JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Panitia Kerja (Panja) Komisi II DPR menyepakati tujuh poin yang harus dimasukkan dalam revisi UU Pilkada. Poin paling krusial adalah waktu pelaksanaan yang sebelumnya dijadwal 2015 mundur menjadi Februari 2016. Meski revisi itu menjadi hak inisiatif DPR, mereka tetap akan melakukan pembicaraan dengan pemerintah.
Kesepakatan tentang tujuh poin itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy di gedung DPR. Tujuh poin tersebut sekaligus menandai selesainya pembahasan revisi UU Pilkada di tingkat Panja DPR. “Kami sepakat pilkada serentak diundur dari 2015 menjadi Februari 2016. Sedangkan pilkada serentak secara nasional digelar pada 2017,” ujar Lukman, Selasa (3/2/2015).
Dia menjelaskan, jika pilkada dilakukan pada 2015, akan ada banyak kepala daerah yang dirugikan karena masa jabatannya terpotong, tidak genap lima tahun. “Dalam undang-undang, itu tidak diperbolehkan,” ujarnya.
Poin revisi lainnya adalah menghapus uji publik dan digantikan dengan seleksi internal parpol. Waktunya cukup lama, yakni enam bulan. Lukman menyatakan, uji publik memang penting, namun parpol yang lebih berhak menentukan pasangan yang maju pilkada. “Publik tetap bisa menilai pasangan karena KPUD akan melaksanakan sosialisasi calon kepala daerah sebelum pencoblosan. Warga bisa menilai calon yang layak dan tidak,” jawabnya.
Revisi juga dilakukan terhadap ambang batas kemenangan parpol dalam pilkada. Jika di dalam UU Pilkada disebutkan batas minimalnya 30 persen, komisi II memangkas menjadi 25 persen. Politikus PKB itu menjelaskan, angka 25 persen lebih menjamin pilkada tidak sampai dua putaran. “Semangatnya efisiensi,” ujarnya.
Hanya satu aturan hasil revisi yang dirasa memberatkan orang yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Yakni, syarat minimal pendidikan calon yang ditingkatkan. Untuk gubernur, calon harus berpendidikan minimal sarjana, sedangkan bupati/wali kota minimal diploma tiga.
Komisi II juga merevisi usia calon yang pantas menjadi kepala daerah. Gubernur minimal harus berusia 35 tahun, sedangkan bupati dan wali kota 30 tahun. Lukman mengatakan, aturan itu dikeluarkan bukan berarti meremehkan anak muda. Namun, sebagai pimpinan, mereka harus mempunyai ketenangan dalam memutuskan kebijakan. “Selain itu, pengalaman juga perlu,” tuturnya.
Revisi yang lain mencakup mekanisme pencalonan kepala daerah. Komisi II tetap mempertahankan sistem paket, yakni calon kepala daerah harus didampingi calon wakil kepala daerah. Namun, mereka memberikan catatan bahwa jumlah wakil bisa bervariasi sesuai jumlah penduduk daerah tersebut.
Di dalam UU Pilkada disebutkan daerah yang berpenduduk 1″3 juta jiwa mendapatkan satu wakil wali kota atau wakil bupati. Daerah yang penduduknya 3″10 juta bisa mendapatkan dua wakil wali kota atau wakil bupati. Untuk yang di atas 10 juta, jatah wakilnya tiga.
Lalu, siapa yang menyelenggarakan pilkada? Lukman mengatakan bahwa pilkada tetap akan diselenggarakan KPU lewat KPUD. “Nanti dibuat payung hukum atau aturan sebagai landasan KPUD untuk melaksanakan pilkada. (aph/c17/fat/jpnn/rbb)