25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

8 Oknum Polantas Terlibat Pungli

Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar
Kepala  Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar

MEDAN, SUMUTPOS.CO  -Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan, agar pungutan liar (pungli) disikat habis. Karena itu, setiap provinsi di Indonesia diminta membentuk Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih (Saber) Pungli.

Oleh Polda Sumut, perintah tersebut segera dilaksanakan. Bahkan Satgas Saber Pungli ini juga sudah melakukan pembenahan di internal mereka. Seperti dengan melakukan penangkapan 8 oknum polisi lalu lintas (Polantas) yang melakukan pungli dari 4 lokasi terpisah di perbatasan Aceh-Medan.

Seorang di antaranya diketahui adalah Kepala Pos (Kapos) Lantas Hinai Resort Langkat Aiptu S, yang berhasil kabur saat akan dijaring Satgas Saber Pungli Polda Sumut. Namun, Aiptu S diketahui sudah menghadap ke penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).

Sejauh ini, mereka dikenakan sanksi berupa hukuman melalui sidang disiplin yang dipimpin langsung kepala satuan masing-masing. Jika hasil sidang disiplin yang dijalani 8 oknum Polantas itu tak memberikan efek jera, tentunya hal tersebut berbanding terbalik dengan perintah Presiden Jokowi, yang meminta aksi pungli disikat tuntas hingga ke akar-akarnya.

“Saya berharap, sanksi yang dibuat dapat memberikan efek jera. Jadi harus memberikan pengaruh. Kalau hanya sanksi disiplin, tidak akan memberi efek jera,” tutur Kepala Ombudsman Sumut Abyadi Siregar, Kamis (1/12).

Lebih lanjut Abyadi mengatakan, penegakan hukum yang dilakukan aparat berwenang dilindungi Peraturan Presiden No 87/2016. Melalui payung hukum itu, Satgas Saber Pungli dapat melakukan penegakan hukum.

Ia juga mengatakan, hasilnya akan percuma saja jika sanksi yang diberikan terhadap para pelaku pungli tidak memberikan efek jera. “Saya tidak bisa menyebutkan bentuk sanksinya apa terhadap oknum itu. Namun, bisa dilihat dari tingkat kesalahan dan efek yang ditimbulkannya,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi, sanksi yang berdampak efek jera terhadap para pelaku pungli itu perlu ditegakkan. Pasalnya, hal tersebut dapat mempengaruhi oknum yang juga melakukan pungli. Artinya, jika para pelaku pungli diberikan sanksi tidak menimbulkan efek jera, tentu hal tersebut berdampak kepada yang lainnya, dan bakal melakukan hal serupa, sebab sanksinya tidak tegas. “Menurut saya, perlu memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera, tidak hanya kepada mereka, tapi seluruh aparat kepolisian yang melakukan hal serupa. Sehingga kasus ini dapat dijadikan pembelajaran kepada penyelenggara lainnya untuk takut,” katanya.

Ia menambahkan, melalui sanksi yang diberikan, hal tersebut menjadi satu indikator kesuksesan program Saber Pungli. Artinya, jika sanksi yang diberikan tegas, seperti mutasi ke daerah pinggiran bagi oknum Polantas Labuhanbatu yang direkam pengendara saat ditilang dan melakukan pungli hingga merogoh kantong korbannya, tentu akan memberi efek jera. “Sanksi yang diberikan kepada pelaku, menjadi penentu sukses tidaknya program Saber Pungli yang digaungkan Presiden Jokowi ini. Kalau sanksinya ringan, tidak akan ada efek jera kepada yang lainnya. Mestinya, sanksi itu bisa menimbulkan efek jera. Misalnya dicopot atau dipindah. Itu (sanksi) tidak hanya memberi efek jera kepada pelanggar (pelaku), tapi juga kepada personel lain yang melakukan pelanggaran sama. Sehingga personel itu, akan takut melakukan pelanggaran-pelanggaran,” beber Abyadi.

Abyadi menegaskan, perintah Presiden Jokowi jelas, untuk menangkap para pelaku pungli, atau bahkan copot jabatan, jika memang pelaku pungli itu terlibat dengan oknum yang memberikan pelayanan publik, atau penyelenggara negara.

Begitupun, hal tersebut kembali kepada pimpinan dari instansi atau lembaga penyelenggara negara tersebut. Menurut Abyadi, jika pimpinan pada sebuah instansi tadi ingin menyukseskan program pemberantasan pungli, seperti yang digalakkan Presiden Jokowi, sejatinya harus dapat memberikan sanksi tegas terhadap bawahannya jika memang terlibat dalam praktik pungli

Abyadi menilai, perintah Presiden Jokowi, tangkap dan pecat para pelaku pungli, sejatinya perlu diimplementasikan oleh setiap pimpinan di masing-masing daerah. “Presiden Jokowi saja bahasanya, tangkap dan pecat pelaku pungli. Itu artinya sudah tegas. Sehingga perlu diikuti dan diimplementasikan di seluruh Indonesia. Jangan di daerah tidak ditindak, malah diberi sanksi ringan. Kalau pelaku pungli dihukum ringan, itu bertentangan dengan perintah Presiden Jokowi. Ketika di sini ada yang dihukum ringan, pimpinan itu yang perlu dipertanyakan, karena tidak komitmen memberantas pungli,” tegasnya.

