25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

News Analysis

Ramadhan Batubara

Konon di sebuah entah berentah lahirlah seorang bayi tanpa mulut. Seiring waktu, setelah dia besar, dia menjadi sosok yang top. Semua orang membicarakannya. Perempuan itu menjadi cantik karena setiap orang bebas membayangkan mulut yang pas. Jika ada yang suka bibir tipis, kan tinggal bayangkan saja pada wajah perempuan itu. Begitu juga dengan para pecinta bibir tebal dan sebagainya.

Saking topnya, perempuan ini tidak hanya mencuri perhatian warga, pemerintah juga kena imbas. Ujung-ujungnya, dia ditangkap pihak keamanan. Alasan penangkapan itu adalah karena dia terlalu diam.

Setelah dilepas, warga shock. Si perempuan menjadi punya mulut. Dia pun lincah berkicau. Tak pelak, warga menggunjingkannya. Perempuan tadi pun ditangkap lagi. Alasan penangkapan itu adalah karena dia terlalu banyak bicara.

Begitulah cerita pendek karya Putu Wijaya yang berjudul Mulut. Sengaja saya kutip kisah tersebut tak lain karena situasi terkini. Perempuan tanpa mulut ala Putu, bagi saya adalah soal pembungkaman saat zaman Soeharto lalu. Ya, bukan rahasia kalau zaman orde baru, para politikus dan media hingga mahasiswa dibungkam; semuanya seakan tanpa mulut. Dan lucunya, di zaman itu juga meski telah dibungkam masih ada juga yang ditahan. Sedangkan perempuan bermulut, bagi saya, lebih mengarah pada era reformasi; tidak ada lagi pembungkaman. Tapi, tetap saja aspirasi tertahan. Bukankah begitu?
Melihat opera sabun DPR RI soal harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tempo hari, saya langsung teringat dengan perempuan tanpa mulut ala Putu Wijaya tadi. Ya, ketika diberi mulut, semuanya langsung ingin bicara. Bahkan, sampai ada yang berteriak. Saya jadi bertanya, benarkah yang mereka suarakan itu benar-benar keinginan mereka? Ayolah, begitu punya mulut, si perempuan tadi kan langsung kemaruk. Dengan kata lain, entah apa-apa saja yang dia keluarkan dari mulutnya itu.

Maka, bukan sesuatu yang aneh ketika di Indonesia kini muncul orang-orang yang sok pakar. Tidak sulit menemukannya, lihat saja surat kabar yang ada di Medan. Atas nama news analysis dia berani memajang fotonya disamping tulisannya yang hanya beberapa paragraf saja. Saya akui, analisis memang bukan harus panjang, tapi mengarah dengan tepat. Ya, ada landasan permasalahan hingga teori apa yang dia gunakan untuk membedah masalah tadi. Ayolah, sudah cukupkah seorang pakar mengatakan ‘kedamaian yang paling kita inginkan’ terkait aksi demonstrasi penolakan BBM di Medan beberapa hari lalu? Bukankah kalimat itu juga bisa diucapkan oleh siapa saja? Siapa yang tak suka damai, tapi kenapa tak damai malah tidak dianalisis oleh orang yang katanya pakar itu.

Itulah yang dimaksud dengan asal bicara alias asal punya mulut seperti perempuan Putu Wijaya tadi. Nah, wakil rakyat yang beropera sabun tempo hari bagaimana? Entahlah, yang jelas, bak cerpen Mulut, unsur kemaruk ketika bisa bicara memang cenderung tampak. Sayangnya, aspirasi rakyat malah cenderung tak tampak. Lalu, news analysis saya terhadap masalah ini apa? Hm, maaf, saya belum pakar. (*)

*Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Ramadhan Batubara

Konon di sebuah entah berentah lahirlah seorang bayi tanpa mulut. Seiring waktu, setelah dia besar, dia menjadi sosok yang top. Semua orang membicarakannya. Perempuan itu menjadi cantik karena setiap orang bebas membayangkan mulut yang pas. Jika ada yang suka bibir tipis, kan tinggal bayangkan saja pada wajah perempuan itu. Begitu juga dengan para pecinta bibir tebal dan sebagainya.

Saking topnya, perempuan ini tidak hanya mencuri perhatian warga, pemerintah juga kena imbas. Ujung-ujungnya, dia ditangkap pihak keamanan. Alasan penangkapan itu adalah karena dia terlalu diam.

Setelah dilepas, warga shock. Si perempuan menjadi punya mulut. Dia pun lincah berkicau. Tak pelak, warga menggunjingkannya. Perempuan tadi pun ditangkap lagi. Alasan penangkapan itu adalah karena dia terlalu banyak bicara.

Begitulah cerita pendek karya Putu Wijaya yang berjudul Mulut. Sengaja saya kutip kisah tersebut tak lain karena situasi terkini. Perempuan tanpa mulut ala Putu, bagi saya adalah soal pembungkaman saat zaman Soeharto lalu. Ya, bukan rahasia kalau zaman orde baru, para politikus dan media hingga mahasiswa dibungkam; semuanya seakan tanpa mulut. Dan lucunya, di zaman itu juga meski telah dibungkam masih ada juga yang ditahan. Sedangkan perempuan bermulut, bagi saya, lebih mengarah pada era reformasi; tidak ada lagi pembungkaman. Tapi, tetap saja aspirasi tertahan. Bukankah begitu?
Melihat opera sabun DPR RI soal harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tempo hari, saya langsung teringat dengan perempuan tanpa mulut ala Putu Wijaya tadi. Ya, ketika diberi mulut, semuanya langsung ingin bicara. Bahkan, sampai ada yang berteriak. Saya jadi bertanya, benarkah yang mereka suarakan itu benar-benar keinginan mereka? Ayolah, begitu punya mulut, si perempuan tadi kan langsung kemaruk. Dengan kata lain, entah apa-apa saja yang dia keluarkan dari mulutnya itu.

Maka, bukan sesuatu yang aneh ketika di Indonesia kini muncul orang-orang yang sok pakar. Tidak sulit menemukannya, lihat saja surat kabar yang ada di Medan. Atas nama news analysis dia berani memajang fotonya disamping tulisannya yang hanya beberapa paragraf saja. Saya akui, analisis memang bukan harus panjang, tapi mengarah dengan tepat. Ya, ada landasan permasalahan hingga teori apa yang dia gunakan untuk membedah masalah tadi. Ayolah, sudah cukupkah seorang pakar mengatakan ‘kedamaian yang paling kita inginkan’ terkait aksi demonstrasi penolakan BBM di Medan beberapa hari lalu? Bukankah kalimat itu juga bisa diucapkan oleh siapa saja? Siapa yang tak suka damai, tapi kenapa tak damai malah tidak dianalisis oleh orang yang katanya pakar itu.

Itulah yang dimaksud dengan asal bicara alias asal punya mulut seperti perempuan Putu Wijaya tadi. Nah, wakil rakyat yang beropera sabun tempo hari bagaimana? Entahlah, yang jelas, bak cerpen Mulut, unsur kemaruk ketika bisa bicara memang cenderung tampak. Sayangnya, aspirasi rakyat malah cenderung tak tampak. Lalu, news analysis saya terhadap masalah ini apa? Hm, maaf, saya belum pakar. (*)

*Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/