SINGAPORE-INDONESIA-MALAYSIA-AVIATION-AIRASIA

Selepas subuh, Minggu 28 Desember 2014, ponsel Purnomo berdering. Di ujung telepon, suara salah satu temannya berpamitan pergi berlibur ke Singapura untuk merayakan pergantian tahun baru. Saat berpamitan, sang karib setengah bercanda mengucapkan, ‘’mungkin ini good bye selamanya’’.

PURNOMO merasa tidak ada yang aneh dari pamitan karibnya. Namun beberapa jam setelah itu, jelang siang, pria berkacamata ini tersentak. Ia mendengar kabar pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura, pesawat yang ditumpangi temannya, dilaporkan hilang kontak.

Kabar yang berkembang makin membuat perasaan Purnomo bercampur aduk, antara resah dan bersyukur. Resah karena dua karibnya bersama keluarga mereka, berada di pesawat raib itu dan belum jelas keberadaanya. Ia juga bersyukur, sebab sedianya dirinya ikut di dalam pesawat. Namun seminggu sebelum keberangkatan, ia terpaksa membatalkan penerbangan lantaran punya acara keluarga yang lebih penting.

“Saya mau pergi ke Singapura minggu ini, tapi saya cancel. Mudah-mudahan ini terdampar saja. Dan bukan seperti musibah Malaysia Airlines. Mudah-mudahan Gusti Allah berikan keselamatan untuk semua,” ujar Purnomo terisak-isak dan emosional menahan haru, di Bandara Juanda, Surabaya.

Pengumuman hilang kontak disampaikan Kementerian Perhubungan, Minggu (28/12) siang, dalam konferensi pers di Bandara Soekarno Hatta.

Plt Dirjen Perhubungan Udara, Djoko Murjatmodjo, mengatakan pesawat AirAsia itu terbang dengan ketinggian 32 ribu kaki. Pada saat kontak dengan petugas ATC, pilot pesawat minta izin menghindari awan ke arah kiri dari rute pesawat M635 dan meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki.

“Jadi pada jam 06.16 WIB, pesawat masih terlihat di layar radar, pada jam 06.17 WIB pesawat hanya tampak signal ADS-B hingga saat ini pesawat lost contact dengan ATC. Pada pukul 06.18 WIB target hilang dari radar hanya tampak flight plan track saja,” terang Djoko.

Ia menambahkan terakhir pilot pesawat memberikan laporannya pada pukul 06.12 WIB. Saat itu, pilot meminta pesawat bergeser ke kiri dan  naik ke ketinggian 38 ribu kaki untuk menghindari awan. Cuaca saat itu memang tengah buruk.

Namun, lanjutnya, pesawat masih bisa dideteksi sekitar pukul 07.36 WIB di ketinggian 30 ribu kaki, dengan mengikuti jalur penerbangan M635. Tapi kondisi cuaca saat itu tengah buruk. Hingga kemudian pesawat resmi dinyatakan hilang pada pukul 07.55 WIB.

Kemenhub merilis pada pesawat itu terdapat 155 penumpang, dengan rincian 138 penumpang dewasa, 16 penumpang anak-anak, satu bayi. Sementara dari sisi kewarganegaraan, 149 adalah WNI, satu warga negara Inggris, tiga warga negara Korea Selatan, satu warga negara Malaysia, dan satu warga negara Singapura.

Sedangkan kru pesawat ada enam orang, yakni Kapten Pilot bernama Iryanto, first officer bernama Remi Emanuel Plesel, empat pramugari yakni Wanti Setiawati, Khairunisa Haidar Fauzi, Oscar Desano, Wismoyo Ari Prambudi, dan satu teknisi pesawat bernama Saiful Rakhmad. Dari tujuh kru, enam di antaranya warga negara Indonesia dan satu warga Prancis.

Sontak, kabar itu langsung makin memicu cemas keluarga dan kerabat penumpang pesawat. Mereka pun berdatangan ke Bandara Juanda guna mencari informasi kabarnya anggota keluarga maupun karib mereka. Para kerabat ini mencocokkan nama anggota keluarga dengan nama penumpang. Mereka tampak panik dan menangisi nasib anggota keluarganya.

