29 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

DISPENDA: Ngawur Mereka

SUMUTPOS.CO- Pernyataan sejumlah camat yang menyebutkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi salah satu penyebab minimnya realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dinilai ngawur.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendapatan Medan, M Husni melalui Kepala Bidang Bagi Hasil Pajak (BHP), Zakaria ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (8/1). “Mengada ada camat yang ngomong begitu? Ngawur mereka,” kata Zakaria.

Dijelaskannya, ada beberapa dasar hukum yang dijadikan untuk mengukur atau menetapkan NJOP, yakni UU No 28 tahun 2009, Perda No 3 tahun 2011 serta Perwal 73 tahun 2011.

“Semua ada payung hukumnya, termasuk peraturan wali kota. Kalau Camat menyalahkan NJOP, maka sama artinya camat menyalahkan aturan yang dibuat Wali Kota,” jelas Zakaria.

Kata dia, kenaikan NJOP yang diberlakukan pada 2014 tidak lepas dari upaya Dispenda Medan meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak bumi bangunan (PBB).

Bukan hanya itu, lanjut dia, NJOP yang ditetapkan Dispenda Medan tetap berada di bawah harga pasar. “Boleh kita adu data dengan camat, apakah NJOP terlalu tinggi. Saya pikir di seluruh Indonesia NJOP hanya berkisar 80 persen dari harga pasar,” jelasnya.

Mantan Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) itu mengakui, apabila sampai saat ini banyak data objek pajak maupun subjek pajak tumpang tindih. Akan tetapi, data itu diperolehnya dari KPP Pratama ketika proses pengalihan PBB ke Pemerintah Kota (Pemko) Medan.

“Kalau itu kita harus akui, memang data yang diperoleh dari KPP Pratama ketika proses pengalihan tidak seluruhnya valid, ada tumpang tindih, sehingga pihaknya akan mencoba untuk melakukan pendataan ulang guna memperbaharui data yang ada,” akunya.

Saat proses peralihan PBB dari KPP Pratama ke Dispenda Medan, jumlah tunggakan yang dibebankan kepada pihaknya mencapai Rp400 miliar. “Tunggakan itu ada sejak 1994, 1996 dan sebagainya. Jadi untuk sementara waktu yang dihitung oleh Dispenda hanya tunggakan 5 tahun terakhir, dan itu jumlahnya berkisar Rp230 miliar,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, 5 Camat yang realisasi PBB nya minim, kompak menyalahkan Dispenda Medan dalam menetapkan NJOP.

Akibat terlalu tingginya NJOP, diakui para Camat dikeluhkan warganya, dan berimbas kepada minat masyarakat untuk membayar PBB. Lima Kecamatan yang realisasi PBB minim diantaranya Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Marelan, Kecamatan Medan Johor, Kecamayan Medan Marelan serta Kecamatan Medan Johor.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Muhammad Nasir menyayangkan bahwa perolehan PBB selama dua tahun terakhir tidak dapat berjalan maksimal. Ia meyakini penyebab utama tidak maksimalnya perolehan PBB, karena sosialisasi yang kurang kepada masyrakat.

Nasir meminta kepada Dispenda Medan untuk memetakan wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB berdasarkan kemampuan keuangan masyarakat.

“Ada kategori tidak mampu, mampu, dan sangat mampu, setelah dipetakan, barulan Dispenda Medan dapat bertindak dan mengambil langkah terhadap wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB,” jelasnya.

Bahkan, dirinya mencurigai banyak wajib pajak yang masuk kategori sangat mampu menunggak PBB sehingga merugikan Kota Medan. Dengan mempublikasikan perusahaan yang menunggak pajak, Nasir yakin akan memberikan efek jera yang luar biasa. Bukan hanya itu, setelah Dispenda Medan dapat berkordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang menunggak PBB dengan mencabut izinnya.

