32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Nasib

Oleh: Iwan Junaidi
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

LUAR BIASA sambutan masyarakat Indonesia ketika klub sepak bola asal Italia Inter Milan menjejakkan kaki di bumi pertiwi ini. Dari mulai orang tua hingga para bocah tak henti-hentinya mengelukan klub yang beridiri pada 9 Maret 1908 itu.

Ya, pada usianya yang sudah 104 tahun itu para Internisti (sebutan untuk fans Inter Milan) bukan hanya ada di Italia. Di Indonesia pun cukup banyak Internisti yang tak pernah henti mengagumi bahkan memuja klub yang telah mengoleksi 18 tropi Serie A itu.

Dan kekaguman itu pastinya akan semakin besar dirasakan Internisti yang ada di Indonesia, karena pada tiga hari ke depan, Nerrazuri (julukan Inter Milan) bukan hanya bertanding dengan sekumpulan pemain hebat di negeri ini, tapi lebih dari itu, para pemain yang tergabung di dalam tim pemegang tiga tropi Liga Champions ini (1964, 1965 dan 2010) juga menggelar pelatihan kepada sejumlah bocah.

Artinya, kubu Inter Milan tak sekadar meraup keuntungan di negeri ini, karena di satu sisi, mereka juga memberi keuntungan saat para pemainnya berbagi ilmu kepada sejumlah bocah di negeri ini.

Kondisi yang dialami Inter Milan ini bertolak belakang dengan apa yang dialami Stefani Joanne Angelina Germanotta. Ya, wanita kelahiran 28 Maret 1986 yang beken dengan panggilan Ladi Gaga ini mendapat tentangan yang luara biasa dari banyak pihak, terkait konser musik bertajuk Born This Way Ball Tour yang akan berlangsung pada 6 Juni mendatang di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Penampilan serta pola hidup dan lirik musik yang eksentrik menjadi alasan paling sakti untuk menolak kehadiran penyanyi asal New York itu. Bahkan jikapun pada konsernya nanti Ladi Gaga yang biasanya tampil dengan busana minim itu mempergunakan kebaya dan tak menyanyikan lagu dengan lirik seolah memuja setan, tetap saja sejumlah elemen menentang kehadirannya.

‘Tak ada keuntungan yang bisa didapat dari kehadirannya’. ‘Lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya’. Itu hanya sebagian kecil alasan yang ditujukan untuk menolak kehadiran Lady Gaga.

Sungguh ini fakta yang kontradiktif dengan apa yang dialami para pemain Inter Milan yang bermandi sanjung dan puja. Mungkin Lady Gaga takkan mengalami nasib seapes itu jika dirinya hanya menyandang status sebagai seorang penyanyi kibor dari kampung ke kampung.
Tak percaya, lihatlah di sejumlah daerah pinggiran yang ada di Indonesaia. Teramat banyak wanita yang dengan hanya menggunakan bra dan celana dalam mendendangkan lagu berlirik cabul sambil menggoyangkan badannya secara erotis.

Tak hanya orang tua, angan anak-anak pun dibuat terbang dan ngiler melihat aksi penyanyi yang sungguh kampungan itu. Itu jika membandingkan aksi Lady Gaga dan penyanyi kibor di daerah pinggiran.

Lantas, bagaimana jika membandingkan Lady Gaga dengan klub sepak bola penyandang 19 gelar Lige Primer Inggris, Manchester United?
Klub yang berdiri pada tahun 1878 itu secara nyata menjadikan gambar setan yang memegang garputala sebagai lambang kebesaran mereka pada logo klub. Namun, sejauh ini klub yang kemudian sohor dengan julukan The Red Devils itu tak sekalipun dianggap sebagai pemuja setan dan didemo masyarakat dunia.