Kabar pun makin berkembang, termasuk spekulasi titik hilang pesawat itu. Menurut Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud Supadio, Pontianak, Mayor Sus Dwi Indro, hilang kontak pesawat diperkirakan di antara Tanjung Pandan dan Pontianak, Kalimantan Selatan.

Pencarian pun dikerahkan berbagai institusi. Tim SAR kota Palembang, Sumatera Selatan menurunkan satu Kapal jenis RB-219. Sedangkan dari titik tenggara, tim SAR Pontianak, memberangkatkan tim ke Teluk Kumai, yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Mabes TNI pun bergerak. Kelima pesawat TNI dikerahkan yakni, tiga dari TNI AU, satu pesawat Boeing 737 surveilance yang diberangkatkan dari Lanud Halim Perdanakusumah, satu pesawat diberangkatkan dari Makassar, dan satu pesawat Helly dari Pontianak. Sedangkan dua pesawat lainnya yaitu pesawat patroli dari TNI AL.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman turut sibuk dalam pencarian
Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo, mengatakan ia telah memerintahkan tim guna memberangkatkan Kapal Baruna Jaya IV. Kapal canggih yang mampu membaca sinyal pada dua jenis black box pesawat, yaitu voice data record (VDR) dan flight data record (FDR).

“Kapal ini berpengalaman empat kali temukan berbagai hal di laut. Kapal ini dilengkapi dengan multi detector. Artinya, siap lacak kapal atau benda yang tenggelam,” kata Indroyono menegaskan kapal dikirim Senin (29/12) pagi.

Selain itu, tiga kapal perang (KRI) menuju lokasi. Sementara KBRI Singapura sigap dengan membuka posko di Bandara Changi. Sementara maskapai AirAsia langsung menyatakan duka cita. Logo AirAsia di medai sosial diganti menjadi warna abu-abu.

Negara tetangga turut prihatin dengan raibnya pesawat ini. Malaysia, Singapura dan Australia langsung menawarkan bantuan pencarian.

“Besok, kita terima bantuan tiga kapal dan pesawat dari Malaysia, Singapura kirim satu pesawat, Australia juga,” terang Soelistyo dalam keterangan pers di Kantor Basarnas, Jakarta, Minggu (28/12).

Namun otoritas Indonesia, tetap akan mengutamakan sumber daya yang ada dari dalam negeri.

Merespons berbagai kemungkinan teknis raibnya pesawat, AirAsia menegaskan pesawat dalam kondisi yang layak untuk terbang. Buktinya AirAsia QZ8501 telah mengantongi 23 Ribu jam penerbangan. Maskapai juga memastikan sang pilot telah memiliki jam terbang tinggi.

“Kapten yang memimpin telah memiliki total 20.537 jam terbang dan 6.053 jam terbang dengan AirAsia Indonesia. Sedangkan first office (co-pilot) memilki 2.247 jam terbang,” terang AirAsia dalam keterangan resminya.

Bos AirAsia pun, Tony Fernandes, tergerak untuk berkomentar prihatin melalui akun Twitter-nya. Pengusaha Malaysia itu meminta keluarga penumpang agar tetap tegar.

“We will be putting out another statement soon. Thank you for all your thoughts and prays. We must stay strong,” tulisnya yang kemudian berjanji akan terbang ke Surabaya.

Ia pun memutuskan terbang langsung ke Bandara Juanda, Surabaya untuk bertemu langsung dengan keluarga penumpang. Petang kemarin, akhirnya Tony datang dan berdiskusi dengan keluarga penumpang.

Dalam keterangannya, Tony meminta keluarga korban tetap tegar dan tenang serta menyerahkan pencarian kepada otoritas Indonesia. Perusahaan, kata dia berkomitmen untuk kooperatif untuk membantu pencarian.

Sayangnya, pencarian hari pertama tak menunjukkan hasil. Sampai Minggu (28/12) petang, Basarnas belum mampu mendeteksi Emergency locater Transmitter (ELT) pesawat QZ8501. ELT merupakan alat kunci yang memancarkan sinyal darurat untuk memberi tahu keberadaan sebuah pesawat jika mengalami suatu musibah.

Upaya penelusuran tim SAR terhadap jalur Penerbangan AirAsia di sekitar Pulau Bangka Belitung, nihil. Tak ditemukan tanda pesawat.

Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya FHB.Soelistyo, Minggu (28/12) menjelaskan pencarian bisa tersendat dengan adanya kendala.