“Perlu ada sanksi tegas kepada wajib pajak yang nakal, apabila Dispenda Medan ingin memaksimalkan perolehan PAD, memang untuk mendukung itu perlu dibuat sebuah payung hukum, dan ini untuk jangka panjang,” tegasnya.(dik/adz)

SUMUTPOS.CO- Pernyataan sejumlah camat yang menyebutkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi salah satu penyebab minimnya realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dinilai ngawur.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendapatan Medan, M Husni melalui Kepala Bidang Bagi Hasil Pajak (BHP), Zakaria ketika dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (8/1). “Mengada ada camat yang ngomong begitu? Ngawur mereka,” kata Zakaria.

Dijelaskannya, ada beberapa dasar hukum yang dijadikan untuk mengukur atau menetapkan NJOP, yakni UU No 28 tahun 2009, Perda No 3 tahun 2011 serta Perwal 73 tahun 2011.

“Semua ada payung hukumnya, termasuk peraturan wali kota. Kalau Camat menyalahkan NJOP, maka sama artinya camat menyalahkan aturan yang dibuat Wali Kota,” jelas Zakaria.

Kata dia, kenaikan NJOP yang diberlakukan pada 2014 tidak lepas dari upaya Dispenda Medan meningkatkan perolehan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak bumi bangunan (PBB).

Bukan hanya itu, lanjut dia, NJOP yang ditetapkan Dispenda Medan tetap berada di bawah harga pasar. “Boleh kita adu data dengan camat, apakah NJOP terlalu tinggi. Saya pikir di seluruh Indonesia NJOP hanya berkisar 80 persen dari harga pasar,” jelasnya.

Mantan Kepala Bidang Anggaran Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) itu mengakui, apabila sampai saat ini banyak data objek pajak maupun subjek pajak tumpang tindih. Akan tetapi, data itu diperolehnya dari KPP Pratama ketika proses pengalihan PBB ke Pemerintah Kota (Pemko) Medan.

“Kalau itu kita harus akui, memang data yang diperoleh dari KPP Pratama ketika proses pengalihan tidak seluruhnya valid, ada tumpang tindih, sehingga pihaknya akan mencoba untuk melakukan pendataan ulang guna memperbaharui data yang ada,” akunya.

Saat proses peralihan PBB dari KPP Pratama ke Dispenda Medan, jumlah tunggakan yang dibebankan kepada pihaknya mencapai Rp400 miliar. “Tunggakan itu ada sejak 1994, 1996 dan sebagainya. Jadi untuk sementara waktu yang dihitung oleh Dispenda hanya tunggakan 5 tahun terakhir, dan itu jumlahnya berkisar Rp230 miliar,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, 5 Camat yang realisasi PBB nya minim, kompak menyalahkan Dispenda Medan dalam menetapkan NJOP.

Akibat terlalu tingginya NJOP, diakui para Camat dikeluhkan warganya, dan berimbas kepada minat masyarakat untuk membayar PBB. Lima Kecamatan yang realisasi PBB minim diantaranya Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Marelan, Kecamatan Medan Johor, Kecamayan Medan Marelan serta Kecamatan Medan Johor.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Muhammad Nasir menyayangkan bahwa perolehan PBB selama dua tahun terakhir tidak dapat berjalan maksimal. Ia meyakini penyebab utama tidak maksimalnya perolehan PBB, karena sosialisasi yang kurang kepada masyrakat.

Nasir meminta kepada Dispenda Medan untuk memetakan wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB berdasarkan kemampuan keuangan masyarakat.

“Ada kategori tidak mampu, mampu, dan sangat mampu, setelah dipetakan, barulan Dispenda Medan dapat bertindak dan mengambil langkah terhadap wajib pajak yang menunggak pembayaran PBB,” jelasnya.

Bahkan, dirinya mencurigai banyak wajib pajak yang masuk kategori sangat mampu menunggak PBB sehingga merugikan Kota Medan. Dengan mempublikasikan perusahaan yang menunggak pajak, Nasir yakin akan memberikan efek jera yang luar biasa. Bukan hanya itu, setelah Dispenda Medan dapat berkordinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang menunggak PBB dengan mencabut izinnya.

“Perlu ada sanksi tegas kepada wajib pajak yang nakal, apabila Dispenda Medan ingin memaksimalkan perolehan PAD, memang untuk mendukung itu perlu dibuat sebuah payung hukum, dan ini untuk jangka panjang,” tegasnya.(dik/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/