26 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

BPKAD Kota Binjai Tak Hadiri RDP Bersama PKL dan DPRD, Pedagang Minta Tunda Tagihan Pajak

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Binjai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama pedagang kaki lima (PKL) di Ruang Komisi A, Rabu (1/9). Ketua DPRD Binjai, H Noor Sri Syah Alam Putra yang memimpin rapat tersebut. Namun, rapat itu tak dihadiri Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai, Affan Siregar ataupun perwakilannya. “Kita tetap mengundang BPKAD. Tapi kita pisah pertemuannya dengan pedagang,” ujar Ketua DPRD Binjai usai pertemuan.

RAPAT: RDP DPRD Binjai dengan pedagang di ruang Komisi A Ketua DPRD Binjai, Rabu (1/9).

Alasan dia, untuk menghindari salah paham dengan pedagang jika digelar pertemuan dalam satu ruangan yang sama. Begitupun, dia bilang, wakil rakyat akan menyampaikan isi pertemuan BPKAD kepada pedagang.

Sejalan dengan ini, menurut dia, DPRD Binjai akan mengusulkan perubahan peraturan wali kota (perwal) mengenai pajak restoran dan rumah makan tersebut.

“Peraturan daerah tidak mungkin diubah, Perwal mungkin yang akan dilakukan (diubah),” sambung pria yang akrab disapa Haji Kires ini.

Perubahan Perwal dinilai untuk menggolongkan atau mengkategorikan mana yang pedagang kaki lima dan pedagang kelas menengah yang sudah masuk kategori pengusaha menengah ke atas. Dalam RDP, ada tiga tuntutan yang disampaikan pedagang terkait penagihan pajak restoran dan rumah makan yang dibebankan kepada PKL serta menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Tuntutan pertama, pedagang meminta untuk menunda penagihan pajak lantaran saat ini masih dalam kondisi pandemi. Pasalnya, pandemi membuat pendapatan pedagang menurun drastis, bahkan hampir setengah.

“Pelaku kuliner minta pajak ditunda dulu, selagi masih dalam masa pandemi mereka merasa kesulitan,” sambung Haji Kires.

Dia melanjutkan, pedagang meminta kepada Pemerintah Kota Binjai mengklarifikasi pengutipan pajak restoran dan rumah makan terhadap pengusaha. Artinya, mereka meminta pengutipan pajak restoran dan rumah makan dibedakan antara pedagang kecil atau besar. “Perlu dievaluasi dari pajak itu. Harus ada klasifikasi setiap tagihan kepada pajak, misalnya kafe, restoran dan PKL,” katanya.

Pedagang juga mengeluh adanya upah pungut yang dibebankan kepada konsumen sebesar 10 persen. Hal tersebut berdampak kepada nilai jual menjadi bertambah lantaran adanya pajak 10 persen yang dikenakan kepada pembeli.

Kires berharap, seluruh pedagang yang ada di Kota Binjai membuat satu perkumpulan, yang di dalamnya ada tergabung pedagang kecil dan besar. “Saya sarankan, buat asosiasi pedagang, seluruh pedagang masuk, baik kecil ataupun besar,” tukasnya. (ted/azw)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Binjai menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama pedagang kaki lima (PKL) di Ruang Komisi A, Rabu (1/9). Ketua DPRD Binjai, H Noor Sri Syah Alam Putra yang memimpin rapat tersebut. Namun, rapat itu tak dihadiri Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai, Affan Siregar ataupun perwakilannya. “Kita tetap mengundang BPKAD. Tapi kita pisah pertemuannya dengan pedagang,” ujar Ketua DPRD Binjai usai pertemuan.

RAPAT: RDP DPRD Binjai dengan pedagang di ruang Komisi A Ketua DPRD Binjai, Rabu (1/9).

Alasan dia, untuk menghindari salah paham dengan pedagang jika digelar pertemuan dalam satu ruangan yang sama. Begitupun, dia bilang, wakil rakyat akan menyampaikan isi pertemuan BPKAD kepada pedagang.

Sejalan dengan ini, menurut dia, DPRD Binjai akan mengusulkan perubahan peraturan wali kota (perwal) mengenai pajak restoran dan rumah makan tersebut.

“Peraturan daerah tidak mungkin diubah, Perwal mungkin yang akan dilakukan (diubah),” sambung pria yang akrab disapa Haji Kires ini.

Perubahan Perwal dinilai untuk menggolongkan atau mengkategorikan mana yang pedagang kaki lima dan pedagang kelas menengah yang sudah masuk kategori pengusaha menengah ke atas. Dalam RDP, ada tiga tuntutan yang disampaikan pedagang terkait penagihan pajak restoran dan rumah makan yang dibebankan kepada PKL serta menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Tuntutan pertama, pedagang meminta untuk menunda penagihan pajak lantaran saat ini masih dalam kondisi pandemi. Pasalnya, pandemi membuat pendapatan pedagang menurun drastis, bahkan hampir setengah.

“Pelaku kuliner minta pajak ditunda dulu, selagi masih dalam masa pandemi mereka merasa kesulitan,” sambung Haji Kires.

Dia melanjutkan, pedagang meminta kepada Pemerintah Kota Binjai mengklarifikasi pengutipan pajak restoran dan rumah makan terhadap pengusaha. Artinya, mereka meminta pengutipan pajak restoran dan rumah makan dibedakan antara pedagang kecil atau besar. “Perlu dievaluasi dari pajak itu. Harus ada klasifikasi setiap tagihan kepada pajak, misalnya kafe, restoran dan PKL,” katanya.

Pedagang juga mengeluh adanya upah pungut yang dibebankan kepada konsumen sebesar 10 persen. Hal tersebut berdampak kepada nilai jual menjadi bertambah lantaran adanya pajak 10 persen yang dikenakan kepada pembeli.

Kires berharap, seluruh pedagang yang ada di Kota Binjai membuat satu perkumpulan, yang di dalamnya ada tergabung pedagang kecil dan besar. “Saya sarankan, buat asosiasi pedagang, seluruh pedagang masuk, baik kecil ataupun besar,” tukasnya. (ted/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru