JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendeteksi adan sekitar 9 ribu situs yang mengandung paham radikal. Dengan demikian, beredarnya buku agama yang mengajarkan paham tersebut hanya merupakan sebagian kecil upaya penyebaran ajaran yang lekat dengan kekerasan itu.
Juru Bicara BNPT Irfan Idris menjelaskan, sebenarnya ribuan situs paham radikal itu menyasar pelajar atau anak-anak. ”Masalah ini juga sangat mengkhawatirkan,” terangnya.
Hingga saat ini, BNPT berupaya menutup ribuan situs tersebut dengan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Masalahnya, tidak semua situs radikal tersebut bisa ditutup.
Karena itu, setiap wali murid dan guru bisa lebih ketat mengawasi siswa dalam berinternet. ”Sebab, sebenarnya murid bisa mengetahui paham radikal karena adanya kebutuhan (bahan pelajaran),” paparnya.
Salah satu yang biasanya terjadi, persiapan guru untuk mengajar agama masih kurang. Itu mungkin terjadi karena waktu yang sangat mepet. Hal tersebut bisa jadi membuat murid belum paham soal materi tertentu
“Biasanya, kalau murid ingin mencari informasi, tentu akan melalui internet. Dicarilah via google.com,” jelas Irfan.
Masalahnya, dalam internet ada 9 ribu situs berpaham radikal. Nah, bisa jadi murid-murid itu membaca paham radikal tersebut. Lalu, jika hal itu terjadi, siapa yang bisa disalahkan? “Anak yang tiba-tiba berpaham radikal tentu karena lingkungannya. Jangan salahkan anak-anak bila hal itu terjadi.”
Irfan menyatakan, dunia pendidikan memang menjadi sasaran empuk penyebaran paham radikal ISIS. Sebab, para pelajar masih muda. Anak muda biasanya memiliki semangat yang tinggi dan militan. Hal tersebut menjadi keuntungan sendiri bagi ISIS.
Salah satu buktinya, video pelatihan militer yang melibatkan anak-anak Indonesia. Hal tersebut tentu menjadi salah satu indikasi yang menguatkan bahwa ISIS menarget anggota muda. “Dengan begitu, semua diharapkan bisa bekerja sama untuk mengantisipasi,” terangnya. (idr/mia/bil/c5/end)