27.5 C
Medan
Monday, March 3, 2025

Pasien Cuci Darah Diduga Jadi Korban Malpraktik, DPRD Binjai Prihatin Lihat Pelayanan RSUD Djoelham

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dugaan malapraktik di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham menyita perhatian wakil rakyat di Kota Binjai. Ditambah lagi, peristiwa dugaan malapraktik di rumah sakit milik Pemerintah Kota Binjai itu viral di media sosial.

Anggora DPRD Binjai, Ronggur Simorangkir mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap RSUD Djoelham.

“Kita sangat prihatin melihat pelayanan di Rumah Sakit Djoelham Binjai. Banyak sekali aduan-aduan masyarakat terkait buruknya pelayanan di RSUD tersebut,” beber politisi Partai Gerindra saat diminta tanggapannya, Minggu (2/3/2025).

Adapun korban dugaan malpraktik dimaksud yakni R beru Ketaren, pasien cuci darah. Wanita 75 tahun itu meninggal dunia ketika menjalani cuci darah kedua di RSUD Djoelham.

“Meninggalnya pasien cuci darah yang videonya viral tersebut, tentu harus jadi perhatian manajemen kedepan agar memperbaiki pelayanan,” sambung Ronggur.

Dugaan malapraktik di Kota Binjai bukan kali ini saja terjadi. Di rumah sakit swasta sebelumnya yang pemiliknya merupakan pejabat di lingkungan Pemko Binjai pun diduga terjadi dugaan malpraktik yang berujung laporan pidana ke Polres Binjai dan perdata ke pengadilan negeri.

“Saya pernah ke rumah sakit ini. Pelayanannya ketus, cuek dan lambat. Kita saja yang anggota DPRD diperlakukan begitu, apa lagi rakyat,” serunya.

Ia menilai, peristiwa dugaan malapraktik itu harus menjadi koreksi dan berbenah menjadi lebih baik untuk menejemen RSUD Djoelham. “Kedepan itu tak boleh, RS Djoelham harus jadi contoh pelayan terbaik bagi rumah sakit di Kota Binjai,” katanya.

Korban dugaan malpraktik ini masuk ke RSUD Djoelham pada Sabtu (8/2/2025) kemarin. Kemudian korban menjalani cuci darah pertama pada Rabu (12/5/2025).

Lalu lanjut cuci darah kedua pada Sabtu (15/2/2025). Ketika cuci darah kedua ini terjadi peristiwa yang diduga akibat kelalaian dan berujung dugaan malpraktik.

Nyawa R br Ketaren melayang saat cuci darah kedua di RSUD Djoelham. Anak korban, Tiopan yang sedang di luar buru-buru kembali ke RSUD Djoelham dan melihat 1 mobil pemadam kebakaran yang mengulurkan selang ke dalam rumah sakit tepatnya masuk ke ruangan Hemodialisa (HD).

“Sedangkan ibu saya, dadanya lagi ditekan-tekan. Dan saya mendengar perkataan tim medis waktu itu, menyatakan ibu saya meninggal dunia. Spontan saya terkejut, saya tanya juga kenapa mesinnya ada tulisan “no water”, ada alarm berbunyi dan kedipan lampu berwarna merah,” ujar Tiopan.

“Ada petugas medis yang menyahuti pertanyaan saya, katanya kan sudah ada pemadam kebakaran lagi di isi pak. Langsung saya berpikir jika ibu saya meninggal karena tidak ada air di mesin HD itu,” sambungnya.

Karena merasa janggal dan ada yang tak beres atas kematian ibunya, pria yang juga seorang advokat ini mencari tau kebenarannya. “Informasi yang saya dapatkan dari aplikasi Meta AI, apakah kekurangan air dalam proses cuci darah bisa mengakibatkan kematian? Dan dijawab jika benar, kekurangan air dalam proses cuci darah dapat mengakibatkan kematian,” kata Tiopan.

Bahkan menurut Tiopan dari informasi aplikasi Meta AI, kekurangan air saat cuci darah dapat mengakibatkan komplikasi serius.

“Dan sampai saat ini apa karena kekurangan air membuat ibu saya meninggal dunia. Ini yang terus menghantui saya. Pada tanggal 15 Februari 2025 sewaktu ibu saya meninggal, saya sudah meminta pihak RSUD Djoelham untuk diklarifikasi, untuk bertemu dengan humas atau direktur. Tapi sampai dengan sekarang tidak ada kepuasan bagi saya belum mendapat klarifikasi atas meninggal ibu tercinta saya,” tambahnya.

Tiopan juga menyampaikan pesan tertulis kepada pejabat di RSUD Djoelham terkait pelayanan publik di rumah sakit milik pemerintah itu. “Di mana poin-poin pelayanan publik yang saya amati, akses lift untuk keluarga pasien tidak diberikan 1×24 jam. Lift itu hanya sampai pukul 18.00 WIB saja. Beberapa bagian bangunan lampunya remang tak layak. Air di kamar mandi rumah sakit ini juga kuning dan bau,” kata Tiopan.

Disinggung apakah kejadian ini akan dibawa ke ranah hukum, Tiopan menjelaskan akan menunggu terlebih dahulu itikat rumah sakit 2-3 hari mendatang. Terpisah, pejabat di RSUD Djoelham Binjai tidak memberi respon ketika dikonfirmasi. (ted/han)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dugaan malapraktik di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham menyita perhatian wakil rakyat di Kota Binjai. Ditambah lagi, peristiwa dugaan malapraktik di rumah sakit milik Pemerintah Kota Binjai itu viral di media sosial.

Anggora DPRD Binjai, Ronggur Simorangkir mengungkapkan rasa prihatinnya terhadap RSUD Djoelham.

“Kita sangat prihatin melihat pelayanan di Rumah Sakit Djoelham Binjai. Banyak sekali aduan-aduan masyarakat terkait buruknya pelayanan di RSUD tersebut,” beber politisi Partai Gerindra saat diminta tanggapannya, Minggu (2/3/2025).

Adapun korban dugaan malpraktik dimaksud yakni R beru Ketaren, pasien cuci darah. Wanita 75 tahun itu meninggal dunia ketika menjalani cuci darah kedua di RSUD Djoelham.

“Meninggalnya pasien cuci darah yang videonya viral tersebut, tentu harus jadi perhatian manajemen kedepan agar memperbaiki pelayanan,” sambung Ronggur.

Dugaan malapraktik di Kota Binjai bukan kali ini saja terjadi. Di rumah sakit swasta sebelumnya yang pemiliknya merupakan pejabat di lingkungan Pemko Binjai pun diduga terjadi dugaan malpraktik yang berujung laporan pidana ke Polres Binjai dan perdata ke pengadilan negeri.

“Saya pernah ke rumah sakit ini. Pelayanannya ketus, cuek dan lambat. Kita saja yang anggota DPRD diperlakukan begitu, apa lagi rakyat,” serunya.

Ia menilai, peristiwa dugaan malapraktik itu harus menjadi koreksi dan berbenah menjadi lebih baik untuk menejemen RSUD Djoelham. “Kedepan itu tak boleh, RS Djoelham harus jadi contoh pelayan terbaik bagi rumah sakit di Kota Binjai,” katanya.

Korban dugaan malpraktik ini masuk ke RSUD Djoelham pada Sabtu (8/2/2025) kemarin. Kemudian korban menjalani cuci darah pertama pada Rabu (12/5/2025).

Lalu lanjut cuci darah kedua pada Sabtu (15/2/2025). Ketika cuci darah kedua ini terjadi peristiwa yang diduga akibat kelalaian dan berujung dugaan malpraktik.

Nyawa R br Ketaren melayang saat cuci darah kedua di RSUD Djoelham. Anak korban, Tiopan yang sedang di luar buru-buru kembali ke RSUD Djoelham dan melihat 1 mobil pemadam kebakaran yang mengulurkan selang ke dalam rumah sakit tepatnya masuk ke ruangan Hemodialisa (HD).

“Sedangkan ibu saya, dadanya lagi ditekan-tekan. Dan saya mendengar perkataan tim medis waktu itu, menyatakan ibu saya meninggal dunia. Spontan saya terkejut, saya tanya juga kenapa mesinnya ada tulisan “no water”, ada alarm berbunyi dan kedipan lampu berwarna merah,” ujar Tiopan.

“Ada petugas medis yang menyahuti pertanyaan saya, katanya kan sudah ada pemadam kebakaran lagi di isi pak. Langsung saya berpikir jika ibu saya meninggal karena tidak ada air di mesin HD itu,” sambungnya.

Karena merasa janggal dan ada yang tak beres atas kematian ibunya, pria yang juga seorang advokat ini mencari tau kebenarannya. “Informasi yang saya dapatkan dari aplikasi Meta AI, apakah kekurangan air dalam proses cuci darah bisa mengakibatkan kematian? Dan dijawab jika benar, kekurangan air dalam proses cuci darah dapat mengakibatkan kematian,” kata Tiopan.

Bahkan menurut Tiopan dari informasi aplikasi Meta AI, kekurangan air saat cuci darah dapat mengakibatkan komplikasi serius.

“Dan sampai saat ini apa karena kekurangan air membuat ibu saya meninggal dunia. Ini yang terus menghantui saya. Pada tanggal 15 Februari 2025 sewaktu ibu saya meninggal, saya sudah meminta pihak RSUD Djoelham untuk diklarifikasi, untuk bertemu dengan humas atau direktur. Tapi sampai dengan sekarang tidak ada kepuasan bagi saya belum mendapat klarifikasi atas meninggal ibu tercinta saya,” tambahnya.

Tiopan juga menyampaikan pesan tertulis kepada pejabat di RSUD Djoelham terkait pelayanan publik di rumah sakit milik pemerintah itu. “Di mana poin-poin pelayanan publik yang saya amati, akses lift untuk keluarga pasien tidak diberikan 1×24 jam. Lift itu hanya sampai pukul 18.00 WIB saja. Beberapa bagian bangunan lampunya remang tak layak. Air di kamar mandi rumah sakit ini juga kuning dan bau,” kata Tiopan.

Disinggung apakah kejadian ini akan dibawa ke ranah hukum, Tiopan menjelaskan akan menunggu terlebih dahulu itikat rumah sakit 2-3 hari mendatang. Terpisah, pejabat di RSUD Djoelham Binjai tidak memberi respon ketika dikonfirmasi. (ted/han)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru