MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pemekaran Provinsi Sumatera Utara menjadi empat provinsi, ternyata sulit untuk diwujudkan. Pasalnya, saat ini ada dua hal yang mengganjal rencana tersebut, yakni moratorium daerah otonomi baru (DOB) dan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Meski begitu, DPRD Sumut melalui panitia kerja (Panja) yang sudah dibentuk, akan terus berupaya mencari solusi agar pemekaran tersebut dapat terwujudn
“UU 23 ini di dalamnya ada mengatur tentang luas wilayah dan jumlah penduduk minimal untuk pembentukan DOB. Melihat kondisi sekarang, sulit rasanya untuk dipenuhi, karena adanya ketentuan itu. Namun yang terpenting lagi dari semua itu, selama kran moratorium belum dicabut, usaha dan perjuangan kita akan sia-sia,” kata salah seorang inisiator pemekaran Provinsi Tapanuli (Protap), Juliski Simorangkir menjawab Sumut Pos, Rabu (31/7).
Pasal 34 ayat (1) UU 23/2014 menyebutkan, persyaratan dasar pemekaran daerah sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) meliputi; persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah. Persyaratan dasar kewilayahan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi; luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal.
Sedangkan di Pasal 35 ayat (1) menerangkan, luas wilayah minimal dan jumlah penduduk minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a dan huruf b ditentukan berdasarkan pengelompokan pulau atau kepulauan. Untuk cakupan wilayah, diatur pada ayat (2) huruf d meliputi; paling sedikit lima daerah kabupaten/kota, untuk pembentukan daerah provinsi.
“Jadi setelah dihitung-hitung jumlah penduduk harus ada 3,5 juta untuk membentuk DOB di Sumatera, dan ada ketentuan luas wilayah ini yang membuat sulit. Memang sih sudah lama UU ini, tapi dulu karena moratorium kita tidak begitu memelajarinya. Rupanya ada persyaratan terkait itu,” ujarnya.
Ia mengamini jika ketentuan dimaksud yang akan diikuti, maka tidak hanya Protap, Sumatera Tenggara, Nias dan lainnya tidak bisa disahkan sebagai sebuah DOB. Bahkan ia menyebut gabungan daerah dari yang sebelumnya diusul untuk pemekaran sebuah provinsi, mesti digabung lagi dengan daerah lainnya.
“Kalau digabung dengan yang lain, maka kembali ke nol lagilah. Cuma kita ini sedang konsultasi, apakah UU ini sudah disahkan atau sudah berlaku (sebelum ada moratorium), supaya bisa kita yudisial review ke MK. Karena waktu itu sudah moratorium jadi orang pun cuek. Ini yang jadi persoalan,” kata politisi PKPI itu. “Begitupun kita tetap konsolidasi dan tetap optimis ada selalu ada jalan,” pungkasnya.
Persoalan ini sebelumnya jugapernah disuarakan Sekretaris Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng, Sutrisno Pangaribuan, saat pihaknya konsultasi ke staf khusus presiden. Waktu itu pihaknya telah menyiapkan dokumen pemekaran sesuai UU 32/2004 tentang Pemda.
Namun, dengan lahirnya UU 23/2014 seakan ada upaya untuk menghalangi DOB. “Ada semacam upaya untuk menghalangi DOB karena ketika sudah dibuat aturan yang sangat ketat untuk DOB tingkat kabupaten/kota, namun aturan yang sama dibuat lagi untuk tingkat provinsi,” katanya.
Seharusnya, kata politisi PDI Perjuangan itu, berdasarkan UU yang lama jika pembentukan DOB tingkat kabupaten yang panjang itu sudah terpenuhi maka tinggal syarat pemenuhan jumlah gabungan kabupaten/kota saja. “Ini malah diperketat lagi di UU No. 23/2014 pada Bab VI-nya yang meminta jumlah penduduk dan luasan wilayah,” katanya.
Pun demikian, Panja Pemekaran Sumteng tidak ingin menabrak UU 23/2014 yang saat ini menjadi acuan untuk pemekaran provinsi. “Kalau didalam dokumen yang akan kami sampaikan bahwa Sumteng itu hanya 4 kabupaten dan 1 kota. Tetapi karena tidak ingin menabrak aturan UU 23/2014 maka kami mengajak teman-teman dari Dapil 6 (Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, dan Labuhanbatu Utara),” katanya.
Anggota DPRD Sumut Dapil Sumut 8, Fatonowa Waruwu juga sebelumnya mengungkapkan, dalam pembentukan DOB untuk Provinsi Nias tidaklah mudah, karena mesti ada persyaratan yang harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum menindaklanjutinya lebih serius, apalagi Nias sudah masuk kategori pulau terluar.
“Selain itu untuk pembentukan DOB juga dilihat dari jumlah penduduk, luas wilayah dan lainnya. Ini kan mesti kita cermati lagi perkembangannya, karena menurut saya jumlah penduduk Nias sekarang belum memenuhi ketentuan yang diminta itu,” ujar politisi Partai Hanura tersebut.
Ia berpendapat, kemungkinan ada terjadi perubahan regulasi menyangkut DOB di Indonesia sebelum masa pengusulan Provinsi Nias sebelumnya. Makanya sebelum melakukan upaya dan langkah lain, mereka ingin membicarakannya ditingkat internal dulu.
“Kita khawatir ketika berkonsultasi dengan Kemendagri ataupun DPR RI nantinya, ternyata ada regulasi atas persyaratan pemekaran yang membuat usaha kita mentah di sana. Untuk itu perlu saya kira kami yang ada berenam keterwakilan dari Nias membicarakannya terlebih dahulu,” kata Fatonowa. (prn)