26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Aspac Berambisi Kembalikan Kejayaan

Dalam sejarah basket nasional, Dell Aspac Jakarta merupakan salah satu nama besar. Mereka pernah empat kali beruntun juara pada zaman Kobatama dan IBL mulai 2000 hingga 2003. Musim ini, pada era baru basket nasional NBL Indonesia, Aspac ingin mengembalikan kejayaan.

SUDAH empat musim Dell Aspac Jakarta tidak merasakan gelar juara. Bagi tim dengan nama sebesar Aspac, penantian tersebut memang sangat lama. Tahun pertama NBL Indonesia adalah pembuktian bisa tidaknya tim bentukan Irawan “Kim Hong” Haryono tersebut mengakhiri paceklik gelar.  Aspac sejatinya merupakan legenda terbesar basket nasional. Pada era Kobatama, mereka tiga kali beruntun memenangi gelar sejak 2000. Saat berganti nama menjadi IBL, Aspac mencatat sejarah sebagai tim pertama yang mampu menggamit piala.
Pada 2005, Aspac bahkan mencetak prestasi spektakuler sebagai tim yang tidak pernah terkalahkan (unbeatable) dalam satu musim kompetisi. Namun, sejarah tinggal sejarah. Sejak 2006, Aspac tidak mampu lagi menggusur dominasi Satria Muda Britama Jakarta. Berkali-kali mereka gagal dalam partai puncak.

Sejak awal musim lalu, Kim Hong menegaskan bahwa target Aspac adalah juara. Namun, jalannya sangat terjal. Berbeda dari musim-musim sebelumnya, kini bukan hanya SM yang bisa mengalahkan Aspac. Bahkan tim seperti Stadium bisa memukul mereka pada perebutan tempat ketiga preseason tournament Juli lalu di Malang.
Memang, materi tim Aspac saat ini tidak sekuat sebelumnya. Bukan melulu faktor teknik, tapi juga mentalitas.   Mundurnya pencetak angka utama, small forward Riko Hantono, yang ingin fokus pada pekerjaannya menjadi pukulan telak. “Susah mencari pemain seperti Riko,” keluh Kim Hong.

Mau tidak mau, Aspac bergantung pada talenta-talenta muda. Di antaranya, Xaverius Prawiro, 25; Mario Gerungan, 24; Rizky Effendi, 23; dan Oki Wira Sanjaya, 22. Mereka berkolaborasi dengan skuad senior semacam Vinton Nolland Surawi, M. Isman Thoyib, dan Antonius Joko Endratmo.

Hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Mereka finis ketiga di belakang Pelita Jaya Esia Jakarta dan SM. Bahkan hampir sepanjang musim Aspac terus berada di posisi keempat di belakang Nuvo CLS Knights Surabaya.
Kalau sedang on fire, kombinasi pemain muda-senior tersebut memang sangat menakutkan. Namun, yang sering, jika lebih dulu tertinggal, Aspac jarang bisa bangkit. Ujian perdana merengkuh gelar juara adalah saat Aspac berhadapan dengan kuda hitam Stadium Jakarta dalam laga perdana playoff 9 Maret mendatang.   Pelatih Aspac Tjetjep Firmansyah menegaskan bahwa penyakit utama Aspac adalah konsistensi. Sebab, dalam beberapa pertandingan, mereka kerap tampil angin-anginan.

“Satu hal lagi, yakni passion untuk menang. Kadangkala kemauan anak-anak hilang. Saya hanya ingin Aspac konsisten dengan pola yang diterapkan,” tegas Tjetjep. “Kami tidak melihat lawan. Terpenting, kami bermain baik dulu. Masalah hasil tidak ada yang bisa menebak,” imbuhnya. (nur/ru/c5/ang)

Dalam sejarah basket nasional, Dell Aspac Jakarta merupakan salah satu nama besar. Mereka pernah empat kali beruntun juara pada zaman Kobatama dan IBL mulai 2000 hingga 2003. Musim ini, pada era baru basket nasional NBL Indonesia, Aspac ingin mengembalikan kejayaan.

SUDAH empat musim Dell Aspac Jakarta tidak merasakan gelar juara. Bagi tim dengan nama sebesar Aspac, penantian tersebut memang sangat lama. Tahun pertama NBL Indonesia adalah pembuktian bisa tidaknya tim bentukan Irawan “Kim Hong” Haryono tersebut mengakhiri paceklik gelar.  Aspac sejatinya merupakan legenda terbesar basket nasional. Pada era Kobatama, mereka tiga kali beruntun memenangi gelar sejak 2000. Saat berganti nama menjadi IBL, Aspac mencatat sejarah sebagai tim pertama yang mampu menggamit piala.
Pada 2005, Aspac bahkan mencetak prestasi spektakuler sebagai tim yang tidak pernah terkalahkan (unbeatable) dalam satu musim kompetisi. Namun, sejarah tinggal sejarah. Sejak 2006, Aspac tidak mampu lagi menggusur dominasi Satria Muda Britama Jakarta. Berkali-kali mereka gagal dalam partai puncak.

Sejak awal musim lalu, Kim Hong menegaskan bahwa target Aspac adalah juara. Namun, jalannya sangat terjal. Berbeda dari musim-musim sebelumnya, kini bukan hanya SM yang bisa mengalahkan Aspac. Bahkan tim seperti Stadium bisa memukul mereka pada perebutan tempat ketiga preseason tournament Juli lalu di Malang.
Memang, materi tim Aspac saat ini tidak sekuat sebelumnya. Bukan melulu faktor teknik, tapi juga mentalitas.   Mundurnya pencetak angka utama, small forward Riko Hantono, yang ingin fokus pada pekerjaannya menjadi pukulan telak. “Susah mencari pemain seperti Riko,” keluh Kim Hong.

Mau tidak mau, Aspac bergantung pada talenta-talenta muda. Di antaranya, Xaverius Prawiro, 25; Mario Gerungan, 24; Rizky Effendi, 23; dan Oki Wira Sanjaya, 22. Mereka berkolaborasi dengan skuad senior semacam Vinton Nolland Surawi, M. Isman Thoyib, dan Antonius Joko Endratmo.

Hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Mereka finis ketiga di belakang Pelita Jaya Esia Jakarta dan SM. Bahkan hampir sepanjang musim Aspac terus berada di posisi keempat di belakang Nuvo CLS Knights Surabaya.
Kalau sedang on fire, kombinasi pemain muda-senior tersebut memang sangat menakutkan. Namun, yang sering, jika lebih dulu tertinggal, Aspac jarang bisa bangkit. Ujian perdana merengkuh gelar juara adalah saat Aspac berhadapan dengan kuda hitam Stadium Jakarta dalam laga perdana playoff 9 Maret mendatang.   Pelatih Aspac Tjetjep Firmansyah menegaskan bahwa penyakit utama Aspac adalah konsistensi. Sebab, dalam beberapa pertandingan, mereka kerap tampil angin-anginan.

“Satu hal lagi, yakni passion untuk menang. Kadangkala kemauan anak-anak hilang. Saya hanya ingin Aspac konsisten dengan pola yang diterapkan,” tegas Tjetjep. “Kami tidak melihat lawan. Terpenting, kami bermain baik dulu. Masalah hasil tidak ada yang bisa menebak,” imbuhnya. (nur/ru/c5/ang)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/