Kepala Perwakilan Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar
Kepala  Ombudsman Sumut, Abyadi Siregar

MEDAN, SUMUTPOS.CO  -Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan, agar pungutan liar (pungli) disikat habis. Karena itu, setiap provinsi di Indonesia diminta membentuk Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih (Saber) Pungli.

Oleh Polda Sumut, perintah tersebut segera dilaksanakan. Bahkan Satgas Saber Pungli ini juga sudah melakukan pembenahan di internal mereka. Seperti dengan melakukan penangkapan 8 oknum polisi lalu lintas (Polantas) yang melakukan pungli dari 4 lokasi terpisah di perbatasan Aceh-Medan.

Seorang di antaranya diketahui adalah Kepala Pos (Kapos) Lantas Hinai Resort Langkat Aiptu S, yang berhasil kabur saat akan dijaring Satgas Saber Pungli Polda Sumut. Namun, Aiptu S diketahui sudah menghadap ke penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).

Sejauh ini, mereka dikenakan sanksi berupa hukuman melalui sidang disiplin yang dipimpin langsung kepala satuan masing-masing. Jika hasil sidang disiplin yang dijalani 8 oknum Polantas itu tak memberikan efek jera, tentunya hal tersebut berbanding terbalik dengan perintah Presiden Jokowi, yang meminta aksi pungli disikat tuntas hingga ke akar-akarnya.

“Saya berharap, sanksi yang dibuat dapat memberikan efek jera. Jadi harus memberikan pengaruh. Kalau hanya sanksi disiplin, tidak akan memberi efek jera,” tutur Kepala Ombudsman Sumut Abyadi Siregar, Kamis (1/12).

Lebih lanjut Abyadi mengatakan, penegakan hukum yang dilakukan aparat berwenang dilindungi Peraturan Presiden No 87/2016. Melalui payung hukum itu, Satgas Saber Pungli dapat melakukan penegakan hukum.

Ia juga mengatakan, hasilnya akan percuma saja jika sanksi yang diberikan terhadap para pelaku pungli tidak memberikan efek jera. “Saya tidak bisa menyebutkan bentuk sanksinya apa terhadap oknum itu. Namun, bisa dilihat dari tingkat kesalahan dan efek yang ditimbulkannya,” jelas Abyadi.

Menurut Abyadi, sanksi yang berdampak efek jera terhadap para pelaku pungli itu perlu ditegakkan. Pasalnya, hal tersebut dapat mempengaruhi oknum yang juga melakukan pungli. Artinya, jika para pelaku pungli diberikan sanksi tidak menimbulkan efek jera, tentu hal tersebut berdampak kepada yang lainnya, dan bakal melakukan hal serupa, sebab sanksinya tidak tegas. “Menurut saya, perlu memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera, tidak hanya kepada mereka, tapi seluruh aparat kepolisian yang melakukan hal serupa. Sehingga kasus ini dapat dijadikan pembelajaran kepada penyelenggara lainnya untuk takut,” katanya.

Ia menambahkan, melalui sanksi yang diberikan, hal tersebut menjadi satu indikator kesuksesan program Saber Pungli. Artinya, jika sanksi yang diberikan tegas, seperti mutasi ke daerah pinggiran bagi oknum Polantas Labuhanbatu yang direkam pengendara saat ditilang dan melakukan pungli hingga merogoh kantong korbannya, tentu akan memberi efek jera. “Sanksi yang diberikan kepada pelaku, menjadi penentu sukses tidaknya program Saber Pungli yang digaungkan Presiden Jokowi ini. Kalau sanksinya ringan, tidak akan ada efek jera kepada yang lainnya. Mestinya, sanksi itu bisa menimbulkan efek jera. Misalnya dicopot atau dipindah. Itu (sanksi) tidak hanya memberi efek jera kepada pelanggar (pelaku), tapi juga kepada personel lain yang melakukan pelanggaran sama. Sehingga personel itu, akan takut melakukan pelanggaran-pelanggaran,” beber Abyadi.

Abyadi menegaskan, perintah Presiden Jokowi jelas, untuk menangkap para pelaku pungli, atau bahkan copot jabatan, jika memang pelaku pungli itu terlibat dengan oknum yang memberikan pelayanan publik, atau penyelenggara negara.

Begitupun, hal tersebut kembali kepada pimpinan dari instansi atau lembaga penyelenggara negara tersebut. Menurut Abyadi, jika pimpinan pada sebuah instansi tadi ingin menyukseskan program pemberantasan pungli, seperti yang digalakkan Presiden Jokowi, sejatinya harus dapat memberikan sanksi tegas terhadap bawahannya jika memang terlibat dalam praktik pungli

Abyadi menilai, perintah Presiden Jokowi, tangkap dan pecat para pelaku pungli, sejatinya perlu diimplementasikan oleh setiap pimpinan di masing-masing daerah. “Presiden Jokowi saja bahasanya, tangkap dan pecat pelaku pungli. Itu artinya sudah tegas. Sehingga perlu diikuti dan diimplementasikan di seluruh Indonesia. Jangan di daerah tidak ditindak, malah diberi sanksi ringan. Kalau pelaku pungli dihukum ringan, itu bertentangan dengan perintah Presiden Jokowi. Ketika di sini ada yang dihukum ringan, pimpinan itu yang perlu dipertanyakan, karena tidak komitmen memberantas pungli,” tegasnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/