25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Warga Barak Induk Demo PN Medan

ilustrasi
ilustrasi

Sidang Prapid Ditunda
MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sidang gugatan pra peradilan (prapid) dua pemilik getah karet terhadap Balai Sesar BBTNGL batal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (31/8). Alasannya, pihak termohon, yakni Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) tidak dalam dalam sidang tersebut.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBTNGL, P Turnip ketika dihubungi menyatakan pihaknya sudah mengirimkan surat permohonan penundaan sidang prapid yang semestinya digelar Senin (31/8) untuk pemohon Mastur dan Kadarudin yang sidangnya akan digelar pada Kamis (3/9) hingga Senin (7/9) secara bersamaan.

“Kami sekarang tinggal menunggu jawaban dari Pengadilan Negeri Medan agar ditunda Senin depan,” katanya.

Sementara itu, Humas PN Medan, Fauzul Hamdi kepada wartawan menyatakan bahwa pihaknya sudah mengkonfirmasi sidang prapid tersebut akan digelar Senin (7/9). “Kita sudah telepon paniteranya, bahwa sidangnya kita tunda jadi Senin mendatang, penundaan ini karena pihak termohon tidak hadir,” katanya.

Meskipun sidang gugatan prapid ditunda, namun puluhan warga Barak Induk, Dusun V, Aman Damai, Desa Harapanmaju, Seilepan, Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk memberikan dukungan kepada rekannya yang ditahan di Rumah
Tahanan Tanjunggusta. Mereka meminta majelis hakim mengabulkan gugatan mereka terhadap BBTNGL.

Dalam aksi yang umumnya merupakan kaum ibu dan bapak-bapak yang sudah berumur itu membentangkan spanduk. Beberapa sebagian dari kaum ibu bahkan menangis sesenggukan saat salah satu warga menyampaikan orasinya.

Pimpinan aksi, Mislan mengatakan, selama ini antara warga dan BBTNGL sudah bicara tentang legalitas keberadaan mereka di dalam kawasan TNGL selalu mengambang dan tidak pernah ada kejelasan dan justru yang
terjadi penggusuran.

“Kita negosiasi, dan saat sedang negosiasipun, malah ada penggusuran, jadi masyarakat tidak tahan dengan situasi ini,”katanya.

Dia mengaku kebingungan mencari keadilan dan pengamanan. Pihaknya sudah menyurati pihak kepolisian baik di Kabupaten maupun Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) untuk memberikan pengamanan aksi damai mereka namun tidak ditanggapi.

“Kita akan terus ke sini untuk memberikan dukungan kepada kawan kita,” katanya.

Dia menambahkan, dirinya sudah berada di Barak Induk sejak 15 tahun silam bersama 2.000 hingga 3.000 kepala keluarga (KK) yang lain. Jumlah tersebut surut dan kini tinggal sekitar 700-800 KK.

“Kami menanam untuk menunggu hasil, dan itu tidak hanya setahun dua tahun. Kalau kayu itu ilegal, tak boleh keluar, masa’ getah dari karet yang kami tanam juga tak boleh keluar,” katanya.

Dia juga mempertanyakan apakah getah karet sebagai komoditas perkebunan atau kehutanan. “Semua perlu tahu, ada banyak orang masuk dengan berbagai kepentingan, melakukan ilegal logging diatasnamakan masyarakat, kami yang kena imbasnya, kami ini sebagai kambing hitam. Kebetulan yang ditangkap ini pengungsi, tapi ada banyak yang bukan pengungsi masuk. Kami ini tertindas, di Aceh kami sudah kena, kami kemari tanpa harta benda, kami warga negara berhak untuk menghidupi kehidupa kami,” ungkapnya
Sebagaimana diketahui Mastur dan Kadarudin ditangkap tangan pada Senin (13/8) lalu kedapatan membawa 2,5 ton getah karet bersama dengan Bambang Koto dan Afrizal Koto yang membawa 530 batang gagang cangkul dan 25 batang gagang dodos ukuran panjang 2,5 meter dan 11 batang gagang dodos ukuran panjang 2 meter yang diduga kuat berasal dari dalam kawasan TNGL.(gus/azw)

