JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Proses investigasi insiden penyusupan Mario Steven Ambarita ke dalam ruang roda pesawat Garuda rute Pekanbaru-Jakarta, Selasa (7/4) lalu terus berjalan. Dari penyidikan sementara, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berhasil mengorek informasi terkait motif dari pemuda 21 tahun itu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kemenhub Suprasetyo mengungkapkan, bahwa aksi Ambarita ini telah direncakana sejak lama. Ia berlatih selama kurang lebih satu tahun untuk bisa menyusup ke dalam space roda pesawat. Untuk memuluskan aksinya, dia juga mempelajari seluruh jadwal pesawat yang bertolak dari Pekanbaru menuju Jakarta.
Aksinya di Bandara SSK II disebutnya bukan yang pertama. Sebelumnya, dia pernah mencoba aksi nekatnya di Bandara Kualanamu, Medan, pada 19 Maret 2015. Tapi, aksi itu gagal. Dia tidak berhasil menyusup masuk ke bandara karena pengamanan di lokasi sangat ketat. “Dan akhirnya dipilihlah Bandara SSK II, Pekanbaru. Dia telah meneliti selama seminggu sebelum melakukan hal itu,” jelas Pras.
Atas perilaku nekatnya, Ambarita dinyatakan melanggar Undang-undang penerbangan nomor 1 tahun 2009. Dia melanggar pasal 344 junto 435 karena masuk daerah keamanan terbatas tanpa izin dan membahayakan keamanan. Ambarita pun terancam hukuman kurungan satu tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta.
Meski demikian, Pras masih belum bisa memastikan. Sebab, menurutnya, hingga kini investigasi masih dilakukan. Apalagi, setelah melihat motif Ambarita yang dianggap tidak biasa. Pihaknya pun akan melakukan tes kejiwaan sebelum akhirnya menyerahkan Ambarita ke pihak berwajib. “Ini kan masalah serius ya. Tentu harus tegas. Tapi kita juga akan lihat hasil tes kejiwaannya dulu,” ungkap Pras.
Tak hanya nasib Ambarita yang tengah diujung tanduk. Kemenhub juga bakal memberi sanksi kepada Pihak Bandara SSK II karena kelalaiannya menjaga keamanan bandara. Pras mengatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Angkasa Pura II dan menyampaikan hal itu. “Kami minta untuk memberikan sanksi. Sanksinya berupa rotasi General Manager (GM) dan petugas keamanan di SSK II,” tegas Pras.
Selain itu, Pras juga meminta pihak AP II untuk segera membenahi kemanan Bandara SSK II. Terutama, dalam hal pagar pembatas yang tidak sesuai dengan standar Internasional. Pagar di sana diketahui belum memenuhi aturan baku setinggi 2,44 meter dan diberi kawat berduri pada bagian atasnya.
Direktur Keamanan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Yurlis Hasibuan menambahkan, akan ada tim khusus yang dibentuk untuk melakukan audit SSK II. Audit ini akan dilakukan hingga Sabtu (11/4) mendatang. Setelahnya, akan diputuskan lebih lanjut terkait sanksi bagi pihak bandara. “Audit ini pun untuk memastikan prosedur keamanan bandara telah terpenuhi,” tambahnya.
Sementara itu Direktur Utama PT Angkasa Pura II, Budi Karya Sumadi mengaku kecolongan atas aksi nekat Ambarita dari bandara Sutan Sjarief Kasim II Pekanbaru Riau. Untuk itu pihaknya akan melakukan perbaikan-perbaikan terkait pengamanan di bandara.”Iya kita akui kecolongan, awalnya memang karena dia lolos di bandara,” ujarnya.
Sebenarnya, kata Budi, pengamanan di Bandara SSK II termasuk cukup ketat. Pasalnya bandara SSK II berada satu wilayah dengan Lapangan Udara TNI AU Roesmin Nurjadin. Bandara ini menjadi fasilitas militer untuk skadron F-16 dan Hawk 100/200.”Seharusnya pengamanan disitu sangat ketat. Tapi ini mungkin jadi pelajaran buat kita,” sebutnya.
Dia menduga Ambarita bisa masuk ke landasan pacu karena ada celah di pagar luar bandara. Untuk itu mencari celah-celah itu, dia telah mengirimkan tim untuk menyelidiki kondisi pengamanan di bandara SSK II. “Soal (pagar) ini di Pontianak malah lebih terbuka. Nempel kebun rakyat. Mungkin itu perlu ditinggikan,” lanjutnya.
Aksi Ambarita yang menyelinap masuk ke ruang roda pesawat Garuda Indonesia, menurut Budi, bisa mengancam keselamatan penerbangan. Pasalnya keberadaan Ambarita di tempat melipat roda pesawat bisa mengganggu proses landing.”Iya kalau dia sendiri yang celaka, kalau kemudian rodanya nyangkut dan pesawat nggak bisa landing bagaimana,” kesalnya.
VP Corporate Communication Garuda Indonesia, Pujobroto masih tidak percaya Ambarita bisa selamat setelah ikut terbang di roda pesawat selama satu jam lebih. Padahal pada ketinggian 30-35 ribu kaki kondisi diluar kabin pesawat sangat ekstrem.”Di ketinggian 30-35 ribu kaki itu suhu bisa 30 derajat celcius, karena 11 ribu kaki sudah nol derajat celcius, “ tuturnya.
Selain itu, tekanan udara juga mengalami penurunan tajam. Di daratan tekanan udara normal 1013 mbs (metric bars), sementara ketinggian diatas 30 ribu kaki tekanan udara hanya sekitar 100 mbs. Perbedaan tekanan udara secara drastis itu bisa menyebabkan kesakitan di telinga.”Mungkin itu penyebab telinganya berdarah. Bisa juga karena suara yang sangat keras,” tambahnya.
Pada saat terbang tinggi itu Mario diperkirakan juga mengalami kekurangan oksigen. Sebab kepadatan oksigen di ketinggian di atas 20 ribu kaki hanya 50 persen dibanding di daratan. Dengan kondisi ekstrem seperti itu, Pujo pesimis manusia masih bisa hidup.”Mungkin dia selamat karena suhu ban masih panas sehingga tidak terlalu kedinginan,” jelasnya. (mia/wir/jpnn/val/rbb)