Sebaliknya, saat ini hampir tak ada orang yang tak mengenal nama Manchester United. Bahkan anak-anak di Indonesia kerap memilih jersey Manchester United daripada membeli jersey timnas Indonesia jika diajak sang ibu shoopping ke mal atau pusat perbelanjaan lainnya. (*)

Oleh: Iwan Junaidi
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

LUAR BIASA sambutan masyarakat Indonesia ketika klub sepak bola asal Italia Inter Milan menjejakkan kaki di bumi pertiwi ini. Dari mulai orang tua hingga para bocah tak henti-hentinya mengelukan klub yang beridiri pada 9 Maret 1908 itu.

Ya, pada usianya yang sudah 104 tahun itu para Internisti (sebutan untuk fans Inter Milan) bukan hanya ada di Italia. Di Indonesia pun cukup banyak Internisti yang tak pernah henti mengagumi bahkan memuja klub yang telah mengoleksi 18 tropi Serie A itu.

Dan kekaguman itu pastinya akan semakin besar dirasakan Internisti yang ada di Indonesia, karena pada tiga hari ke depan, Nerrazuri (julukan Inter Milan) bukan hanya bertanding dengan sekumpulan pemain hebat di negeri ini, tapi lebih dari itu, para pemain yang tergabung di dalam tim pemegang tiga tropi Liga Champions ini (1964, 1965 dan 2010) juga menggelar pelatihan kepada sejumlah bocah.

Artinya, kubu Inter Milan tak sekadar meraup keuntungan di negeri ini, karena di satu sisi, mereka juga memberi keuntungan saat para pemainnya berbagi ilmu kepada sejumlah bocah di negeri ini.

Kondisi yang dialami Inter Milan ini bertolak belakang dengan apa yang dialami Stefani Joanne Angelina Germanotta. Ya, wanita kelahiran 28 Maret 1986 yang beken dengan panggilan Ladi Gaga ini mendapat tentangan yang luara biasa dari banyak pihak, terkait konser musik bertajuk Born This Way Ball Tour yang akan berlangsung pada 6 Juni mendatang di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Penampilan serta pola hidup dan lirik musik yang eksentrik menjadi alasan paling sakti untuk menolak kehadiran penyanyi asal New York itu. Bahkan jikapun pada konsernya nanti Ladi Gaga yang biasanya tampil dengan busana minim itu mempergunakan kebaya dan tak menyanyikan lagu dengan lirik seolah memuja setan, tetap saja sejumlah elemen menentang kehadirannya.

‘Tak ada keuntungan yang bisa didapat dari kehadirannya’. ‘Lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya’. Itu hanya sebagian kecil alasan yang ditujukan untuk menolak kehadiran Lady Gaga.

Sungguh ini fakta yang kontradiktif dengan apa yang dialami para pemain Inter Milan yang bermandi sanjung dan puja. Mungkin Lady Gaga takkan mengalami nasib seapes itu jika dirinya hanya menyandang status sebagai seorang penyanyi kibor dari kampung ke kampung.
Tak percaya, lihatlah di sejumlah daerah pinggiran yang ada di Indonesaia. Teramat banyak wanita yang dengan hanya menggunakan bra dan celana dalam mendendangkan lagu berlirik cabul sambil menggoyangkan badannya secara erotis.

Tak hanya orang tua, angan anak-anak pun dibuat terbang dan ngiler melihat aksi penyanyi yang sungguh kampungan itu. Itu jika membandingkan aksi Lady Gaga dan penyanyi kibor di daerah pinggiran.

Lantas, bagaimana jika membandingkan Lady Gaga dengan klub sepak bola penyandang 19 gelar Lige Primer Inggris, Manchester United?
Klub yang berdiri pada tahun 1878 itu secara nyata menjadikan gambar setan yang memegang garputala sebagai lambang kebesaran mereka pada logo klub. Namun, sejauh ini klub yang kemudian sohor dengan julukan The Red Devils itu tak sekalipun dianggap sebagai pemuja setan dan didemo masyarakat dunia.

Sebaliknya, saat ini hampir tak ada orang yang tak mengenal nama Manchester United. Bahkan anak-anak di Indonesia kerap memilih jersey Manchester United daripada membeli jersey timnas Indonesia jika diajak sang ibu shoopping ke mal atau pusat perbelanjaan lainnya. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/