ilustrasi
ilustrasi

Sidang Prapid Ditunda
MEDAN, SUMUTPOS.CO-Sidang gugatan pra peradilan (prapid) dua pemilik getah karet terhadap Balai Sesar BBTNGL batal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (31/8). Alasannya, pihak termohon, yakni Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) tidak dalam dalam sidang tersebut.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBTNGL, P Turnip ketika dihubungi menyatakan pihaknya sudah mengirimkan surat permohonan penundaan sidang prapid yang semestinya digelar Senin (31/8) untuk pemohon Mastur dan Kadarudin yang sidangnya akan digelar pada Kamis (3/9) hingga Senin (7/9) secara bersamaan.

“Kami sekarang tinggal menunggu jawaban dari Pengadilan Negeri Medan agar ditunda Senin depan,” katanya.

Sementara itu, Humas PN Medan, Fauzul Hamdi kepada wartawan menyatakan bahwa pihaknya sudah mengkonfirmasi sidang prapid tersebut akan digelar Senin (7/9). “Kita sudah telepon paniteranya, bahwa sidangnya kita tunda jadi Senin mendatang, penundaan ini karena pihak termohon tidak hadir,” katanya.

Meskipun sidang gugatan prapid ditunda, namun puluhan warga Barak Induk, Dusun V, Aman Damai, Desa Harapanmaju, Seilepan, Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk memberikan dukungan kepada rekannya yang ditahan di Rumah
Tahanan Tanjunggusta. Mereka meminta majelis hakim mengabulkan gugatan mereka terhadap BBTNGL.

Dalam aksi yang umumnya merupakan kaum ibu dan bapak-bapak yang sudah berumur itu membentangkan spanduk. Beberapa sebagian dari kaum ibu bahkan menangis sesenggukan saat salah satu warga menyampaikan orasinya.

Pimpinan aksi, Mislan mengatakan, selama ini antara warga dan BBTNGL sudah bicara tentang legalitas keberadaan mereka di dalam kawasan TNGL selalu mengambang dan tidak pernah ada kejelasan dan justru yang
terjadi penggusuran.

“Kita negosiasi, dan saat sedang negosiasipun, malah ada penggusuran, jadi masyarakat tidak tahan dengan situasi ini,”katanya.

Dia mengaku kebingungan mencari keadilan dan pengamanan. Pihaknya sudah menyurati pihak kepolisian baik di Kabupaten maupun Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) untuk memberikan pengamanan aksi damai mereka namun tidak ditanggapi.

“Kita akan terus ke sini untuk memberikan dukungan kepada kawan kita,” katanya.

Dia menambahkan, dirinya sudah berada di Barak Induk sejak 15 tahun silam bersama 2.000 hingga 3.000 kepala keluarga (KK) yang lain. Jumlah tersebut surut dan kini tinggal sekitar 700-800 KK.

“Kami menanam untuk menunggu hasil, dan itu tidak hanya setahun dua tahun. Kalau kayu itu ilegal, tak boleh keluar, masa’ getah dari karet yang kami tanam juga tak boleh keluar,” katanya.

Dia juga mempertanyakan apakah getah karet sebagai komoditas perkebunan atau kehutanan. “Semua perlu tahu, ada banyak orang masuk dengan berbagai kepentingan, melakukan ilegal logging diatasnamakan masyarakat, kami yang kena imbasnya, kami ini sebagai kambing hitam. Kebetulan yang ditangkap ini pengungsi, tapi ada banyak yang bukan pengungsi masuk. Kami ini tertindas, di Aceh kami sudah kena, kami kemari tanpa harta benda, kami warga negara berhak untuk menghidupi kehidupa kami,” ungkapnya
Sebagaimana diketahui Mastur dan Kadarudin ditangkap tangan pada Senin (13/8) lalu kedapatan membawa 2,5 ton getah karet bersama dengan Bambang Koto dan Afrizal Koto yang membawa 530 batang gagang cangkul dan 25 batang gagang dodos ukuran panjang 2,5 meter dan 11 batang gagang dodos ukuran panjang 2 meter yang diduga kuat berasal dari dalam kawasan TNGL.(gus/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/