Ramadhan Batubara
Lebaran memang masih lama, Ramadan pun baru sebelas hari. Tapi, soal Lebaran memang harus dipersiapkan sedini mungkin. Termasuk soal bagi-bagi rezeki di hari kemenangan itu.
Maka, bersiaplah mereka yang ingin berlebaran. Orangtua akan menyimpan uang agar anaknya bisa jajan dengan nyaman saat Lebaran nanti. Selain itu, dia juga harus menyiapkan uang lainnya agar bisa dibagikan pada keponakan atau tetangga. Untuk itu, persedian uang tunai dengan segala pecahan harus dipersiapkan dengan matang. Tidak mungkinkan memberi selembar uang sepuluh ribu pada dua anak, lalu dengan bangga mengatakan: nanti bagi dua ya?
Begitulah, adalah sebuah tradisi bagi orang kita untuk saling berbagi di hari itu bukan? Namanya berbagi harus tampak total. Totalitas yang dimaksud adalah bagaiman si penerima merasa tidak diduakan atau ditigakan. Dia harus mendapat sesuatu yang utuh dan tidak dibagi-bagi. Contohnya soal uang sepuluh ribu tadi: orangtua harus menyediakan dua lembar uang lima ribuan.
Itulah sebab Bank Indonesia pun bersiap. Mereka mempersiapkan diri dengan menyediakan uang tunai berbagai pecahan dengan jumlah yang banyak. Tidak tanggung-tanggung, kebutuhan uang tunai di Sumatera Utara dan Aceh pada Lebaran mendatang diperkirakan mencapai Rp3,6 triliun.
Kebutuhan uang tunai ini naik 29 persen, dibandingkan tahun lalu yang berkisar Rp2,7 triliun. Dari angka luar biasa itu, untuk Medan saja dibutuhkan dana tunai sebesar Rp2,2 triliun atau naik sebesar 29 persen dari 2011 lalu yakni Rp1,7 triliun.
Kenyataan ini sejatinya membuat saya berpikir keras. Ya, berarti, akan sangat banyak uang yang beredar di Sumatera Utara dan Medan pada khususnya. Tak mau dahi terus berkerut, saya coba menghitungnya. Anggap saja jumlah penduduk Medan dua setengah juta jiwa. Nah, dari dua setengah juta jiwa itu anggap saja sepuluh prosennya anak-anak. Maka ada dua ratus lima puluh ribu anak-anak.Lalu, masing-masing dari dua ratus lima puluh ribu anak-anak itu mendapat uang tunai lima ribu rupiah.
Hasilnya, ada 1 koma dua ratus lima puluh miliar rupiah uang tunai yang beredar di tangan mereka bukan? Fiuh, bukan angka yang kecil. Nah, bayangkan lagi kalau jumlah anak-anak di Medan lebih tinggi dari itu. Lalu, bayangkan juga uang yang diberi orangtua tidak lima ribu rupiah, tapi sepuluh ribu rupiah. Tidak sampai di situ, seorang anak tentunya tidak hanya mendapat ‘rezeki Lebaran’ dari orangtuanya saja kan? Dia bisa dapat dari abangnya, kakaknya, pamannya, bibinya, kakek-neneknya, bahkan dari tetangga. Hm, bisa bayangkan jumlah uang tunai untuk seluruh anak di Medan?
Terlepas dari uang yang dipegang seluruh anak di Medan, saya juga bayangkan berapa uang yang dibawa pulang oleh pedagang bakso saat Lebaran. Misalnya begini, anggap saja sepuluh persen dari dua ratus lima puluh anak-anak Medan itu membeli bakso.
Berarti ada 25 ribu anak yang jajan bakso. Harga bakso anggaplah tujuh ribu rupiah. Maka, uang yang dibawa pulang oleh pedagang bakso saat itu adalah seratus tujuh puluh lima juta. Seandainya saja di Kota Medan ada seratus penjual bakso maka masing-masing pedagang akan mengantungi satu juta tujuh ratus lima puluh ribu. Lumayan bukan?
Waduh, kenapa catatan kali ini terlalu banyak berandai-andai. Hm, maaf saya terlalu terbawa suasana. Maklumlah sudah mau Lebaran. Namanya Lebaran, keberadaan uang tunai memang sangat menentukan. Beruntunglah Bank Indonesia cepat tanggap.
“Kami juga mengimbau agar masyarakat berhati-hati saat membawa uang tunai yang cukup besar guna menghindari perampokan dan pencurian,” pesan Deputi Direktur Divisi Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Kahfi Zulkarnaen.
SIAP! (*)