MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Baskami Ginting memberikan apresiasi atas Gala Premiere Film Perik Sidua-dua yang digelar baru-baru ini di Ciwalk XXI, Jalan Cihampelas, Kota Bandung. Pasalnya, film yang berlatar belakang budaya adat karo tersebut menjadi momen bersejarah bagi perkembangan perfilman di Sumatera Utara.
Tak hanya itu, film tersebut juga sekaligus mempromosikan kebudayaan dan destinasi wisata yang ada di Sumatera Utara pada umumnya serta Kabupaten Karo dams sekitarnya ke kancah nasional bahkan internasional.
“Keunikan dari Film Perik Sidua-dua ini adalah keberanian sineas Karo memproduksi film yang mengandalkan sumber daya manusia dari lokal untuk mempromosikan kebudayaan dan destinasi wisata Karo ke tingkat nasional bahkan harapan saya bisa mennjangkau manca negara. Film ini sebagai bentuk kemajuan kreatifitas Masyarakat karo dalam mengemas promosi kepariwisataan dalam bentuk media film, hingga patut kita apresiasi,” ucap Baskami, Rabu (1/11/2023).
Dikatakan Baskami, saat ini orang-orang Karo bukan hanya berdiam di tanah Karo. Di wilayah Sumatera Utara sendiri, kebudayaan Karo berkembang di Deli Serdang, Medan, Langkat, Binjai, Serdang Bedagai dan di kabupaten dan kota lainnya.
“Sebaran kebudayaan Karo ini memperkaya khasanah budaya di Sumatera Utara. Saya sebagai Ketua DPRD Sumatera Utara sangat bergembira dan mendukung penuh karya anak-anak muda Karo ini,” ujarnya.
Baskami juga menjelaskan bahwa peringatan sumpah pemuda yang lalu juga merupakan momen bersejarah pergerakan pemuda-pemuda Indonesia dari berbagai daerah, termasuk karo dalam membuka gerbang kemerdekaan Indonesia.
Ia menjelaskan, Keterkaitan Hari Sumpah Pemuda dengan Film Perik Sidua-dua itu bagai Sungai yang mengeratkan hubungan gunung dengan laut.
“Pemuda-pemuda dari berbagai daerah pada 28 Oktober 1928 pernah bergerak bersama tanpa memandang ras, suku, agama dan golongan untuk menyatukan visi misi kebangsaan. Mereka mengembangkan imajinasi tentang sebuah negara yang berakar keragaman budaya di Nusantara. Mereka bergerak melintasi pegunungan, Sungai, hutan, samudera dan berbagai pulau berbagi gagasan tentang masa depan sebuah bangsa,” katanya.
Seperti kisah Sumpah Pemuda, kata Baskami, Film Perik Sidua-dua juga menggerakkan semua potensi alam, manusia dan budaya yang tumbuh di ekosistem gunung api dari Karo ke tanah Pasundan.
“Potensi-potensi yang berjiwa muda ini berduyun-duyun menuju satu pertemuan besar di Ciwalk XXI Bandung; baik lewat jalur laut, darat dan udara. Gelombang pergerakan menyeberangi pulau dan samudera ini berlangsung cepat,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan, film yang didesain dalam bentuk Gala Premiere ini dapat menarik penonton dari berbagai daerah di Indonesia; Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Medan, Karo, Binjai dan berbagai daerah lainnya.
“Seluruh elemen dan kekuatan produksi Film Perik Sidua-dua bergerak serempak menyebarkan kabar ke seluruh platform media tentang penyelenggaraan Gala Premiere Film Perik Sidua-dua di tanah Pasundan. Kekuatan ini lahir dari alam dan budaya yang lahir dari eksotisme taman gunung api Karo bersinergi dengan elemen-elemen yang hidup di wilayah hilir dan perkotaan,” jelasnya.
Menurut Baskami, hal ini membuktikan bahwa karya sinema anak-anak daerah memiliki keistimewaan, keotentikan dan daya pukau sehingga masyarakat berbondong-bondong hadir di Ciwalk XXI.
“Ketertarikan Masyarakat untuk menyaksikan film ini yang bukan hanya dari suku Karo, menandakan bahwa kita sudah rindu dengan karya-karya anak Sumatera Utara yang berkualitas tinggi dan dapat diterima seluruh Masyarakat yang tidak tersekat perbedaan suku maupun agama,” sambungnya.
Baskami juga menjelaskan bahwa Gala Premiere Film Perik Sidua-dua ini juga menggemakan berbagai capaian sejarah. Menurutnya, Gala Premiere ini menunjukkan karakter Film ini yang menomorsatukan keanekaragaman dan perbedaan yang saling melengkapi dan menguatkan.
“Gala Premiere Film Perik Sidua-dua yang digelar bertepatan pada Hari Sumpah Pemuda lalu sebagai bunyi gendang bergelombang, mengajak semua Masyarakat di Indonesia melihat diri dan ekosistem sekitar yang mempengaruhi perkembangan gagasannya agar tetap bergerak membuat perubahan-perubahan tatanan yang tetap teguh mempertahankan tradisi leluhur. Wujud nyata dari upaya mengelola budaya untuk hidup berkelanjutan,” pungkasnya.
(map/ram)