26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

BKN Ngotot PNS Maju Pilkada Harus Mundur

PNS. Foto: dok.JPNN
PNS. Foto: dok.JPNN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketentuan di Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengatur kewajiban PNS harus mengundurkan diri jika ikut mencalonkan diri di pilkada, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pihak pemerintah, dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara (BKN), santai menanggapi adanya gugatan itu. Juru Bicara BKN Tumpak Hutabarat mengatakan, memang sudah seharusnya PNS mengundurkan diri jika maju di pilkada.

“Ya intinya PNS kan harus netral. Kalau ikut pilkada, bagaimana bisa netral, apalagi jika majunya diusung partai politik,” ujar Tumpak Hutabarat kepada JPNN kemarin (7/4).

Menurutnya, jika nantinya MK mengabulkan gugatan yang diajukan Rektor Universitas Nusa Cendana  Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredik Lukas Beno, maka akan timbul masalah menyangkut netralitas PNS. “Jika tidak wajib mundur, menjadi tidak netral, ya pasti akan muncul masalah,” terang Tumpak.

Diketahui, pasal 119 UU ASN yang digugat ke MK itu bunyinya,” Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.

Di penjelasan Pasal 119 dikatakan, “Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali”.

Sedang pasal 123 ayat 3 UU ASN bunyinya, “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Penjelasan pasal 123 ayat (3) itu menyatakan, “Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali”.

Diketahui, jabatan pimpinan tinggi madya di daerah adalah sekda provinsi.  Sedangkan jabatan tinggi pratama di daerah adalah sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris DPRD, dan jabatan lain yang setara.

Dengan demikian, para pejabat yang menduduki jabatan-jabatan tersebut harus, bukan saja harus mengundurkan diri dari jabatannya, melainkan harus mundur juga dari PNS jika ikut maju di pilkada.

Dalam gugatannya ke MK, Rektor Universitas Nusa Cendana  Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredik Lukas Beno, menilai aturan di UU ASN dimaksud bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Di mana disebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

“Dalam Pasal 119 UU ASN disebutkan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah, wajib menyatakan pengunduran diri sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Menurut kami ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28C ayat 2 dan Pasal 28D ayat 1 dan 3 UUD 1945, ” ujarnya saat mendaftarkan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (31/3).

Ketentuan di Pasal 7 huruf t Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yang mengatur hal yang sama, juga digugat ke MK. (sam/jpnn)

PNS. Foto: dok.JPNN
PNS. Foto: dok.JPNN

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketentuan di Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) yang mengatur kewajiban PNS harus mengundurkan diri jika ikut mencalonkan diri di pilkada, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pihak pemerintah, dalam hal ini Badan Kepegawaian Negara (BKN), santai menanggapi adanya gugatan itu. Juru Bicara BKN Tumpak Hutabarat mengatakan, memang sudah seharusnya PNS mengundurkan diri jika maju di pilkada.

“Ya intinya PNS kan harus netral. Kalau ikut pilkada, bagaimana bisa netral, apalagi jika majunya diusung partai politik,” ujar Tumpak Hutabarat kepada JPNN kemarin (7/4).

Menurutnya, jika nantinya MK mengabulkan gugatan yang diajukan Rektor Universitas Nusa Cendana  Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredik Lukas Beno, maka akan timbul masalah menyangkut netralitas PNS. “Jika tidak wajib mundur, menjadi tidak netral, ya pasti akan muncul masalah,” terang Tumpak.

Diketahui, pasal 119 UU ASN yang digugat ke MK itu bunyinya,” Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”.

Di penjelasan Pasal 119 dikatakan, “Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali”.

Sedang pasal 123 ayat 3 UU ASN bunyinya, “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Penjelasan pasal 123 ayat (3) itu menyatakan, “Pernyataan pengunduran diri tidak dapat ditarik kembali”.

Diketahui, jabatan pimpinan tinggi madya di daerah adalah sekda provinsi.  Sedangkan jabatan tinggi pratama di daerah adalah sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris DPRD, dan jabatan lain yang setara.

Dengan demikian, para pejabat yang menduduki jabatan-jabatan tersebut harus, bukan saja harus mengundurkan diri dari jabatannya, melainkan harus mundur juga dari PNS jika ikut maju di pilkada.

Dalam gugatannya ke MK, Rektor Universitas Nusa Cendana  Nusa Tenggara Timur (NTT), Fredik Lukas Beno, menilai aturan di UU ASN dimaksud bertentangan dengan dengan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Di mana disebutkan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

“Dalam Pasal 119 UU ASN disebutkan, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah, wajib menyatakan pengunduran diri sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Menurut kami ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28C ayat 2 dan Pasal 28D ayat 1 dan 3 UUD 1945, ” ujarnya saat mendaftarkan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (31/3).

Ketentuan di Pasal 7 huruf t Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, yang mengatur hal yang sama, juga digugat ke MK. (sam/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/