Ramadhan Batubara
Redaktur Pelaksana Sumut Pos
Senayan murka. Dua warganya terekam dalam kamera sedang asyik geboy. Dan, ini bukan yang pertama. Berbagai pertanyaan pun mengemuka. Kenapa bisa? Siapa yang mengedarkan? Kok mau direkam? Kewibawaan dan keberanian mereka saat bicara atas nama rakyat pun langsung pudar. Soal syahwat memang bisa bikin gawat.
Menariknya, kasus politisi mesum bukan pula baru. Ada beberapa nama yang sempat tersangkut sebelumnya, sebut saja Yahya Zaini yang terlibat skandal video porno dengan penyanyi dangdut Maria Eva. Seakan tak kapok, di video yang baru ini, dua politisi dari partai ternama itu terkesan bangga menunjukkan hal-hal pribadi mereka. Pertanyaannya, benarkah kedua orang yang terekam itu benar anggota dewan? Pakar telematika yang kini juga sudah menjadi anggota dewan, Roy Suryo, sama sekali tak membantah. Kepada media, dia mengaku sudah mempelajari sejumlah kolase foto adegan yang diambil dari source asli video porno tersebut. Menurut Roy, tidak ada rekayasa atau editing apa pun terhadap sosok perempuan yang terlihat dalam kolase foto itu. Sedangkan sosok prianya dia mengaku tidak bisa mengidentifikasi karena tidak terlihat.
Nah, karena hal semacam itu terus berulang, apakah kejadian itu patut disayangkan atau malah dibanggakan?
Pasalnya, bagi beberapa kalangan tersebarnya video itu adalah sebuah berkah. Bak wisata syahwat yang murah. Ayolah, kapan lagi bisa menonton orang ternama beradegan mesum. Dan, menontonnya pun cukup melalui ponsel atau di internet.
Soal rekam-merekam ini memang lucu. Cukup sulit dicari latar belakang perekaman. Pasalnya, kedua politisi itu bukan suami istri. Nah, namanya selingkuh, berarti harus ditutup-tutupi bukan? Dengan kata lain, jangan sampai meninggalkan jejak. Seorang kawan saya saja harus naik angkutan kota jika ingin selingkuh. Ya, dia takut mobilnya terlihat di tempat selingkuhnya itu. Padahal, dia bukan anggota dewan.
Nah, kok bisa ada anggota dewan yang mau merekam perselingkuhan? Tentu, semua pasti ada sebab. Bisa saja perekaman itu demi niat tertentu untuk di masa mendatang. Misalnya, untuk pemerasan atau apalah. Tapi, bisa saja perekaman itu sama sekali tanpa niat jelek. Bisa saja keduanya begitu bangga untuk tampil di kamera. Maklumlah, mungkin mereka keturunan Dewa Narcissus – sang asal kata narsis itu.
Keberadaan ponsel yang dilengkapi kamera atau kamera yang harganya sudah begitu terjangkau memang cukup beralasan untuk menjadikan orang bertambah narsis. Perhatikanlah di beberapa jejaring sosial, begitu banyak yang jual tampang. Ada pula yang selalu mengganti foto profilnya setiap dia pindah tempat. Luar biasa bukan?
Nah, dua politisi tadi bagaimana? Apakah perbuatan mereka buah dari kenarsisan atau kesialan?
Terserahlah, yang jelas, video mereka cukup memuaskan para pelancong syahwat. Video mesum orang Indonesia kabarnya paling diminati oleh orang Indonesia. Istilahnya, kalau nonton film karya anak bangsa, soul-nya dapat. Selain itu, fisik yang ditonton tidak jauh beda dengan yang menonton, jadi kalau dikhayalkan bisa langsung pas. Begitulah, atas nama syahwat, nikmati saja. (*)