“Pertama, tantangan cuaca. Kalau cuaca kurang mendukung sulit bagi kami,” kata dia dalam konferensi pers di Kantor Basarnas, Jakarta.

Tantangan selanjutnya, jika pesawat yang membawa 155 penumpang itu jatuh berada di bawah permukaan laut. “Kalau ini, maka alat yang kita punya marine detector, yang spesifikasinya hanya mampu melebihi 200 meter saja,” terang Soelistyo.

Tantangan pencarian terakhir yaitu ketidakpastian lokasi pesawat. Namun, terhadap tantangan terakhir ini, ia yakin bisa diantisipasi dengan perhitungan dari hasil evaluasi lapangan.

Insiden hilang kontak pesawat AirAsia itu pun ditanggapi anggota DPR Komisi I, Syaifullah Tamliha. Ia menilai, sistem radar penerbangan Indonesia perlu diperbaiki.

“Sistem radar untuk memantau penerbangan dan pertahanan. Kalau sampai ada peristiwa hilangnya pesawat seperti ini dan radar sulit mendeteksi, berarti tidak ada perawatan. Harusnya radar bisa mendeteksi,” kata Syaifullah saat bertandang ke Terminal 2 Bandara Juanda, Minggu 28 Desember 2014.

Kata dia, sistem radar harus rutin dirawat. Sehingga, tidak kesulitan menentukan posisi hilangnya pesawat. TNI , lanjutnya, juga harus bisa mengawasi wilayah termasuk wilayah perairan.  “Itu juga bisa dilakukan menggunakan kapal patroli,” lanjutnya.

Hampir senada, Menko Kemaritiman, Indroyono menilai perlunya integrasi data radar dari lintas instansi di wilayah Indonesia untuk memudahkan dalam kasus darurat seperti hilangnya pesawat.

Riwayat Pesawat Hilang
Riwayat pesawat hilang masih segar dalam ingatan kita pada awal tahun ini. Pesawat Malaysia Airlines MH370 berpenumpang sebanyak 239, yang sebagian besar adalah warga Tiongkok, menghilang pada 8 Maret 2014 lalu. Pesawat menghilang, setelah satu jam perjalanan dari Kuala Lumpur ke Beijing. Hilangnya pesawat tersebut, masih menjadi misteri hingga saat ini.

Lebih dari 24 negara terlibat dalam pencarian pesawat tersebut, baik dari udara, laut, dan di bawah air. Tetapi, pesawat Boeing 777 itu tidak ditemukan jejaknya. Bahkan, setelah mempersempit daerah pencarian ke Samudera Hindia, tak juga ditemukan.

Satelit terus mencari puing-puing dan menganalisis segala bukti, tetapi semuanya belum menunjukkan hasil.

Tujuh tahun silam, kasus pesawat hilang misterius di wilayah Indonesia melanda pesawat Adam Air nomor penerbangan 574 rute Jakarta-Manado yang transit di Surabaya.

Awalnya, pesawat 574 lepas landas pada pukul 12.55 WIB dari Bandara Juanda, Surabaya, pada 1 Januari 2007. Seharusnya pesawat tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado pukul 16.14 WITA. Tapi pesawat putus kontak dengan Pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin Makasar setelah kontak terakhir pada 14.53 WITA. Pada saat putus kontak, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar pada ketinggian 35.000 kaki.

Pesawat ini membawa 96 orang penumpang. yang terdiri dari 85 dewasa, 7 anak-anak dan 4 bayi. Dipiloti oleh Kapten Refri Agustian Widodo dan co-pilot Yoga Susanto dan disertai pramugari Verawati Chatarina, Dina Oktarina, Nining Iriyani dan Ratih Sekar Sari. Pesawat tersebut juga membawa 3 warga Amerika Serikat. Sampai kini pesawat itu masih misterius.

Di tengah upaya keras pencarian. Semua keluarga penumpang berharap segara ada kepastian.

Seperti terwakili dari harapan Hendro Kusumo Broto, sepupu Kapten AirAsia QZ8501. Ia berharap segera ada kepastian mengenai nasib keluarganya, serta berharap doa dari masyarakat agar semua penumpang selamat.”Semoga cepat ditemukan dan selamat,” harap dia. (bbs/val)

Artikel Terkait

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Menguras Harta Rayakan Lebaran

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/