26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Chairuman Harahap Dengar Keluhan Petani di Kabupaten Batubara

Balon Gubsu asal Partai Golkar, yang juga anggota DPR RI, Dr Chairuman Harahap mendengarkan keluhan para petani di Desa III, Desa Tanjung Kubah, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara, Jumat (28/9).

“PETANI kita mesti menguasai pasar untuk menghadapi tengkulak yang makin meresahkan. Caranya dengan meningkatkan kualitas produk, terutama holtikultura dengan harga yang baik dan dapat diterima pasar,” ujar Chairuman didampingi sang istri, Hj Ratna Sari Lubis. Hadir dalam acara itu para pemuka masyarakat setempat, warga Desa Tanjung Harapan, kepala lorong Dusun III, Anwar Khatan, mantan Kepala Desa III, Anwar Nasution dan Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3) Lapang Karo-karo.

Penyandang gelar doktor hukum dari Universitas Padjajaran dengan predikat cumlaude ini menambahkan, penguasaan pasar sangat penting, karena bersamaan waktunya dengan penerapan kebijakan impor holtikultura sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan 30/2012 dengan revisi 60/2012 yang diberlakukan 29 September 2012.

Dengan kebijakan ini, para petani harus berjuang sekuat tenaga untuk mengimbangi arus barang impor terutama untuk produk pertanian.
Di lain pihak, penerapan impor model baru ini tak disambut gembira oleh masyarakat petani Dusun III, karena sebagian dari mereka terbentur minimnya air untuk saluran irigasi. “Bahkan ada 4 desa yang sudah beralih fungsi dari petani padi menjadi petani sawit,” kata Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3A), Lapang Karo-karo.

Semula dari sekitar 300 warga Tanjung Kuban, 80 persen di antaranya menjadi petani cabai, dan sisanya padi. Namun karena kurangnya pasokan air, lahan mereka menjadi kering. Persoalan ini juga terpicu karena perbaikan tanggul air dilakukan hanya di beberapa titik oleh pemborong, sesuai anggaran yang ada, sementara di desa tersebut terdapat belasan titik.

“Jangan biarkan kami gontok-gontokkan di sini karena kurangnya air. Beginilah nasib kami yang kekurangan air di desa yang jadi percontohan kawasan perkotaan di Batubara” kata Lapang Karo-karo.

Hal ini juga berdampak pada harga produk cabai. Menurut petani cabai, A Surbakti, cabai merah besar dari Tanjung Kuban ditolak ke agen dengan harga Rp8.500 per kilogram, namun dijual di pasar (di Riau) dengan kisaran harga Rp14.000 per kilogram, sedangkan cabai dari tanah Karo dijual Rp13.000 dan diecerkan di Medan dengan harga Rp16.000 per kg.

“Bedanya cabai dari Dusun III, mudah susut dibanding cabai dari tanah Karo. Ini terjadi karena faktor cuaca dan mutu pupuk,” ujar Surbakti, warga Dusun III, yang juga petani di Tanah Karo ini.

Chairuman, anggota DPR RI dari Komisi VI yang juga membidangi masalah pertanian ini berjanji membawa aspirasi petani ke pusat agar menjadi bahan kebijakan pemerintah. (rel/ton)

Balon Gubsu asal Partai Golkar, yang juga anggota DPR RI, Dr Chairuman Harahap mendengarkan keluhan para petani di Desa III, Desa Tanjung Kubah, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara, Jumat (28/9).

“PETANI kita mesti menguasai pasar untuk menghadapi tengkulak yang makin meresahkan. Caranya dengan meningkatkan kualitas produk, terutama holtikultura dengan harga yang baik dan dapat diterima pasar,” ujar Chairuman didampingi sang istri, Hj Ratna Sari Lubis. Hadir dalam acara itu para pemuka masyarakat setempat, warga Desa Tanjung Harapan, kepala lorong Dusun III, Anwar Khatan, mantan Kepala Desa III, Anwar Nasution dan Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3) Lapang Karo-karo.

Penyandang gelar doktor hukum dari Universitas Padjajaran dengan predikat cumlaude ini menambahkan, penguasaan pasar sangat penting, karena bersamaan waktunya dengan penerapan kebijakan impor holtikultura sebagaimana Peraturan Menteri Perdagangan 30/2012 dengan revisi 60/2012 yang diberlakukan 29 September 2012.

Dengan kebijakan ini, para petani harus berjuang sekuat tenaga untuk mengimbangi arus barang impor terutama untuk produk pertanian.
Di lain pihak, penerapan impor model baru ini tak disambut gembira oleh masyarakat petani Dusun III, karena sebagian dari mereka terbentur minimnya air untuk saluran irigasi. “Bahkan ada 4 desa yang sudah beralih fungsi dari petani padi menjadi petani sawit,” kata Perkumpulan Petani Pemakai Air (KP3A), Lapang Karo-karo.

Semula dari sekitar 300 warga Tanjung Kuban, 80 persen di antaranya menjadi petani cabai, dan sisanya padi. Namun karena kurangnya pasokan air, lahan mereka menjadi kering. Persoalan ini juga terpicu karena perbaikan tanggul air dilakukan hanya di beberapa titik oleh pemborong, sesuai anggaran yang ada, sementara di desa tersebut terdapat belasan titik.

“Jangan biarkan kami gontok-gontokkan di sini karena kurangnya air. Beginilah nasib kami yang kekurangan air di desa yang jadi percontohan kawasan perkotaan di Batubara” kata Lapang Karo-karo.

Hal ini juga berdampak pada harga produk cabai. Menurut petani cabai, A Surbakti, cabai merah besar dari Tanjung Kuban ditolak ke agen dengan harga Rp8.500 per kilogram, namun dijual di pasar (di Riau) dengan kisaran harga Rp14.000 per kilogram, sedangkan cabai dari tanah Karo dijual Rp13.000 dan diecerkan di Medan dengan harga Rp16.000 per kg.

“Bedanya cabai dari Dusun III, mudah susut dibanding cabai dari tanah Karo. Ini terjadi karena faktor cuaca dan mutu pupuk,” ujar Surbakti, warga Dusun III, yang juga petani di Tanah Karo ini.

Chairuman, anggota DPR RI dari Komisi VI yang juga membidangi masalah pertanian ini berjanji membawa aspirasi petani ke pusat agar menjadi bahan kebijakan pemerintah. (rel/ton)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/