Kesaksian Kapolres Tapteng AKBP Dicky Patrianegara di MK
JAKARTA- Kapolres Tapanuli Tengah (Tapteng) AKBP Dicky Patrianegara mendapat giliran dimintai keterangannya dalam persidangan sengketa pemilukada Tapteng di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (1/4).
Dalam keterangannya, Dicky yang kemarin mengenakan baju dinas, mengaku sebelum pemilukada digelar sempat mendapat laporan intelijen bahwa situasi di lapangan berpotensi ada konflik keras.
“Kami mendapat informasi dari intelijen, pilkada akan panas sebagaimana pilkada masa lalu (pilkada Tapteng 2005, Red), dimana ada pembakaran kantor KPUD, ada pula yang disandera. Karenanya, kami tidak mau ambil resiko, maka berupaya menjaga netralitas,” terang Dicky dengan nada kalimat tegas.
Dicky membeberkan kesigapan aparat kepolisian setiap kali mendengar informasi kejadian yang berpotensi kerusuhan. Antara lain mengenai kejadian di Kantor Kecamatan Pinangsori, yang menjadi lokasi PPK. Begitu mendengar ada kerumunan massa yang mengepung rumah camat, Dicky mengaku langsung memerintahkan kapolsek setempat segera bergerak ke lokasi.
Upaya pengamanan terhadap orang yang berada di dalam rumah, yang merasa terancam oleh tindakan massa, sempat dilakukan dengan mengetuk pintu kamar mandi. “Mungkin merasa paranoid, anggota kami yang datang dikira massa yang mau membakar,” beber Dicky.
Kasus lain menyangkut tuduhan adanya ketidaknetralan Polres Tapteng dengan cara membawa kotak suara ke kantor polisi, juga dibantah Dicky. Dikatakan, justru langkah itu dilakukan agar tidak terjadi kerusuhan. Saat itu, lanjutnya, ada massa di rumah Ketua KPPS karena disinyalir segel kotak suara rusak. Lantas Kapolsek Pandan datang untuk memfasilitasi penyelesaian masalah.
Di Mapolsek lantas rembugan, yang dihadiri antara lain ketua PPK, anggota tim sukses, dan beberapa pihak lain. Hasil pertemuan yang menyatakan segel kotak suara memang rusak itu dituangkan dalam berita acara. “Setelah itu kotak suara dibawa lagi ke KPPS, bukan diinapkan di Polsek,” tegas Dicky.
Mengenai keberadaan satu polisi di setiap TPS yang oleh pasangan Dina Riana Samosir-Hikmar Batubara sebagai bentuk intervensi, Dicky malah mengaku bingung. “Saya bingung, mestinya dengan ada polisi, masyarakat merasa nyaman,” ujarnya. Dia jelaskan, proses penyelenggaraan pemilukada lancar tak ada gangguan.
Selain Dicky, kemarin sidang juga menghadirkan saks ahli, Maruarar Siahaan, yang juga mantan hakim MK. Ahli yang dihadirkan oleh pasangan Albiner-Steven ini menjelaskan mengenai konsekuensi keluarnya putusan PTUN yang menyatakan pasangan Albiner-Steven sah sebagai calon dan minta KPU Tapteng menunda tahapan pemilukada.
Maruarar menyalahkan KPU Tapteng yang tidak mau menjalankan putusan PTUN itu. “Kekuatan eksekuor PTUN itu sama dengan MK. Begitu diputuskan punya kekuatan eksekuor dan setiap penyelenggara negara harus tunduk. Jika tidak dilaksanakan, itu merupakan tanggung jawab pribadi, bukan lembaga,” kata Maruarar.
Menurutnya, ketua dan anggota KPU Tapteng bisa dipidanakan atas adanya kerugian materiil dan imateriil.(sam)